Minggu, 23 Oktober 2011

KHUTBAH IDUL ADHA 1432 HIJRIYAH


REAKTUALISASI DAN REKONTEKSTUALISASI KEPRIBADIAN NABI IBRAHIM AS DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN BERNEGARA
Oleh
Al Fitri Johar Chaniago
خطبة الأول
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره المشركون. لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله والله أكبر. الله أكبر ولله الحمد .
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي ألف بين قلوبنا فأصبحنا بنعمته إخوانا .الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وجاهد في الله حق جهاده .اللهم صل على محمد وعلى آله وأزواجه أمهات المؤمنين وأصحابه الأخيار رضوان الله عليهم ومن دعا بدعوته وسلك سلوكه واتبع سنته إلى يوم الدين. أما بعد أيها المسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى الله عز وجل .قال تعالي: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.

Hadirin kaum muslimin dan muslimat sidang jamaah Idul Adha yang mulia.
Pagi hari ini, ketika sang surya mulai merangkak menyinari bumi, seluruh kaum muslimin baik yang sedang menjalani manasik haji di tanah suci  ataupun yang berada di tanah air yang tidak  melakasanakan ibadah haji, sedang mengumandangkan gema pekik takbir, tasbih, tahlil dan tahmid membahana di seluruh penjuru negeri mulai dari tanggal 9 Zulhijjah hari Arafah, hari ini sampai berakhirnya hari Tasyrik. Kita semua yang hadir disini datang menghadap Allah Swt, dengan menundukkan kepala diharibaan-Nya, dan dengan hati yang khusyu’ mengagungkan kebesaran-Nya, mensucikan asma-Nya, menggemakan alam ini dengan tahlil mengesakan Zat Yang Maha Tunggal, sebagai wujud implementasi bahwa tidak ada yang pantas diibadahi kecuali Yang Maha Kuasa, tidak ada yang pantas ditaati aturan-Nya kecuali Yang Maha Adil, dan tidak ada yang pantas ditakuti kecuali Yang Maha Pedih siksa-Nya, dan menggemakan pujian-pujian untuk-Nya, menyadari betapa kecilnya kita dihadapan-Nya, betapa butuhnya kita pada rahmat-Nya, dan betapa tidak berartinya kehidupan ini tanpa agama-Nya serta tanpa Rasul-Nya, dan sebagai pernyataan bahwa tidak ada yang memberikan nikmat kepada kita kecuali Yang Maha Pemberi Rezeki dan sebagai pernyataan tidak ada yang pantas diminta kecuali Yang Maha Kaya. Semua itu kita ucapkan dengan hati yang ikhlas dengan hanya mengharap ridha Allah Swt, secara berjama’ah menggentarkan musuh-musuh Allah Swt, menciutkan nyali mereka dan mengkerdilkan pemimpin mereka, iblis laknatullah alaihi. Dan menyatakan kepada mereka bahwa bumi dan alam ini seluruhnya adalah milik Allah Swt, dan hanya diwariskan untuk segenap kaum mukminin yang selalu mengagungkan dan mengingat-Nya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Hadirin wal hadirat kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Dari masa ke masa, tahun demi tahun telah kita lewati, dari rezim demi rezim telah kita lalui, dan orde ke orde telah kita alami,  namun realitasnya kehidupan kaum muslimin belum menampakan kemajuan yang signifikan atau setidak-tidaklah belum ada kemajuan kearah yang lebih baik dalam skala nasional, regional maupun internasional. Berbagai macam bentuk krisis terus melanda negeri kaum muslimin, mulai dari krisis ekonomi yang tidak pernah berhenti menghantam sehingga menjadikan kemiskinan seakan-akan menjadi langganan. Demikian juga krisis sosial, mental dan moral hampir merata diseluruh tempat di negeri ini, mulai dari pelecehan seksual yang telah merambah ke tempat-tempat umum, adanya pertunjukkan yang menampilkan tarian-tarian erotis dihadapan publik, perzinahan hingga pergaulan sesama jenis sudah sering dipertontonkan oleh para aktor kemaksiatan tanpa pernah merasa takut akan adzab Allah Swt, kepada mereka, bentuk-bentuk perzinahan terus menghiasi berita-berita diberbagai mass media, bahkan pemerkosaan dalam angkot,  hampir  setiap hari mantan pejabat dihadapkan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), belum lagi kasus pembunuhan sadis, sehingga dapatlah dikatakan bahwa seakan-akan peraturan perundang-undangan tidak berarti apa-apa.
Demikian juga akhir-akhir ini negeri ini sedang mengalami krisis kepemimpinan hal ini dapat dibuktikan, 13 tahun sudah reformasi di negeri ini berjalan namun negeri ini masih susah terlepas dari kondisi mengenaskan, baik materil maupun immaterial. Para oknum elit-elit di negeri ini sebagian besar mulai dari pengusaha, politisi, birokrat dan penegak hukum selalu saja hadir dalam bingkaian krisis moral, mencari kesempatan dalam kesempitan sehingga korupsi bukannya berkurang malah sesuatu yang lumrah, selingkuh menjadi tradisi dan mabuk-mabukan makanan sehari-hari. Kondisi ini seolah-olah mendeskripkan sebuah potret bak seperti anak  domba kehilangan induknya, berjuang sendiri mempertahankan eksistensinya, bertarung menghalau serangan yang dilakukan oleh gerombolan singa dan srigala yang bisa datang setiap saat sementara induknya sedang asyik dengan dunianya, menikmati berbagai fasilitas yang sebetulnya kontribusi dari anak-anaknya, sungguh malang nasib anak domba ini.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Saudara-saudara yang berbahagia.
Untuk itu bagi kita yang mengimani Allah Swt, sebagai Tuhan dan Rasul-Nya sebagai suri tauladan sudah seharusnya untuk mengembalikan segala prilaku kita kepada yang dicontoh Rasulullah dengan menghidupkan sunnah-sunnahnya, sehingga kita tidak mengalami kesesatan di dunia dan akherat. Salah satu rasul dan nabi yang bias dijadikan tauladan yaitu yang pernah dipertunjukkan oleh Nabi Ibrahim as dalam mengemban risalah kerasulannya di muka bumi ini, sebagaimana firman Allah Swt, dalam QS. Al Mumtahanah ayat 4:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ .

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali."
Momentum suasana Idul Adha hari ini kita akan mencoba mengenang tanpak tilas sosok manusia agung yang diutus oleh Allah Swt untuk menjadi Nabi dan Rasul, yakni Nabi Ibrahim as beserta keluarganya; Ismail as dan Siti Hajar. Keagungan pribadinya (treck record dan integritas)nya harus kita ambil pelajaran dan keteladanan darinya, yang akan kita amplikasikan dalam kehidupan sehingga sangat tidak berlebihan khatib mengaris bawahi dengan tema: “Reaktualisasi dan Rekontekstualisasi Kepribadian Nabi Ibrahim as dalam Kehidupan Sehari-hari dan Bernegara” yang berguna bagi  selaku penghuni dan pewaris tanah air Indonesia baik yang namanya rakyat biasa ataupun pemimpin. Dari sekian banyak ‘itibar yang yang bisa kita ambil dari kepribadian Nabi Ibrahim as dan orang-orang besertanya, dapat lihat dari berbagi  aspek baik sebagai hamba Allah Swt, maupun profesinya sebagai pemimpin bagi keluarga dan umatnya. Karena sesungguhnya eksistensi Nabi Ibrahim as ibarat intan berlian yang terpendam dalam samudera lautan yang dalam yang selalu dicari oleh manusia dalam situasi dan kondisi kehidupan manusia masa kekinian. Dan tak dapat dipunkiri memang bangsa ini sangat mengidam-idamkan sosok dan tipe kepemimpinan seperti Nabi Ibrahim as. Jika kita lihat tipologi dan sosok manusia sekarang ini kebanyakan kepribadiannya mulai rapuh dari berbagai sisi dan sudut pandang. Oleh karenanya dalam kesempatan ini tidaklah berlebihan jika khatib mengambil beberapa catatan sejarah spectrum perjuangan Nabi Ibrahim as sehingga kita aktualisasikan dalam konteks masa sekarang untuk pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan bernegara. Di antara sekian banyak itu khatib akan mengupasnya dalam bentuk 5 dimensi.

1.      Kepribadian Tawakal dan Husnuzon.
Sebagai hamba Allah, manusia wajib bertawakal kepada-nya, menumbuhkan sifat penuh harap atau optimisme harus ada perwujudannya dalam perilaku karena dengan sikap  ini kita tetap berbaik sangka kepada Allah Swt. Sifat ini urgensinya sangat penting dalam konteks zaman sekarang sebab dari sinilah kita jalani sebuah proses kehidupan yang telah ditakdirkan Allah Swt, Nabi Ibrahim as telah menujukan sifat ini kepada Allah Swt. Ketika  diperintahkan memindahkan  isteri dan buah hatinya Ismail ke Makkah (Bakkah), beliau siap menempatkan isteri yang baru melahirkan dan anak yang baru lahir dipadang pasir yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air demi melaksanakan perintah Allah swt, sebagaimana tergambar dalam firman -Nya, QS. Ibrahim ayat 37:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

"Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur."
Bagi Nabi Ibrahim as  bukan suatu yang berat memindahkan mereka ke Makkah, atau karena takut berpisah, melainkan yang terpkirkan bahwa kota Makkah pada waktu itu masih daerah yang tandus sehingga disana belum ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada  manusia,  tumbuh-tumbuhan, binatang bahkan air sekalipun. Namun Nabi Ibrahim as dalam situasi begini tetap berbaik sangka kepada Allah Swt, bahwa tidak mungkin Allah Swt, akan memerintahkan sesuatu pekerjaan kalau dalam perintah itu tidak ada maksud yang terbaik bagi hamba-Nya, tentu perintah itu akan ada kebaik-kebaikan tertentu (mashlahat), dan demikian juga halnya  ketika Allah Swt, melarang sesuatu agar ditinggalkan atau tidak memperbuatnya, tentu dalam rangka upaya untuk mencegah timbulnya kemungkaran dan kerusakan (mafsadat) yang justru membawa malapetaka bahaya yang akan menimpa ummat manusia itu sendiri.
Jika kita lihat potret kebanyakan manusia saat ini rasa-rasanya telah hilang rasa sikap tawakalnya dan optimismenya, sehingga ia rasakan tidak ada perubahan dalam dalam kehidupannya, yang ujung-ujungnya muncul sikap cenderung kea rah merusak tatanan kehidupan masyarakat dan lingkungan, sikap ini kalau dipelihara  akan menimbulkan malapetaka, oleh karena itu bagi orang yang beriman sikap seperti ini harus kita binasakan karena menghantarkan seseorang menjadi apatis atau masa bodoh, yang kadangkala akan mencari jalan tol sebagai jalan pintas demi tujuan tercapai. Maka jangan heran terjadilah illegal loging (pengundulan hutan) demi untung besar, menjadi pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang untuk mencari uang, melakukan korupsi mencari harta kekayaan, politik adu domba (devide it impera) untuk meraihi puncak kekuasaan, dan tak jarang pula menghabisi bunuh diri dan keluarga dalam menghadapi beban hidup. Indikator ini sudah banyak kita jumpai dalam kehidupan manusia sekarang. Jika kita analogiskan bagaimanapun beratnya beban hidup manusia sekarang belum sebanding dengan rasa kesulitan yang dialami oleh Nabi Ibrahim as, bahkan ia dan keluarganya tidak luput dari berbagai mcam bentuk ujian dari  Alllah Swt. Sulitnya kita sekarang ini Pemerintah masih ada yang menolong dengan berbagai program subsidi seperti subsidi kesehatan, bantuan raskin, bantuan hukum dan lain sebagainya. Bagaimana dengan ujian yang menimpa  Nabi Ibrahim as dengan segala keterbatasan dalam sarana tekhnologi, informasi, telekomunikasi dan sarana serta prasarana penunjang lainnya. Saatnya kita kembali mengaktualisasikan integritas Nabiyullah Ibrahim as  untuk menyadarkan kita semua, jangan sampai karena kesulitan hidup kemudian kita cari jalan pintas dengan menjadi pembabat hutan (ilegal loging), menjadi mafia peradilan, pengedar narkoba, dan sebagainya. Demikian pula halnya bagi yang berkecukupan tetap tawakal dan bersyukur kepada Allah Swt.

الله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
Haidirin wal hadirat rahimakumullah.
2.      Husnul Khatimah fil ‘Amal.
Ciri seorang manusia adalah berkarya dan berbuat sesuatu namun bukan berarti menghalalkan segala cara untuk mencari kebutuhan hidup dan rezki, kita tanamkan suatu keyakinan bahwa Allah Swt, punya maksud baik dan ketentuan rizki ada di tangan-Nya, manusia hanya wajib  berusaha dengan semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dengan memperhatikan ketentuan hukum Allah Swt, dan setiap rezki yang kita peroleh harus dibarengi dengan amal sholeh dengan pengertian bahwa usaha yang geluti dan pekerjaan yang lakoni wajib hukumnya memenuhi standarisasi kebaikan untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan, masyarakat, negara dan agama, jangan sampai hasil usaha dan perkerjaan kita justru akan merusak diri sendiri apalagi kepentingan bangsa yang besar ini.  Siti Hajar isteri Nabi Ibrahim as telah mengaplikasikannya dalam memenuhi kebutuhannya dan buah hatinya tercinta Ismail as dengan cara berusaha semaksimal mungkin guna menyambung hidupnya dan anaknya ketika mereka harus dipindahkan ke Makkah karena perintah Sang Khaliq kepada Nabi Ibrahim as yang di situ belum ada tanda-tanda kehidupan karena memang masih gurun pasir, dan saat Siti Hajar berada di Makkah bekal hidup telah habis,  namun dengan  bekal keyakinan yang benar demi mencari rezki yang halal dan baik (hahalan thoiban), ia mencoba mencari air antara bukit Sofa dan Marwa sambil berlari-lari kecil diiringi dengan do’a kepada Allah Swt. Ketika itu tidak terbetik sedikitpun dalam fikirannya untuk mencari jalan pintas seperti memberi pasir kepada anaknya ataupun membuang Ismail as ke dalam tong sampah  karena beban hidup, melainkan ia tetap tegar dan berusaha dengan sekuat tenaga, daya dan upaya untuk bertahan hidup dan demi si buah hatinya (Qurratan ‘ayunin). Bandingkan dengan kebanyakan wanita masa kini, tingkah lakunya  dalam mencari rezki di tempat yang haram, dengan cara melacurkan dan menjual harga  diri sendiri. Di lain kesempatan banyak manusia justru mencari rezki dengan jalan pintas tapi merusak tatanan kehidupan  demi mencari untung besar. Oleh karenanya Allah Swt, sangat senang kepada siapa saja yang berusaha secara halal dan baik meskipun harus dengan susah payah, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:

ان الله تعالى يحب ان يرى تعبا فى طلب الحلال (راه الديلمى)

“Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat hamba-Nya lelah dalam mencari harta yang halal.” (HR. Ad Dailami).

Usaha yang halal dan baik  tanpa merusak kepentingan orang banyak meskipun usaha itu hanya sedikit dan susah mencarinya merupakan sesuatu yang lebih baik dan terhormat daripada banyak dan mudah mendapatkannya, tapi cara memperolehnya adalah dengan cara yang haram seperti mengemis, menipu dan menjatuhkan harga diri. Bila dengan cara meminta-minta saja sudah dikategorikan tidak terhormat, apa lagi sampai menjual harga diri demi kepentingan sesaat. Andaikan setiap kita memahami tata cara menari rezki yang sesuai dengan aturan syari'at Islam tentu kita dikategorikan manusia yang dapat menciptakan kesejahteraan hidup diri sendiri dan orang banyak yang pada ahkirnya dikenang oleh orang-orang yang setelah kita ketika kita tidak ada lagi dunia ini. Demikian halnya dengan Nabi Ibrahim as yang telah mengukir sejarah kehidupan alam ini dengan meninggalkan jasa yang besar untuk ummat manusia sesudahnya bahkan sampai akhir zaman akan tetap abadi, dan akan dikenang sepanjang masa yang tak akan pernah lapuk dimakan usia dan sampai saat ini peninggalan Nabi Ibrahim as dan keluarganya menjadi rukun Islam ke 5 yang wajib dikunjungi umat Islam yang mampu untuk berhaji. Bahkan dalam lantunan doa tasyahud akhir dalam shalat namanya juga selalu disebut. Sesuatu yang wajar kiranya kita meninggalkan dunia yang fana ini dengan jasa dan nama yang akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Tidaklah elok diujung akhir masa kekuasaan kita, justru meninggalkan keburukan malahan mati dalam keadaan menyandang status terdakwa bahkan terpidana, na’zubillahiminzalik.

الله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Terhormat.
3.      Sikap Rela Berkorban.
Sikap rela berkorban untuk kepentingan orang banyak merupakan hal yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat, bangsa dan agama, bukan malah sebaliknya mengorbankan bangsa yang membuat hidup ini semangkin terpuruk, atau mengorbankan kepentingan orang banyak demi ambisi pribadi atau golongan tertentu. Bencana yang menimpa bertubi-tubi seperti banjir, angin puting beliung, banjir, gempa, tsunami, kebakaran, kekeringan, kecelakaan transportasi, wabah penyakit dan lain sebagainya, adalah upaya melatih seluruh komponen bangsa untuk rela berkorban tanpa pamrih. Rela berkorban hanya semata-mata demi pengabdian kepada Allah Swt, sikap inilah yang dipentaskan dalam panggung kepemimpinan Nabi Ibrahim as dengan berbagi macam perintah Allah Swt, tetap ia laksanakan dengan ikhlas, seperti perintah menghancurkan berhala sebagai simbul kemusyrikan Raja Nasmruj, memindahkan isteri dan anaknya ke Makkah, membangun Ka’bah bahkan demi kecintaannya kepada Allah Swt, ketika diperintahkan untuk mengorbankan putranya Ismail as sebagai puncak ujian,  Nabi Ibrahim as tanpa terpaksa sedikitpun ia laksankan walau antara percaya atau tidak, demi untuk menjaga ketaatanya kepada Allah Swt, Nabi Ibrahim as melaksanakan perintah Allah Swt untuk menyembelih putra semata wayangnya dan juga kerelaan putranya untuk disembelih karena semata-mata untuk mentaati perintah Allah Swt, sebagaimana firman-Nya QS. Ash-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar"."

Hanya orang-orang yang mempunyai semangat berkorban akan memberikan apa saja yang mereka miliki demi kemajuan bangsa dan negara, agar terjamin kelangsungan kehidupan bangsa ini tetap terpelihara, mari sekali lagi kita refleksikan dalam sanubari kita  bagaimana Nabi Ibrahim as dengan putranya Ismail mencoba membangun keyakinan umat manusia agar mengabdikan diri hanya semata-mata kepada Allah Swt, dengan membangun Ka’batullah semata-mata melihatkan kebesaran ciptaan Allah Swt.  Namun jika apa yang dimiliki negara justru dikorupsi dengan memanipulasi data dan pengelembungan harga (re-bublle), atau menipu dan membohongi rakyat, maka mereka inilah orang-orang yang membuat rakyat dan negara ini menjadi semankin terpuruk dan terbelakang. Orang seperti inilah sebagai penjahat yang layak mendapatkan laknat dan kutukan, mereka telah mensensarakan rakyat, menipu, menjual hukum Allah Swt, dengan harga yang murahan sehingga masyarakat hidupnya sudah sulit menjadi bertambah sulit dan merusak sendi-sendi hukum dam tatanan kenegaraan. 
Sikap rela berkorban haruslah kembali kita aktualisasikan sebagaimana  yang diwariskan Nabi Ibrahim as yang rela mengorbankan apa saja demi ketaatannya kepada Allah Swt, bahkan Ismail as harus dikorban untuk memenuhi perintah Allah Swt. Pada hari dan saat ini Allah Swt, tidaklah meminta kita untuk mengorbakan anak agar dijadikan sembelihan, namun Allah swt, hanya meminta sebagian rezki yang kita peroleh dengan penyembelih seekor domba atau sapi. Sikap rela berkorban inilah yang harus kita kerjakan karena Allah Swt telah memberi kita berbagai macam kenikmatan hidup, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Kautsar ayat 1-3 :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (٢) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣) 

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”.

Dari ungakpan ayat ini yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah Swt. Dan membecii sikap rela berkorban merupakan orang yang  terputus dari rahmat Allah Swt. Betapa mulia ibadah qurban yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as, maka wajarlah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“ menguraikan bahwa Allah Swt, memerintahkan untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, menyadari bahwa kita selalu butuh kepada Allah Swt, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Swt, janji, perintah, serta keutamaan-Nya. 

الله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Bebahagia.
4.      Budaya Sifat Kritis Menyikapi Kebijakan untuk Perubahan (Change).
Mengkritisi kebijakan yang salah dalam hidup keluarga, bermasyarakat, dalam suasana kantor dan mengelola bangsa ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kehidupan yang bermoral dan sejahtera lahir bathin dalam berbagai persoalan yang berkembang sehingga adanya keseimbangan (balance). Mengaktualisaikan prilaku kritis Nabi Ibrahim as patut kita reaktualisasikan dalam sikap kritisnya untuk menjawab persoalan kehidupan bernegara. Basic  Nabi Ibrahim as mencari hakikat Ketuhanan telah ia mulai ketika saat ia balita sampai dewasa yang tidak mungkin hilang  bahkan tidak bisa diganti idealisnya dengan bentuk apapun dalam berbagai sisi kehidupannya, kemana pergi dan dimana saja bekerja maka yang pertama yang ditanamkan Nabi Ibrahim as pada dirinya, anak-anaknya maupun kepada isterinya yaitu sifat kritis yang membangun demi sebuah perubahan (change) dan kebaikan untuk orang banyak, coba kita telusuri masih usia balita ia telah mencoba mengkritisi hakikat alam semesta, mempertanyakan usaha ayahnya menjual  berhala (tapekong) bahkan Nabi Ibrahim as tak gentar mengkritisi pemerintah di saat sang penguasa raja otoriter Namruj menerapkan sistem kekuasaan otoriter  diktator dengan konsep serba tunggal (single mayority) di tangannya bahkan untuk menyembah Tuhan harus seizinnya sebagai penguasa tunggal. Oleh karena itu kritis dalam berbagai hal harus tetap aktual dalam konteks kemaslahatan bersama, karena dengan sikap ini membuat menjadi orang yang maju dan kita tidak membiarkan bentuk kemungkaran dan kezaliman terus berkembang biak, kritis yang positif akan membuat hidup  individu, keluarga, masyarakat dan bangsa akan menjadi tatanan kehidupan sejahtera lahir bathin. Sehingga Allah Swt, mengutuk siapa saja yang membiarkan kemungkaran merajalela tanpa mau mengkritisinya dan bahkan Allah Swt, sangat membencii sebagai aktor kemungkaran itu sendiri, hal ini dinyatakan dalam firman-Nya QS.Al Maidah ayat 78-79:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (٧٨)كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (٧٩)

“Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.”

Sikap kritis ini telah berkembang dalam era demokratisasi dan reformasi sekarang ini, sehingga sangat mengembirakan kita semua sesuai dengan hak azazi yang kita miliki yang dijamin dalam konstitusi dasar negara, namun saying beribu kali sayang  sikap kritis dan demokrasi kadangkala salah diartikan dan bahkan kebablasan, kebebasan menganut sebuah ajaran tanpa memperhatikan syari’at, sehingga jangan heran muncul orang yang mengaku sebagai nabi dan rasul gadungan, ajaran bebas berbuat apa saja, permintaan persamaan hak antara wanita dengan laki-laki, ingin minta pengakuan jenis kelamin di luar laki-laki dan wanita, kalau laki-laki boleh berpoligami (beristeri lebih dari satu), kenapa perempuan tidak boleh poliyandri (punya suami lebih dari satu), membolehkan mengauli isteri-isteri secara bersamaan, mau bebas berbicara, mengeluarkan ide dan pendapat bahkan masih banyak slogan-slogan yang hampir mirip sekali lagi bahwa faham seperti adalah sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu sebagai orang mukmin yang hanif jangan sampai terjerumus dengan sikap kristis yang tidak sesuai dengan norma  Islam yang pada akhirnya menghantarkan kita ke lembah kemusyrikan dan menentang hukum Allah Swt.
Berbagai ajaran sesat hari ini terus muncul, tumbuh dan berkembang dimana-mana sehingga ummat Islam terus berkecimpung dalam kesesatan kecuali mereka yang rahmati Allah Swt. Tidak ragu lagi, semua kesesatan ini memang dibiarkan bahkan sebahagiannya dibantu pendanaannya dengan tujuan agar Diinul Islam menjadi bengkok tidak karuan. Musuh-musuh bersatu padu dan membelanjakan harta mereka untuk merusak Islam dan menguasai kaum muslimin tanpa bisa kita kritisi. Dengan mengatasnamakan kepentingan hak azazi manusia, kepentingan nasional dan persatuan bangsa, kaum muslimin dipaksa untuk menerima kemusyrikan dan kesesatan itu. Satu kelompok dipilah sebagai kelompok moderat yakni kelompok kaum muslimin yang mau bertoleransi dengan kemusyrikan dan kemunkaran, yang lainnya dikatagorikan garis keras, radikal bahkan teroris, yakni kelompok kaum muslimin yang berpegang tegung kepada Al-qur’an dan As-Sunnah dan mengobarkan semangat Jihad.
Telah tiba saatnya kita aktualisasikan sikap kristisnya Nabi Ibrahim as menentang kezaliman dan kediktatoran pemerintah dengan sikap kritis kita untuk kepentingan bersama sebagaimana yang dimiliki Nabi Ibrahim as, dalam mengajak mausia dan Raja Namruz dengan bijaksana, berbicara dari hati ke hati tanpa melalui kekerasan, apalagi cara anarkis. Mari kita kobarkan dakwah Islam dalam berbagai kesempatan demi kejehteraan hidup manusia dunia akhirat. Walapun yang pada akhirnya ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim as ditentang mentah-mentah oleh sang raja bahkan Nabi Ibrahim as dibujuk dengan iming-iming jabatan, tahta dan wanita, ia tetap menjaga prinsip hidupnya.  Dengan sikap dan prinsipnya itu Nabi Ibrahim as dihadapkan dalam sebuah mafia peradilan yang penuh direkayasa, divonis hukuman dibakar hidup-hidup, tapi Nabi Ibrahim as tetap dalam keyakinannya untuk meng-Esakan Allah Swt. Dengan keyakinannya yang mantap Allah Swt. menyelamatkan Nabi Ibrahim as dari kobaran api yang menyala-nyala.

الله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Berbahagia.
5.      Meninggalkan Generasi Yang Melanjutkan Dakwah Islamiyah.
Seorang imamah (pemimpin)  sudah seyogianya kwatir akan kelangsungan penanaman dan penyebaran nilai-nilai ajaran Islam. Sosok pribadi dan kepemimpinan Nabi Ibrahim as terdapat kekhawatiran yang sangat dalam bila tidak ada generasi baru sebagai tonggak estafet yang akan melanjutkan keberlangsungan penanaman dan penyebaran nilai-nilai yang datang dari Allah swt., karena itu ia amat mendambakan adanya kehadiran anak, tidak semata-mata untuk melanjutkan keturunan apalagi hanya sekadar mewariskan harta dan tahta, namun yang urgen adalah anak keturunan yang bisa melanjutkan misi perjuangan dakwah Islamiyah, karenanya ketika usianya semakin tua renta ia sangat kekhawatiran semakin dalam yang membuatnya harus menikah lagi dengan Siti Hajar sehingga lahirlah anak yang diberi nama dengan Ismail, bahkan dari Siti Sarah yang merupakan isteri pertama yang sudah tua lahir pula anak yang diberi nama dengan Ishak, karenanya Nabi Ibrahim amat bersyukur atas karunia Allah Swt, sehingga dalam do’anya ia menyatakan dalam QS. Ibrahim ayat : 39-40:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ (٣٩)رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (٤٠)

“Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”

Oleh karena itu, setiap kita punya keharusan untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah, dakwah dalam arti yang luas yakni mengajak, menyeru dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah swt dengan berbagai cara yang baik. Tugas ini merupakan tugas yang penting dan mulia karena melanjutkan tugas para nabi, tugas yang amat dibutuhkan oleh manusia, karena orang baik membutuhkan dakwah apalagi orang yang belum baik. Namun untuk melaksanakannya amat dibutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dana dan segala yang kita miliki. Oleh sebab itu, manakala kita melaksanakan tugas dakwah dan orang yang kita dakwahkan menjadi baik, maka pahala kebaikannya akan kita dapatkan juga, Rasulullah saw bersabda:

مَن دَلَّ عَلَى خَيْرِ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِفَاعِلِهِ

 “Barangsiapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmizi).
  
Tidak berlebihan rasanya jika kembali mencoba mengaktualisasikan dalam kondisi zaman sekarang ini apalagi era demokratisasi setiap pemimpin menyiapkan generasi yang sholeh dalam rangka kemaslahatan ummat Islam, yang jika dibandingkan  tidak sedikit para penguasa yang telah habis masa jabatan justru malah hanya menyiapan putra mahkota atau penguasa yang masih memimpin sebagai pasangan petahana (incumbent) dalam rangka mempertahankan kekuasaan semata-mata untuk menutupi kebobrokkan selama ia berkuasa, meskipun rasanya kita juga tidak boleh apriore petahana mewariskan kekuasaan, namun yang terpenting adalah putra mahkota mampu membawa  ummatnya untuk kemaslahatan dunia dan akhirat serta untuk mengemban risalah Islam.

الله اكبر. الله اكبر ولله الحمد.
Kaum Muslimin dan Muslimat Sidang Shalat Ied Rahimakumullah.
Dalam situasi dan kondisi kehidupan diri, keluarga dan masyarakat kita sekarang, nilai-nilai pelajaran yang begitu banyak dari Nabi  Ibrahim as menjadi amat penting untuk kita gali dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga perjalanan hidup kita selalu dalam kebaikan dan kebenaran. Oleh karena itu, mengambil pelajaran dari kehidupan Nabi Ibrahim as dan keluarganya, sangat dituntut untuk mau mentaati segala ketentuan yang datang dari Allah swt, suka atau tidak suka, berat atau ringan. Sebagaimana firman Allah QS. An Nur ayat : 51:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”

Akhirnya marilah kita songsong kehidupan hari esok dengan keyakinan yang kuat dan kebersamaan yang kokoh dalam rangka kebaikan dan kebenaran, kejehateraan dan kebersamaan kita, dengan cara melandasi mewariskan iman dan taqwa kepada anak keturunan kita sebagaimana yang telah diwaris Nabi Ibrahim as kepada anak cucunya. Bukakankah perjuangan Nabi Ibrahim as dan keluarganya telah lebih dahulu mengimplementasikan segenap perjuanganya sehingga ketika Nabi Ibrahim as meninggalkan dunia yang fana ini ia lihat anak-anaknya menjadi orang-orang sholeh dan pembangunan yang ia wariskan hanya semata-mata pembangunan yang memabangun nurani umat manusia yaitu meninggalkan negeri yang aman yang selalu dikunjungi oleh manusia setiap tahunnya. Demikian khutbah ini semoga bermamfaat adanya untuk kita semua.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

خطبة الثانية
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد.
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ.

Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا.

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini.

اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا.

Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.

اللهم اجعلنا حجامبرورا وسعيا مشكورا وذنبا مغفورا وعملا صلحا ومقبولا وتجارة لن تبورا

Ya Allah, jadikanlah haji kami haji yang diterima, dan sa’i yang bersyukur, dosa yang  mendapat ampunan, amalan yang shaleh dan yang diterima serta perniagaan yang tidak mengandung kerugian.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم.

Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبادَاللهِ اِناللهَ يَأمُرُ بِاالعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

MACAM-MACAM KARAKTERISTIK PEMBAHARUAN PEMIKIRAN DI INDONESIA


A.    PENDAHULUAN
Di sebagaian umat Islam tradisional hingga saat ini tampaknya ada perasaan masih belum mau menerima apa yang dimaskud dengan pembaharuan Islam. Hal ini, antara lain disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaharuan Islam. Mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajarasn Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul kepribadiannya, Sedangkan ulama yang ada sekarang dipandang kurang  mendalam ilmu agamanya, kurang taat beribadahnya, dan kurang baik budi pekertinya. Oleh karena itulah merteka masih beranggapan bahwa pemikiran ulama di abad yang lampau sedah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran ulama sekarang.
Pembaharuan Islam sebenarnya bukan sebagaimana yang dipersepsikan oleh sementara kaum tradisional di atas. Pemabaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajauan ilmu pengetahuan dan tekhnologi moderen. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks Al Quran maupun teks Hadis, melainkan hanya menyesuaikan pemahaman atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dilakukan karena betapaun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekuarangnyanya dan selalu dipengarhui oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya, Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan  dan masih dapat digunakan tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Mengkaji berbagai upaya pembaharuan berikut pemikiran, tokoh-tokoh, organisasi, strategi dan keberhasilannya selain berguna untuk kepentingan akademisi juga berguna sebagi bahan perbandingan untuk melakukan pembaharuan di Indonesia. Dalam kaitan ini kita merasa perlu menkaji pengertian pembaharuan Islam tersebut, pemikiran-pemikiran dan tokoh-tokoh pembaharuan serta strategi yang diterapkan pada setiap ide pembaharuannya yang dimaksud.
Dari deskripsi tersebut terlihat kemajuan Islam. Kini umat Islam tengah memikirkan bagaiamna cara memajukan dirinya. Pembaharuan terjadi di hampir negara termasuk di Indonesia. Pembaharuan tersebut masih tersus berkembang dan berlangsung untuk menncapai tujuannya yang diinginkan. Sementara itu berbagai penelitian ahli terhadap fenomena pembaharuan Islam terus berlanjut baik  melalui publikasi baik dalam bentuk buku, artikel maupun dakwah dengan lisan dan sebagainya.Keadaan demikian, mencullah suatu bidang studi pembahauan dalam Islam.
Telah banyak penelitian yang dilakukan para ahli yang mengambil tema di sekitar pemikiran modern dalam Islam Makalah singkat ini akan mencoba mengupas macam-macam karakteristik pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia baik dilihat dari aspek ketokohan maupun dari aspek organisasi. Dan untuk itu penulis akan emncukup dengan dari aspek tokoh hanya akan menampilkan sosok KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dan aspek organisasi yaitu Muhammadiyah, Nadlatul Ulama dan Persatuan Islam. Karena terbatasnya ruang dan tempat penyajian yang cukup mewakili pembaharuan dalam Islam yang merupakan awal tongkak pembaharuan di Indonesia.

B.     PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
1.      Pembaruan Pemikiran dalam Islam
Pembaruan atau pemurnian dalam bahasa Arab جددوا “ yang  secara  etimologi  berakar pada kata (جديد ), yang menunjukan kepada tiga arti pokok : (1) keagungan, (2) bahagian, (3) pegangan. Kata ini kemudian berubah menjadi ( جدد ) yang berarti “memperbaharui” sebagai lawan dari usang.[1] Kata “baru” dalam konteks bahasan ini, menghimpun tiga pengertian yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yakni :  (1) barang yang diperbaharui pada mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain; (2) barang itu dilanda zaman sehingga menjadi usang dan ketinggalan zaman; (3) barang itu kembali diaktualkan dalam bentuk kreasi baru.[2]
Dalam bahasa Indonesia telah selalu dipakai kata pembaharuan, modern, modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam ”aliran-aliran modern dalam Islam” dan “Islam dan modernisasi”. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat-sistiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu-pengetahuan dan tekhnologi modern.[3] Sebagaimana halnya di dunia Barat, dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu-pengetahuan dan tekhnologi modern itu.
Al-Qumi mendefinisikan tajdid sebagai menghidupkan kembali amalan al Quran dan al Sunnah yang pernah aktual dan menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan kedua sumber tersebut.[4] Sementara itu, Al-Qari menyatakan bahwa tajdid adalah membedakan antara sunnah dan bid’ah; memperjelas kandungan sunnah dan memuliakan ahlinya, serta menghancurkan bid’ah dan memerangi ahlinya.[5]
Prof. Dr. H. Harun Nasution mendefenisikan Pembaruan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.[6] Dengan demikian menurutnya bahwa pembaruan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks Alquran maupun teks Al-Hadis, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman.  
Hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu, tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang munkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan. Tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.[7] Selain itu pembaruan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang teradapat di dalam Alquran dan Al-Sunnah. Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Alquran dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.[8]
Dengan demikian, tajdid (pembaruan) adalah sesuatu yang pernah aktual pada awalnya, tetapi karena perkembangan waktu, sesuatu tidak menjadi baru lagi dan untuk mengaktualisasikan kembali harus mengacu pada konteksnya semula.

2.      Urgensi Pembaharuan Pemikiran dalam Islam
Alquran misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta tekhnologi secara seimbang: hidup bersatu, rukun dan damai sebagai suatu keluarga besar: bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihan, dan lain sebagainya. Namun kenyataan umatnya menunjukan keadaan yang berbeda. Sebagian besar umat Islam hanya menguasai pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern tidak dikuasainya bahkan dimusuhinya; hidup dalam keadaan penuh pertentangan dan peperangan, satu dan lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup apa yang ada, tidak ada kehendak untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja, bersikap diktator, kurang menghargai waktu, kurang terbuka dan lain sebagainya.
Sikap dan pandangan hidup seperti ini jelas tidak sejalan dengan ajaran Alquran dan Al-Sunnah, dan hal demikian harus diperbarui dengan jalan kembali kepada dua sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan demikian, maka pembaruan Islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan dengan petunjuk Alquran dan Al-Sunnah.
Untuk mendukung contoh-contoh tersebut di atas, Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide pembaruan dalam Islam dengan maksud  sepert diungkapkan di atas. Muhammad Abduh, salah seorang pembaharu di Mesir, sebagaimana dikemukakan Harun Nasution, misalnya, mengemukakan ide-ide pemabaruan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang teradapat dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang pendidikan.[9]
Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaharu dari India, berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham teologi jabariah (fatalism) diganti dengan paham qadariah (free will dan free act), perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam Alquran tidak bertentangan, karena kedua-duanya berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.[10]
Beberapa ajaran Islam (bidang muamalah) pada masa awal perkembangannya juga berada dalam kondisi aktual. Tetapi, dengan terjadinya pergeseran situasi dan kondisi, maka ajaran-ajaran itu telah banyak berubah. Oleh karena itu, untuk mengaktualisasikan ia harus dikembalikan kepada kondisi awalnya dengan mengadakan interprestasi baru. Contoh lain, “memperbarui janji”. Pada waktu pertama kali janji itu diikrarkan ia berada dalam kondisi baru, tetapi karena mengalami waktu yang panjang, maka janji itu menjadi usang, dan untuk memperbaruinya lagi ia diikrarkan kembali.

3.       Gerakkan Pemikiran Modern Islam di Indonesia.
Agama Islam masuk ke Indonesia pertama kalinya di sekitar abad XIII Masehi[11] dan perkembangan Islam tidak dicampuri  oleh sesuatu usaha pemerintah manapun juga, dimana daerah dan pulau-pulau kecil yang lain satu persatu masuk Islam, terutama dengan usaha saudagar-saudagar Islam. Ketika Islam masuk ke Indonesia, ia bukannya menjumpai masyarakat yang masih bersih dari berbagai acam ragam keyakinan hidup. Masyarakat Indonesia pra Islam adalah masyarakat yang telah memiliki kepercayaan, seperi animisme, dinamisme, Hindu maupun Budha yang diyakini dan telah menyatu dalam seluruh aspek kehidupannya sedemikian rupa. Dan ketika mereka dengan kesadarannya sendiri mau menerima seruan dan ajakan Islam, ternyata sisa-sisa kepercayaan sebelumnya tidak serta-merta ditanggalkan dari kebiasaan hidupnya. Gejala bercampur-aduknya antara kepercayaan lama dengan keyakinannya yang baru tidak mungkin dapat dihindari.
Di lain pihak, Islam yang datang ke Indonesia bukannya dibawa oleh para mubaligh yang langsung datang dari jazirah Arab, melainkan dibawa oleh para pedagang dan mubligh dari Gujarat-India. Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia ini adalah hasil pekerjaan kaum Sufi dan Mistik, sedangkan dalam masalah fiqih yang menguasai lapangan pendidikan dan pengajaran tradisional Islam di Indonesia –disamping tasawwuf- muslim Indonesia mengikuti mazhab Syafi’i.
Dari uarain singkat di atas jelaslah bahwa kondisi keberagaman masyarakat Indonesia sejak semula memang tidak menggambarkan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah, yaitu suatu agama yang sangat sederhana sekali, bernalar, dan mudah dilaksanakan.[12] Namun kedamaian umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan kehidupan keagamaan dan dakwahnya yang berlangsung selama lebih kurang tiga abad, di sekitar awal abad XVI tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa untuk mennjajah secara silih berganti antara bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda, datang ke Indonesia yang dengan  3 motif utama, yaitu motif ekonomi (gold), motof politik (glory) dan motif penyebaran agama Kristen (gospel).
Kondisi umat Islam di Indonesia seperti di atas berjalan-beratus tahun lamanya. Baru pada sekitar tahun 1803 bersamaan dengan kepulangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari menunaikan ibadah haji dan untuk sementara waktu bermukim, mereka pulang kembali ke kampung halamannya di Minangkabau dengan membawa semangat Islam yang diilhami Gerakan Wahabi yang puritan.[13] Sementara di daerah Luhak Agam para tuanku mengadakan kebulatan tekad untuk memperjuangan tegaknya syara’ sekaligus memberantas segala macam kemaksiatan yang sudah mulai semarak dikerjakan oleh kaum adat. Mereka teridri dari Tuaku Nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuaku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuaku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Kedelapan-orang inilah yang terkenal dengan julukan ‘Harimau nan Selapan’,[14] di samping itu mucul juga tokoh lain dari gerakan Paderi yang namanya cukup legendaris, yaitu Muhammad Syabab, yang kemdian terkenal dengan nama Tuaku Imam Bonjol, yang memerangi kaum adat yang penuh dengan kemusyrikan, namun dalam perjalanannya kaum adat meminta bantuan ke Belanada pada akhirnya perlawanan bukan melawan kaum adat melainkan melawan kaum kafir Belanda.
Syaik Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang lahir di Bukitttimnggi tahun 1855 ketika berusia 21 tahun pergi ke Makkah untuk belajar memperdalam pengetahuan agama Islam yang berfahamkan mazhab Syafii. Pada puncak kariernya ia menjadi imam dari mazhab Syafii di Masjidil Haram. Ia adalah sosok ulama yang cerdas, kritis dan toleran.  Di samping itu ia mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan agama Islam menurut faham mazhab Syafi’i dan mempelajari kitab-kitab dari para pembaharu Islam seperti kitab tafisir Al Manar karangan Muhamamd Abduh atau majalah Al Urwatul Wutsqa. Murid-muridnya yang datang dari Indonesia banyak yang berlajar dengan beliau, diantaranya Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Abdul Karim Amarullah (Hamka), Abdullah Ahmad, Ahmad Dahlan dan sebagainya, mereka tertarik dengan ide-ide pembaharuan yang diajarkan oleh Ahmad Khatib. Namun sebagian muridnya yang lain tetap berpegang pada mazhab Syafii antara lain, seperti Syaik Sulaiaman Ar Rasuli Candung Bukiittingi, Hasyim Asy’ari dari Jawa Timur dan sebagainya.[15]
Dari para muridnya inilah yang membawa gerakan pembahruan Islam pertama kali di Indonesia, tokoh-tokoh tersebut mayoritas muncul di Minangkabau, tokoh-tokoh tersebut mencoba memajukan anak-anak bangsa pada agama yang lurus dan ber’itikad yang betul. Tokoh ini pengetahuannya tentang Islam diakui oleh ulama-ulama Timur Tengah pada suatu konferensi Khilafat di Kairo tahun 1926.[16]
Memasuki abad XX di Indonesia, terutama di puau Jawa perjuangan menegakkan agama Islam sehingga kemuliaan Islam sebagai idealita dan kejayaan umat Islam sebagai realita dapat direalisasikan secara konkrit telah dimulai dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Umat Islam mulai saat ini menyadari bahwa cita-cita yang demikian besar lagi berat seperti di atas hanya dapat diperjuangan lebih efektif dan efisien manakala menggunakan alat perjuangan yang namanya “organisasi”.  Maka bermuculanlah berbagai Gerakan Pembaharuan dalam Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik kenegaraan seperti Syarikat Islam, Partai Islam Indonesia, Partai Islam Masyumi, Partai Muslimin Indonesia, maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan seperti As-Islah wal-Irsyad atau terkenal dengan Al-Irsyad, Persatuan Islam, dan Muhammadiyah.
Sesungguhnya dua pola perjuangan pemikiran pembaharuan seperti di atas telah ada ‘blue print’ atau cetak birunya sebagaimana yang dirintis oleh gerakan salafiyah yang ditokohi oleh Jamaluddin al-Afghany yang teori perjuanganya lebih dititik beratkan untuk merebut dan mengasai berbagai lembaga kenegaraan, terutama legislatif, dengan keyakinan bahwa dengan dikuasainya berbagai lembaga kenegaraan tersebut maka Islam akan dapat menentukan berbagai perundang-undangan, aturan, keputusan dan kebijakan negara yang benar-benar Islamy. Sedangkan pengaruh Muhamamd Abduh yang berpendapat disamping memakai teori Jamaluddin al-Afghany, ditambah  lewat pendidikan yang benar-benar Islami akan lebih melahirkan kader-kader yang siap menyebarkan ide-ide pembaharuan ke seluruh penjuru dunia, dan sekaligus menjadi pendukung yang setia untuk tampil ke depan mengisi tugas-tugas kenegaraan dan kemasyarakatan.
Dua bidang garap berupa politik dan bidang sosial kemasyarakatn seperti di atas pula yang menjadi platform gerakan  warna pembaharuan Islam di Indonesia. Yang kemudian memunculkan pemikir-pemikir pembaharu Islam di Indonesia. Jika kita gambarkan menjadi bahasan tersendiri, berikut polanya tersebut, yaitu :
1        Gerakan Politik Islam :
a.       Partai Serikat Islam Indonesia.
b.      Partai Islam Masjumi.
2        Gerakan Sosial Kemasyarakatan Islam :
a.       Al-Jamiat al-Khair :
b.      Gerakan Al-Islah wal Irsyad.
c.       Persatuan Islam (Persis).
d.      Persarikatan Muhammadiyah.
3        Gerakan Pemikiran Modern Islam :
a.       Model Prof. Dr. H. Nurkolis Madjid.
b.      Model Prof. Dr. H. Harun Nasution.
c.       Model Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA.
d.      Model Prof. Dr. H. Deliar Noer.
e.       Model Prof. Dr.H.Jalaluddin Rahmat, MA.

4.       Karakteristik Pemikiran Modern di Indonesia
Era 1970-an, diyakini banyak kalangan sebagai gerbang baru dalam kancah pemikiran Islam di Indonesia. Pada masa itulah corak pemikiran keislaman mulai bangkit gejala baru (baca: pembaharuan) yang disbut “neo modernisme”. Sosok Nurcholis Madjid (Cak Nur) kemudian dinobatkan sebagai lokomotif pembuka bagi tergelarnya wacana neo-modernisme Islam Indonesia di kemudian hari.
Pada hari ini, lebih kurang 30 tahun, gerakan pemikiran modern ini kian berkibar dan  menadapt tempat dalam konstalasi keilmuan Islam di tanah air. Hanya saja, seiring arus waktu, ia telah mengalami metamorfosa yang begitu rupa  dan berganti nama dengan “Islam liberal”. Ciri khas yang dapat ditangkap dari aliran model ini adalah kuatnya upaya guna menampakkan nuansa keagamaan (Islam) dalam bentuknya yang substansi. Pemahaman yang diusungnya adalah paradigma holistik yang oetentik dengan tetap berpijaknya pada akar tradisi. Ia tidak mengutamakan bentuk, melainkan lebih pada nilai guna sosial yang ditimbulkannya. Istilah “Islam liberal” sendiri muncul pertama kali di saat Indonesia Greg Barton menyebutnya dalam buku karangannya, Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Semenjak itu,  istilah tersebut mulai akrab di telinga khalayak Indonesia. Apalagi, ketika Charles Kurzman meluncurkan karya Wacana Islam Liberal dan digayung-sambuti dengan pendirian Jaringan Islam Liberal (JIL) oleh Ulil Abshar Abdilla dan kawan-kawan, wacana liberalisme Islam menjadi kian marak dan melahirkan kontraversi berkepanjangan. Dari waktu ke waktu, wacana ini bergulir dan membiak ke berbagai arah.[17]
Gugusan pemikiran yang bergayung modersnisme dan liberalisme kemudian semata konsumsi dan “monopoli” kalangan Islam perkotaan. Pada akademisi, mahasiswa dan aktivis kajian di berbagai tempat, mulai menjadikan wacana ini sebagai paradigma baru pemikiran Islam. Azyumardi Azrra, dalam pengantar buku ini menjelaskan bahwa satu hal yang cukup menguntungkan bagi gerakan Islam liberal di Indonesia, adalah kian dianutnya paradigma ini oleh segmen anak muda. Menurut Azra, dalam perkembangannya, neo-modernisme Islam telah menjelma menjadi wacana yang tidak terbatas pada kelompok yang dulu dianggap sebagai perintis pembaruan, seperti Muhammdiyah saja. Tapi juga telah menyebar ke dalam kasus-kasus muda yang berasal dari pesantren dan pedesaan. Salah stu contohnya adalah Abd ‘Ala. Secara praktis, paham Islam liberal sama sekali tidak menginginkan adanya segala bentuk formalisasi serta radikalisasi sikap keagamaan.
Sebaliknya, ia cenderung menempatkan Islam sebagai sebuah sistem dan tatanan nilai yang harus dibumikan selaras dengan  tafsir serta tuntutan zaman yang kian dinamis. Watak pemikirannya yang inklusif, moderat, dan plural menggiringnya untuk membentuk sikap keagamaan yang menghargai timbulnya perbedaan. Tentu saja dengan tetap menggunakan bingkai pemikiran keislaman yan viable, murni (genuine) dan tetap berpijak kukuh pada tradisi.
Berlatar belakang panorama di atas, orang kemudian mulai menghubungkan wacana semacam ini dengan paradigma pemikiran yang disusung oleh intelektual muslin terkemuka Fazlur Rahman. Tokoh reformasi asal Pakistan ini, dinilai memiliki andil besar dan pengaruh yang sangat kuat bai berseminya wacana Islam liberal di Indonesia. Hal ini – antara lain – dapat dirujuk dari kedekatan Fazlur Rahman dengan Cak Nur, pelopor dari gerakan pembaharuan Islam di Indonesia. Kebutalan Cak Nur beserta beberapa tokoh dari Indonesia (antara lain Syafi’i Ma’rif) sempat berhubungan dan beguru langsung dengan Fazlur Rahman. Cukup wajar jika pada akhirnya peran Fazlur Rahman disebut-sebut sebagi “ikon” yang melekat dalam aliran pemikiran Islam modern di neegri ini, pada konteks itulah pengaruhnya terhadap pemahaman Islam di Indonesia.
Penyingkap akan hal tersebut, terasa penting disebabkan perlunya korelasi yang jelas antara konstruksi pemikiran yang dibentuk (liberalisme) dengan landasan ideal yang menjadi pilar penyangganya. Dalam hal ini terdapat setidaknya dua signifikasi yang bisa dipungut dari pengetahuan kita akan hal tersebut. Pertama, secara teoritis keilmuan, warisan pemikiran yang digagas Fazlur Rahman, kelak berhasil menjadi arus utama (mainsteram) bagi gerakan pembaharuan Islam berikut pembiakannya di Indoneisa, pada titik inilah, gagasan ideal Fazlur Rahman sepenuhnya tak dapat dipisahkan dengan wacana keagamaan yang hegemonik di nusantara. Betapa kita lihat, pelbagai gagasan (antara lain yang sangat menonjol adalah ide penafsiran al Quran dan Hadis secara rekonstruktif dan  hidup) telah menjadi topik penting dari beragam diskusi yang marak digelar di berbagai tempat. Kedua, pemikiran Fazlur Rahman pada akhirnya menawarkan altenatif baru serta perspektif lain bagi kesadaran teoligi (sebagian) umat Islam di Indonsia.
Konsep pendekatan holistik (yang dikenal dengan teologi Quran) yang dosodorkan, serta merta telah menbuka cakrawala pandang baru yang fungsional, liberal dan applicable dalam merespon problema sosial kemanusian mutakhir. Paradigma keislaman di Indonesia telah menampakan hasil yang gemilang. Bukan saja dari tawaran pembaharuan yang diretasnya, namun lebih dari itu, ia  menyisakan sejumlah “organisme” pemikiran yang sangat berharga dan sarat dengan nilai-nilai liberal yang kontekstual, transformatif dan juga otentik.
Oleh karenanya, ke depan, diskursus pemkiran pembaharuan Islam di Indonesia tetap layak untuk digulirkan dan dikaji secara lebih menarik, di tengah kondisi kehidupan dalam global vilage ini, Islam bisa hadir sebagai perekat solidoritas sosial yang senantiasa mengupayakan keadilan beragama serta keberagamaan yang adil. Pada titik inilah pemabaharuan pemikiran sebagai wahana kreasi ulang (re-ceration) bagi kiprah dan perjalanan pembaharuan Islam di tanah air. Kini dan di masa mendatang, diharapkan akan menjadi cermin cemerlang bagi lahirnya iklin keberagaman yang damai dan lapang.

Footnoot:

[1] Lihat, Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’zam Maqayis al-Lughah, Dar al-Fikr li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, Bairut, 1979, juz I, hlm. 306
[2] Lihat, Rifyal Ka’bah dan Busthami Sa’ad, Reaktualisasi Ajaran Islam, (Pembaharuan Agama visi Modernis dan Pembaharuan Agama visi Salaf), Minaret, Jakarta, 1987, hlm. 50
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan  Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, cet. I, hlm. 11
[4] Pernyataan al-Qumi diatas dikutip oleh, Muhammad ‘Abd al-Rauf al-Mannawi, Faidh al-Qadir bi Syarh al-Jami’ al-Shagir, Dar al-Fikr, Bairut, 1972, hlm. 52
[5] Pernyataan al-Qari tersebut diatas dikutip oleh, Abi Thayyib Muhammad Syam al-Haq al-‘Azhim Abadi, ‘Aun al-Ba’dud Syarh Sunnah Abi Dawud, Dar al-Fikr, Bairut, 1972, Juz XI, hlm. 396.
[6] Harun Nasution, Op.,Cit., hlm. 10
[7] Abuddin  Nata, Metodologi Studi Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 379
[8] Ibid.
[9] Harun Nasution, Op.,Cit., hlm. 57
[10] Ibid., hlm. 172
[11] Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Op.,Cit., hlm. 75
[12] Lihat QS. Al-Hajj-22: 78)
[13] Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Op.,Cit., hlm. 84
[14] Ibid.
[15] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1990-1942, LP3ES, Jakarta, hlm. 38-39
[16] Ibid., hlm. 47