Kamis, 26 Juli 2012

Amalan-amalan Bulan Ramadhan

AMALAN-AMALAN BULAN RAMADHAN

Muqadimah.                                                                                                  
Ramadhan sering disebut dengan bulan ibadah, bulan sabar, bulan perjuangan, bulan beramal baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan pembebasan dari neraka, bulan kemenangan atas nafsu, dan kemenangan. Dimana pada bulan tersebut, Allah Swt melimpahkan banyak kerunia kepada hamba -Nya dengan dilipatgandakan pahala dan diberi jaminan ampunan dosa bagi siapa yang bisa memanfaatkannya dengan sungguh-sungguh momentum bulan tersebut. Selain puasa yang Allah wajibkan pada bulan Ramadhan dan ada juga yang disunahkan pada bulan tersebut, yang akan diuraikan sebagaimana tersebut di bawah ini.
Beberapa Amalan Penting.
Sebagaimana yang telah disebut di atas, bahwa selain kewajiban puasa dalam bulan Ramadhan dan ada beberapa amal-amalan yang nilai pahalanya dilipatgandakan oleh Allah Swt untuk ummat Nabi Muhammad Saw, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, kewajiban puasa.
Dalam berbagai perintah kewajiban puasa Ramadhan merupakan perintah wajib sebagaimana yang telah difirmankan Allah Swt, dalam QS. Al Baqarah: 183 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sementara itu dalam berbagai hadis Nabi Saw, juga bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
"Setiap amalan anak cucu Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla  berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim).
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sesuatu yang tidak dipungkiri, bahwa pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang  hanya berpuasa sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Saw:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra) ini merupakan kiasan bahwa Allah Swt tidak menerima puasa tersebut.
Demikian juga seharusnya jika sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan kata-kata kotor, membaut kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka jika berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota tubuh, jangan jadikan sama antara hari saat berpuasa dengan tidak berpuasa.
Kedua, Qiyamul Lail.
Qiyamul lail disebut juga dengan shalat taraweh atau shalat malam, sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah Swt berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا  وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (QS. Al-Furqan: 63-64).
Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Saw dan para sahabatnya, Siti 'Aisyah ra berkata, "Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkannya. Apabila beliau sakit atau melemah maka beliau shalat dengan duduk." (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Umar bin Khathab ra biasa melaksanakan shalat malam sebanyak yang Allah Swt kehendaki sehingga apabila sudah masuk pertengahan malam, beliau bangunkan keluarganya untuk shalat, kemudian berkata kepada mereka, "al-shalah, al-Shalah." Lalu beliau langsung membaca:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)
Dan Umar bin Khathab juga biasa membaca ayat berikut:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?" (QS. Al-Zumar: 9)
Ibnu Umar ra berkata, "Luar biasa Utsman bin Affan ra, Ibnu Abi Hatim berkata: "Sesungguhnya Ibnu Umar berkata seperti itu karena banyaknya shalat malam dan membaca Al-Qur'an yang dikerjakan amirul Mukminin Utsman bin Affan ra sehingga beliau membaca Al-Qur'an dalam satu raka'at." Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih hendaknya mengerjakannya bersama jama'ah sehingga akan dicatat dalam golongan qaimin, karena Nabi Saw pernah bersabda: "Siapa yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, maka dicatat baginya shalat sepanjang malam." (HR. Ahlus Sunan).
Ketiga, Shadaqah.
Rasulullah saw adalah manusia paling dermawan, bahkan beliau lebih demawan ketika di bulan Ramadhan, menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang berhembus dengan lembut. Sehingga wajar sekali beliau bersabda: "Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada bulan Ramadhan." (HR. al-Tirmidzi dari Anas). Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di bulan Ramadhan ini adalah:
1.   Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa Rasulullah Saw bersabda: "Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun." (HR. Ahmad, Nasai, dan dishahihkan al-Albani). Dalam hadits Salman ra: "Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya." Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan.
2.    Memberi makan Allah Swt menerangkan tentang keutamaan memberi makan orang miskin dan kurang mampu yang membutuhkan, dan balasan yang akan didapatkan dalam firman-Nya:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا  فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا  وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera." (QS. Al-Nsan: 8-12).
Ulama salaf sangat memperhatikan memberi makan dan mendahulukannya daripada amalan ibadah, baik dengan mengeyangkan orang lapar atau memberi makan saudara muslim yang shalih. Dan tidak disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang yang fakir saja, sebagaimana Rasullullah Saw bersabda: "Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah silaturahim, dan shalatlah malam di saat manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani). Sebagian ulama salaf ada juga yang mengatakan bahwa: "Aku mengundang sepuluh sahabatku lalu aku beri mereka makan dengan makanan yang mereka suka itu lebih aku senangi dari pada membebaskan sepuluh budak dari keturunan Islmail." Beberapa ulama yang memberi makan untuk orang lain padahal mereka sedang berpuasa, seperti Abdullan bin Umar, Dawud al-Tha'i, Malik bin Dinar, dan Ahmad bin Hambal Ra, dan Ibnu Umar, tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Sementara sebagian ulama salaf lain yang memberi makan saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi ia tetap membantu mereka dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan al-Bashri dan Abdullah bin Mubarak. Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa orang dari Bani Adi shalat di masjid ini. Tidaklah salah seorang mereka makan satu makananpun dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang makan bersamanya maka ia makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan makanannya ke masjid dan ia memakannya bersama orang-orang dan mereka makan bersamanya.”
Keempat, Tadarus Qur’an.
Bulan Ramdhan sering juga dikenal dengan bulan tadarus Quran, ketika malam sudah mulai menyelimuti seluruh pelosok tanah air, maka lantunan suara-suara al-Quran dari para remaja remaji, orang-orang tua, bahkan sampai kepada anak-anak kecil terdengar dari surau-surau, langgar, musallah dan masjid, bahkan mereka menghidupkan malam Ramadhan  dengan tadarusan sampai terbit fajar subuh menyinsing di ufuk timur. Bulan Ramadhan merupakan bulan rahmat, bulan maghfirah dan bulan yang penuh dengan keutamaan, termasuk didalamnya membaca al-Quran, mengisi waktu kosong, mengisi waktu istirahat dengan membaca al-Quran merupakan suatu tindakan yang utama, disamping bacaannya yang berfaedah juga memelihara seseorang yang sedang melaksanakan puasa dari perbuatan dan perkataan yang dapat merusak atau yang membatalkan nilai puasa. Al-Quran merupakan bacaan yang mulia dan diturunkan dalam bulan Ramadhan sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS. Al Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. (١٨٥)
”(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Membaca al-Quran adalah bernilai ibadah disisi Allah Swt, sehingga bagi yang membaca al-Quran dalam keadaan shalat maka baginya akan memperoleh dari setiap huruf yang diacanya sebanyak 50 kebaikan, barang siapa yang membaca al-Quran diluar shalat dalam keadaan berwudhuk maka baginya setiap hurfnya 25 kebaikan, dan barangsiapa yang membaca al-Quran dengan tidak berwudhuk maka baginya setiap hurufnya pahala 10 kebaikan.
Perumpamaan orang mukmin yang mau membaca al-Quran bagaikan buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak, perumpamaan orang mukmin yang tak mau membaca al-Quran bagaikan seperti buah kurma, tidak ada baunya tapi rasanya manis. Sedangkan seorang munafik yang membaca al-Quran seperti buah raihanah, baunya harum dan rasanya pahit. Sementara perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Quran bagaikan buah hanzalah, tidak ada baunya dan rasanyapun pahit.
Rasulullah saw bersabda : "Perumpamaan orang Mukmin yang membaca al-Quran seperti buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak. Dan Perumpamaan orang Mukmin yang tidak membaca al-Quran seperti buah korma, tidak wangi dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca al-Quran seperti buah raihanah baunya enak dan rasanya pahit. Dan Perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Quran seperti buah hanzhalah, tidak beraroma dan rasanya pahit." (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima, Duduk di Masjid Ba’da Shubuh Sampai Matahari Terbit.
Rasulullah Saw apabila shalat Shubuh beliau duduk di tempat shalatnya hinga matahari terbit (HR. Muslim). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah Saw beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Siapa shalat Shubuh dengan berjama'ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu shalat dua raka'at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna, sempurna, sempurna." (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Keutamaan ini berlaku pada semua hari, demikian juga jika dikerjakan di bulan Ramadhan, tentu dengan bersemangat menggapainya. Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Quran,  dalam bulan inilah Al-Qur`an pertama kali turun dari lauhul mahfuz ke langit dunia sekaligus.
Keenam, Itikaf.
Rasulullah Saw senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari (1/3 terakhir). Sedangkan pada tahun akan diwafatkannya, beliau beri'tikaf selama 20 hari.  I'tikaf merupakan ibadah yang berkumpul padanya bermacam-macam ketaatan berupa: tilawah, shalat, dzikir, doa dan lainnya. Bagi orang yang belum pernah melaksanakannya, i'tikaf dirasa sangat berat, namun pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah Swt mudahkan. Maka siapa yang berangkat dengan niat yang benar dan tekad kuat pasti Allah Swt akan menolongnya. Dianjrukan i'tikaf di sepuluh hari terakhir adalah untuk mendapatkan Lailatul Qadar. I'tikaf merupakan kegiatan menyendiri yang disyariatkan, karena seorang yang beri'tikaf mengurung dirinya untuk taat kepada Allah Swt dan mengingat-Nya, memutus diri dari segala kesibukan yang bisa mengganggu darinya, ia mengurung hati dan jiwanya untuk Allah Swt dan melaksanakan apa saja yang bisa mendekatkan kepada-Nya, orang beri'tikaf, tidak ada yang dia inginkan kecuali hanya mendapat ridha Allah Swt.
I`tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. I`tikaf disunahkan bagi laki-laki dan perempuan; karena Rasulullah Saw. selalu beri`tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut I`tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I`tikaf memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur`an, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain
Ketujuh, Melaksanakan Umrah.
Telah diriwayatkan dari Nabi Saw, beliau bersabda:
عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ
"Umrah pada bulan Ramadhan menyerupai haji." (HR. Al-Bukhari dan Muslim),
Dalam riwayat lain disebutkan, "seperti haji bersamaku." Sebuah kabar gembira untuk mendapatkan pahala haji bersama Nabi Saw.
Kedelapan, Meingintai Lailatul Qadr.
Firman Allah dalam QS. Al Qadr ayat 1-5:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣) تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (٤) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (٥)
1. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1]. 2. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? 3. malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. 4. pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. 5. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailat Al-Qadar, suatu malam yang oleh Al-Quran “lebih baik dari seribu bulan”. Tetapi apa dan bagaimana malam itu? Apakah ia terjadi sekali saja yakni malam ketika turunnya Al-Quran 15 abad yang lalu, atau terjadi setiap bulan Ramadhan  sepanjang masa? Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya, dan benarkah ada tanda-tanda fisi material yang menyertai kehadirannya (seperti membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan dan sebagainya)? Bahkan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam Al-Qadar itu. Yang pasti dan harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran bahwa, “Ada suatu malam yang bernama Lailat Al-Qadar, dan bahwa malam itu adalah malam yang penuh berkah, dimana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan.”
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Qadr ayat 1-5, tersebut di atas. Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah firman Allah dalam QS. Ad Dukhoon: 3-6:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (٣)فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (٤)أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (٥)رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (٦)
3.”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[2] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. 4. pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah[3], 5. (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, 6. sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Lailatul qadar merupakan malam kemulian yang diperkirakan turun pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan terutama pada malam-malam ganjil. Ummat Islam dianjurkan menghidupkan malam-malam ganjil tersebut.  Untuk menghidupkan malam-malam tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memperbanyak shalat sunat, memperbanyak zikir, membaca Alquran serta mengagungkan nama Allah SWT. Lebih bagus jika dilakukan dengan cara beri’tikaf di masjid sambil melakukan ibadah-ibadah sunnah tersebut. Bagi kaum muslimin yang meraih malam kemulian lailatul qadar, akan terasa dalam dirinya ketenangan dan kekhusukan beribadah serta diiringi suasana alam yang sejuk, tiada hujan atau panas pada pagi harinya. Bagi mereka yang dianugerahi malam lailatul qadar akan mendapat kan kebahagian serta kemakmuran dunia dan akhirat atau dengan kata lain perubahan dalam hidupnya.
Kesembilan, Memperbanyak Zikir, Tahlil, Istighfar dan Berdoa.
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir, tahlil, istighfar dan doa, khususnya lagi berdoa pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:
·         Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
·         Sepertiga malam terkahir saat Allah swt turun ke langit dunia dan berfirman: “Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti AKU ampuni dia.”
·         Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah swt firmankan : “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18)
Orang yang berpuasa ketika berbuka adalah salah satu orang yang doanya mustajab. Oleh karenanya perbanyaklah berdoa ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka. Berdoalah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita sesama muslim di belahan dunia.
Penutup.
Sesungguhnya berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri, tapi juga mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. Ini sebagai bentuk pembenaran akan janji Allah Swt adanya pahala yang berlipat. Sekaligus juga sebagai pemuliaan atas bulan yang penuh barakah dan rahmat.


[1] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran.
[2] Malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
[3] Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk dan sebagainya.

Minggu, 22 Juli 2012

Sejarah Disyariatkan Puasa Ramadhan

Sejarah Syariat Puasa Ramadhan

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, puasa merupakan amal ibadah klasik yang sebelum mewajibkan puasa Ramadhan bagi kaum Muslimin tahun ke-2 hijriyah, Allah SWT telah mensyariatkan puasa kepada para nabi terdahulu, tatkala Rasulullah Saw, beliau sudah mengalami sembilan kali puasa Ramadhan.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
1.  Puasanya kaum sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta;
2.    Puasa dari berkata-kata, sebagaimana praktek puasa kaum Yahudi, hal mana yang telah dikisahkan Allah SWT dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (٢٦)
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".
3.  Puasa dari seluruh atau sebagian dari perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian kaum Yahudi, dan puasa-puasa golongan lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum itu sendiri.
4.   Sementara kewajiban puasa bagi orang beragama Islam, mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaannya. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.
Kewajiban puasa Ramadhan telah ada di dalam syariat umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad Saw, sebagaimana jelas di dalam ayat QS. Al-Baqarah: 183.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang sebelum kita adalah orang Nashrani, sebagian lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ahlul kitab, sebagian yang lain mengatakan bahwa mereka adalah semua manusia sebelum kita, mereka dahulu berpuasa Ramadhan penuh. Lihat atsar-atsar mereka di dalam Tafsir Ath-Thabary ketika menafsirkan ayat yang mulia ini.
Kemudian Ibnu Jarir Al-Thabari menguatkan bahwa pendapat yang paling dekat adalah yang mengatakan bahwa mereka adalah ahlul kitab, dan beliau mengatakan bahwa syariat puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan adalah ajaran Nabi Ibrahim as, yang Rasulullah Saw dan ummatnya diperintahkan untuk mengikutinya. (Lihat Tafsir Ath-Thabary, tafsir Surat Al-Baqarah: 183). Ibnu Jarir Al-Thabari, mengatakan syariat puasa pertama diterima oleh Nabi Nuh as setelah beliau dan kaumnya diselamatkan oleh Allah SWT dari banjir bandang. Nabi Daud as melanjutkan tradisi puasa dengan cara sehari puasa dan sehari berbuka. Dalam pernyataannya Nabi Dawud as berkata: “Adapun hari yang aku berpuasa di dalamnya adalah untuk mengingat kaum fakir, sedangkan hari yang aku berbuka untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT.” Pernyataan Nabi Dawud as tersebut ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya yang berbunyi:
“Sebaik-baiknya puasa adalah puasa Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka.” (HR. Muslim).
Nabi Musa as kemudian mewarisi tradisi berpuasa, menurut para ahli tafsir, Nabi Musa as dan kaum Yahudi telah melaksanakan puasa selama 40 hari sebagaimana dalam QS. Al Baqarah: 40:
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (٤٠)
“Hai Bani Israilingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”
Salah satunya jatuh pada tanggal 10 bulan Muharram yang dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT dari kejaran Firaun. Puasa 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah dan Rasul Saw menegaskan umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan. Untuk itu agar ada perbedaanya maka Rasulullah Saw kemudian mensyariatkan puasa sunah setiap tanggal 9 dan 10 Muharram, selain untuk membedakan puasa kaum Yahudi, juga ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.
Ibunda Nabi Isa as juga melakukan puasa yang berbeda dengan para pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun saja. Allah SWT berfirman:
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (٢٦)
“Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.” (QS. Maryam: 26).
Keempat riwayat di atas merupakan sejarah puasa ummat yang memeluk agama samawi yang menjadi rujukan  disyariatkannya puasa dalam syariat Islam. Adapun puasa agama ardhi (agama buatan manusia), kendati sama sekali bukan rujukan namun mereka juga telah melakukan puasa dengan bentuk yang berbeda-beda. Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, Rasululullah Saw telah memerintahkan kaum Muslimin puasa Hari Asyura pada setiap tanggal 9 dan 10 Muharram. Namun begitu perintah puasa Ramadhan tiba, puasa Asyura yang sejatinya ditambah satu hari oleh Rasulullaah Saw menjadi puasa sunah.
Demikianlah sejarah disyriatkan puasa yang diwajibkan terakhir dan tetap demikian hingga hari kiamat. (Lihat keterangan Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma'aad 2/30). Menurut Imam Ibnul Qoyyim ra mengatakan: “Tatkala menundukkan jiwa dari perkara yang disenangi termasuk perkara yang sulit dan berat, maka kewajiban puasa Ramadhan tertunda hingga setengah perjalanan Islam setelah hijrah.” Ketika jiwa manusia sudah mapan dalam masalah tauhid, sholat, dan perintah-perintah dalam Al-Qur’an, maka kewajiban puasa Ramadhan mulai diberlakukan secara bertahap. Tingginya tingkat kesulitan dalam melaksanakan puasa menjadikan syariat ini turun belakangan setelah perintah haji, shalat dan zakat. Wajar jika kemudian ayat-ayat tentang puasa Ramadhan turun secara berangsung-angsur, dalam dua tahap, yaitu:
Pertama, dalam bentuk Takhyiir (option) bahwa perintah wajib puasa Ramadhan dengan pilihan. sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 183-184 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١٨٤)
183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” 184. “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Pada fase ini dimana kaum Muslimin boleh memilih berpuasa atau tidak berpuasa, namun mereka yang berpuasa lebih utama dan yang tidak berpuasa diharuskan membayar fidyah. Salamah bin Akwa’ berkata:
كُنَّا فِى رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامِ مِسْكِينٍ حَتَّى أُنْزِلَتْ هَذِهِ الآيَةُ (فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه(
"Dahulu kami ketika di bulan Ramadhan pada zaman Rasulullah Saw, barangsiapa yang ingin berpuasa maka boleh berpuasa, dan barangsiapa yang ingin berbuka maka dia memberi makan seorang miskin, hingga turun ayat Allah (yang artinya); Barangsiapa yang mendapati bulan (ramadhan) maka dia wajib berpuasa". (HR.Bukhari: 4507, Muslim: 1145)
Kedua, dalam bentuk perintah Ilzaam (pengharusan) kewajiban berpuasa secara menyeluruh kepada kaum Muslimin, dalam fase ini maka seorang muslim yang terpenuhi syarat wajib puasa harus berpuasa dan tidak ada pilihan lain dengan pengecualian bagi orang-orang yang sakit dan bepergian serta manusia usia lanjut (renta) yang tidak kuat lagi untuk berpuasa sebagaimana yang tergambar dalam QS. Al-Baqarah: 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٨٥)
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Awal mulanya kaum Muslimin berpuasa sekitar 22 jam karena setelah berbuka mereka langsung berpuasa kembali setelah menunaikan shalat Isya, orang yang tidur sebelum makan (berbuka puasa) atau sudah menunaikan shalat Isya maka dia tidak boleh makan, minum, dan melakukan bersetubuh hingga hari berikutnya. Namun, setelah sahabat Umar bin Khathab mengungkapkan kejadian mempergauli istrinya pada satu malam Ramadhan kepada Rasulullah Saw, turunlah QS Al-Baqarah: 187:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Dalam ayat ini menegaskan halalnya hubungan suami-istri di malam Ramadhan dan ketegasan batas waktu puasa yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari. Inilah syariat puasa dalam Islam yang menyempurnakan tradisi puasa seluruh agama samawi yang ada sebelumnya. 

Sabtu, 21 Juli 2012

Fadhilah dan Keutamaan di Bulan Ramadhan


FADHILAH DAN KEUTAMAAN DI BULAN RAMADHAN


Dengan kedatangan bulan suci Ramadhan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi setiap ummat Islam karena setiap amalan yang diperbuat selama Ramadhan akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah Swt,  bahkan dengan kemuliaan bulan Ramadhan syetan-syetan pengganggu amal manusiapun dirantai oleh Allah Swt, sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis yang riwayat oleh Imam al-Bukhari dan Muslim:
 إِذَا جَآءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَ غُلِّقَتْ اَبْوَابُ النَّارِ وَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ .(رواه بخارى  و مسلم)
“Apabila datang Ramadhan dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka dan dirantai syetan-syetan.”
Sementa itu di antara fadhilah dan keutaman Ramadhan yang dapat kita uraikan dalam kesempatan kultum hari ini yaitu:
1.      Qira’atul Quran;
Bulan Ramdhan sering juga dikenal dengan bulan tadarus Quran, ketika malam sudah mulai menyelimuti seluruh pelosok tanah air, maka lantunan suara-suara al-Quran dari para remaja remaji, orang-orang tua, bahkan sampai kepada anak-anak kecil terdengar dari surau-surau, langgar, musallah dan masjid, bahkan mereka menghidupkan malam Ramadhan  dengan tadarusan sampai terbit fajar subuh menyinsing di ufuk timur. Bulan Ramadhan merupakan bulan rahmat, bulan maghfirah dan bulan yang penuh dengan keutamaan, termasuk didalamnya membaca al-Quran, mengisi waktu kosong, mengisi waktu istirahat dengan membaca al-Quran merupakan suatu tindakan yang utama, disamping bacaannya yang berfaedah juga memelihara seseorang yang sedang melaksanakan puasa dari perbuatan dan perkataan yang dapat merusak atau yang membatalkan nilai puasa. Al-Quran merupakan bacaan yang mulia dan diturunkan dalam bulan Ramadhan sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS. Al Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. (١٨٥)
”(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Membaca al-Quran adalah bernilai ibadah disisi Allah Swt, sehingga bagi yang membaca al-Quran dalam keadaan shalat maka baginya akan memperoleh dari setiap huruf yang dibacanya sebanyak 50 kebaikan, barang siapa yang membaca al-Quran diluar shalat dalam keadaan berwudhuk maka baginya setiap hurfnya 25 kebaikan, dan barangsiapa yang membaca al-Quran dengan tidak berwudhuk maka baginya setiap hurufnya pahala 10 kebaikan.
Perumpamaan orang mukmin yang mau membaca al-Quran bagaikan buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak, perumpamaan orang mukmin yang tak mau membaca al-Quran bagaikan seperti buah kurma, tidak ada baunya tapi rasanya manis. Sedangkan seorang munafik yang membaca al-Quran seperti buah raihanah, baunya harum dan rasanya pahit. Sementara perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Quran bagaikan buah hanzalah, tidak ada baunya dan rasanyapun pahit.
Rasulullah saw bersabda : "Perumpamaan orang Mukmin yang membaca al-Quran seperti buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak. Dan Perumpamaan orang Mukmin yang tidak membaca al-Quran seperti buah korma, tidak wangi dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca al-Quran seperti buah raihanah baunya enak dan rasanya pahit. Dan Perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Quran seperti buah hanzhalah, tidak beraroma dan rasanya pahit." (HR. Bukhari dan Muslim/
2.      Memberi buka bagi orang yang puasa;
Memberi atau menyediakan bagi orang puasa berbuka merupakan perbuatan yang utama dan memiliki fadhilah yang besar, dalam hadis disebutkan bahwa pahala yang diperoleh oleh orang yang menjamu sama degan pahala yang diperoleh oleh orang yang dijamunya, artinya sipenjamu memperoleh pahala puasa dua kali lipat satu pahala puasanya sendiri yang kedua pahala orang yang dijamunya. Kalau begitu semakin banyak orang yang dijamu untuk berbuka puasa maka semakin banyaklah pahala yang diperoleh. Beranjak dari fadhilah menjamu orang untuk berbuka puasa ini, meskipun bulan puasa hanya 29 atau 30 hari bagi orang yang suka menjamu untuk berbuka puasa kalau  sekiranya satu kali berbuka dia menjamu 1 orang saja, maka fadhilah puasanya bisa menjadi 60 hari.
3.      Menyegerakan berbuka puasa dan mentakhiri sahur;
Dalam melaksanakan ibadah Ramadhan ada tindakan yang bernilai sunah yaitu mengakhir sahur dan menyegrakan berbuka, sahur itu adalah berkah apalagi kalau dikerjakan satu jam atau setengah jam sebelum waktu subuh masuk, kalau seseorang terdesak dengan waktu subuh maka sekurang-kurangnya dia  meminum seteguk air dengan niat puasa Ramadhan. Dalam sebuah hadist Rasul Katakan :
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي اَلسَّحُورِ بَرَكَةً . مُتَّفَقٌ عَلَيْه
“Sahurlah kamu karna sesunguhnya dalam sahur itu ada kebrkahan.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam sebuah hadis Zaid bin Thabit r.a katanya: Kami pernah bersahur bersama Rasulullah saw, setelah itu kami pun mendirikan sholat Subuh. Kemudian aku bertanya: “Berapakah selang waktu di antara keduanya? Baginda menjawab: Kira-kira bacaan lima puluh ayat.”
Demekian juga bahwa menyegrakan berbuka, sebagaimana hadis Rasulullah Saw  yang berbunyi:
لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ .  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Senantiasalah manusia itu dalam kebaikan selama mereka  menyegerakan berbuka.” (HR.Bukhari Muslim)
Waktu berbuka merupakan yang ditunggu-tunggu bagi orang yang melaksanakan puasa dan menyegrakannya merupakan perbuatan yang bernilai sunah. Melambat-lambatkan berbuka, entah itu karena sibuk dengan pekerjaan hariannya sehingga tidak disadari bahwa waktu berbuka sudah masuk atau memang sudah menjadi kebiasaannya melambat-lambatkan tidaklah elok, menyegerakan berbuka adalah suatu amalan yang lebih utama, bahkan termasuk amalan yang dicintai oleh Allah Swt.