PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2010
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK
BAGI PEGAWAI NEGERI PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, Pegawa Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dibutuhkan kehidupan keluarga yang harmonis dan serasi agar dapat menciptakan suasana tenteram dan bahagia dalam kehidupan rumah tangga guna mendukung pelaksanaan tugasnya;
b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum tentang hak dan kewajibannya dalam berumah tangga perlu pengaturan
tentang perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengajuan Izin Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3250);
4. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK BAGI PEGAWAI NEGERI PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Polri.
3. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami-istri berdasarkan keputusan Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
5. Rujuk adalah kembalinya kehidupan sebagai suami-istri setelah terjadinya perceraian sebelum berakhirnya masa iddah.
6. Iddah adalah batas waktu menunggu untuk tidak menikah bagi seorang wanita yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suaminya.
7. Pejabat agama adalah pejabat yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan masing-masing agama di lingkungan Polri.
8. Rohaniwan adalah petugas yang melayani fungsi keagamaan (Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu) di lingkungan Polri.
9. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berhak memberikan, menolak atau menangguhkan permohonan izin kawin, cerai dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Polri.
Pasal 2
Prinsip dalam peraturan ini meliputi:
a. legalitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan guna menjamin hak dan kewajiban;
b. akuntabilitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara prosedural dan dapat dipertanggungjawabkan;
c. transparansi, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara terbuka;
d. keadilan, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara adil tanpa diskriminasi; dan
Pasal 3
Tujuan peraturan ini:
a. sebagai pedoman dalam pengajuan izin kawin, cerai, dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Polri; dan
b. menjamin terwujudnya tertib administrasi perkawinan, perceraian, dan rujuk di lingkungan Polri.
Pasal 4
Ruang lingkup dalam peraturan ini, meliputi:
a. persyaratan pengajuan perkawinan, perceraian dan rujuk;
b. pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk; dan
c. tata cara pengajuan izin kawin, cerai, dan rujuk.
BAB II
PERSYARATAN
PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK
Bagian Kesatu
Perkawinan
Pasal 5
Dalam mengajukan permohonan izin kawin bagi pegawai negeri pada Polri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. umum; dan
b. khusus.
Pasal 6
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
a. surat permohonan pengajuan izin kawin;
b. surat keterangan N1 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai nama, tempat, dan tanggal lahir, agama, pekerjaan, tempat kediaman dan status calon suami/istri;
c. surat keterangan N2 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai asal usul yang meliputi nama, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman orang tua/wali;
d. surat keterangan N4 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai orang tua calon suami/istri;
e. surat pernyataan kesanggupan dari calon suami/istri untuk melaksanakan kehidupan rumah tangga;
f. surat pernyataan persetujuan dari orang tua, apabila kedua orang tua telah meninggal dunia, maka persetujuan diberikan oleh wali calon suami/istri;
g. surat keterangan pejabat personel dari satuan kerja pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perkawinan, mengenai status pegawai yang bersangkutan perjaka/gadis/kawin/duda/janda;
h. surat akta cerai atau keterangan kematian suami/istri, apabila mereka sudah janda/duda;
i. surat keterangan dokter tentang kesehatan calon suami/istri untuk menyatakan sehat, dan khusus bagi calon istri melampirkan tes urine untuk mengetahui kehamilan;
j. pas foto berwarna calon suami/istri ukuran 4 cm x 6 cm, masing-masing 3 (tiga) lembar, dengan ketentuan:
1. bagi perwira berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna merah;
2. bagi Brigadir berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna kuning;
3. bagi PNS Polri berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna biru; dan
4. bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri berpakaian bebas rapi dengan latar belakang disesuaikan dengan pangkat calon suami/istri;
k. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri.
Pasal 7
Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:
a. calon suami/istri yang beragama Katholik, melampirkan surat permandian atau surat keterangan yang sejajar dan tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. calon suami/istri yang beragama Protestan melampirkan surat permandian/baptis dan surat sidi;
c. bagi pegawai negeri pada Polri pria yang kawin dengan WNA wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan bagi Polwan dan PNS wanita bersedia berhenti dari dinas aktif.
Bagian Kedua
Perceraian
Pasal 8
Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin cerai bagi pegawai negeri pada
Polri, sebagai berikut:
a. surat permohonan izin cerai, yang disertai alasan-alasannya;
b. fotokopi akta nikah;
c. fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri/PNS Polri.
Bagian Ketiga
Rujuk
Pasal 9
Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin rujuk bagi pegawai negeri pada Polri, sebagai berikut:
a. surat permohonan izin rujuk;
b. masa iddah belum berakhir, bagi yang beragama Islam;
c. fotokopi akta cerai atau putusan cerai dari pengadilan; dan
d. surat persetujuan dari suami-istri untuk rujuk.
BAB III
PEJABAT YANG BERWENANG
MEMBERIKAN IZIN KAWIN, CERAI DAN RUJUK
Pasal 10
(1) Pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk adalah:
a. Kapolri, untuk yang berpangkat Pati, PNS golongan IV/d dan IV/e;
b. De SDM Kapolri, untuk yang berpangkat Kombes Pol dan PNS golongan IV/c;
c. Karo Binjah Polri, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b kebawah di lingkungan Mabes Polri;
d. Kalemdiklat Polri, Kasespim Polri, Gubernur PTIK, Gubernur Akpol dan Kakorbrimob Polri untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b ke bawah di lingkungannya;
e. Kapolda, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b sampai dengan Inspektur dan PNS golongan III di wilayahnya;
f. Karopers, untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah di lingkungan Mapolda; dan
g. Kapolresmetro/Kapolres/Kapolresta dan Ka SPN untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah di wilayahnya.
(2) Kalemdiklat Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Sekolah dan Kapusdik yang ada di bawah jajarannya untuk pangkat Inspektur dan PNS golongan III
kebawah.
(3) Dalam hal di wilayah Polda terdapat laboratorium forensik cabang, pemberian surat izin kawin, cerai dan rujuk untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b sampai dengan Inspektur dan PNS golongan III oleh Kapolda
dan untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah oleh Karopers.
BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN IZIN KAWIN, CERAI, DAN RUJUK
Bagian Kesatu
Perkawinan
Pasal 11
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perkawinan wajib mengajukan surat permohonan izin kawin kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 7.
(2) Pegawai negeri pada Polri yang telah mengajukan permohonan izin kawin sebagaimana dimaksud ayat (1) selanjutnya bersama calon suami/calon istri mendapat pengarahan dari Kasatker yang bersangkutan.
Pasal 12
(1) Kasatker sebagaimana dimaksud Pasal 11 segera meneruskan permohonan izin kawin pegawai negeri pada Polri kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Pejabat yang berwenang meneruskan permohonan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan perkawinan.
(3) Setelah meneliti surat permohonan izin kawin beserta lampiran-lampirannya, pejabat agama/personalia melaksanakan pembinaan perkawinan kepada pemohon dan merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang.
(4) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf d dan huruf g yang tidak memiliki struktur pejabat agama/rohaniwan dapat bekerja sama dengan instansi terkait atau lembaga keagamaan.
Pasal 13
Pejabat agama/personalia hanya melayani dan memproses permohonan izin kawin dari pegawai negeri pada Polri, bila kedua belah pihak menganut agama yang sama.
Pasal 14
Permohonan izin kawin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, harus sudah diterima oleh Pejabat yang berwenang paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan pernikahan.
Pasal 15
(1) Izin kawin hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, bila perkawinan yang akan dilaksanakan:
a. tidak melanggar hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak;
b. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin kawin hanya berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang bersangkutan.
(3) Apabila izin kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah diberikan dan perkawinan tidak jadi dilaksanakan, maka yang bersangkutan harus segera melaporkan pembatalannya kepada pejabat yang berwenang melalui saluran hirarki disertai dengan alasan tertulis.
Pasal 16
Pemberian izin kawin untuk mempunyai istri lebih dari satu orang dapat dipertimbangkan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianut;
b. istri pertama tidak dapat melahirkan keturunan atau tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai istri yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
c. ada surat pernyataan/persetujuan istri;
d. ada surat pernyataan dari calon istri yang menyatakan tidak keberatan dan sanggup untuk menjadi istri kedua atau ketiga dan atau keempat;
e. ada surat pernyataan dari suami bahwa ia akan berlaku adil.
Pasal 17
(1) Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat izin kawin, melanjutkan proses pelaksanaan perkawinan kepada:
a. Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam;
b. pejabat gereja dan kantor catatan sipil bagi yang beragama Katholik dan Protestan; dan
c. pejabat catatan sipil bagi yang beragama Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
(2) Setelah perkawinan dilangsungkan, fotokopi akta nikah diserahkan kepada pejabat personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
Bagian Kedua
Perceraian
Pasal 18
Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan norma-norma agama yang dianut oleh pegawai negeri pada Polri dan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Pasal 19
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan izin cerai kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Kasatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembinaan untuk mengharmoniskan kembali suami istri yang bermasalah.
(3) Apabila pembinaan yang dilakukan oleh Kasatker tidak membawa hasil, maka permohonan perceraian diteruskan kepada pejabat yang berwenang.
Pasal 20
(1) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meneruskan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan secara intensif terhadap suami istri yang akan melakukan perceraian agar rukun kembali.
(2) Dalam hal pejabat agama/personalia tidak berhasil merukunkan hubungan suami istri, dilaksanakan pengambilan keterangan secara tertulis.
Pasal 21
(1) Setelah melalui proses pembinaan dan pengambilan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pejabat agama/personalia berdasarkan fakta-fakta yang ada melakukan analisa guna memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan surat izin cerai setelah mendapat rekomendasi dari pejabat agama/personalia.
Pasal 22
Izin cerai hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, apabila kehidupan rumah tangga yang telah dilakukan tidak memberikan manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri.
Pasal 23
(1) Surat izin cerai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), berlaku dalam waktu 6 (enam) bulan.
(2) Surat izin cerai yang habis masa berlakunya sebelum perkaranya diajukan ke Pengadilan yang berwenang, dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang
bersangkutan.
(3) Apabila perceraian tidak jadi dilakukan, yang bersangkutan harus segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai alasanalasan melalui saluran hirarki.
Pasal 24
(1) Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat surat izin cerai, meneruskan proses perceraian kepada pengadilan yang berwenang.
(2) Suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri dapat mengajukan gugatan cerai langsung ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pegawai negeri pada Polri yang menerima gugatan cerai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib segera melaporkan kepada Kasatker.
Pasal 25
(1) Perceraian dinyatakan sah apabila telah mendapat keputusan dari Pengadilan yang berwenang dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pegawai negeri pada Polri yang tidak mengetahui adanya gugatan cerai dari suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri sampai keluar akta cerai, dinyatakan sah dan tidak menyalahi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (3).
(3) Fotokopi akta cerai dari pengadilan yang berwenang, diserahkan kepada Pejabat Personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
Pasal 26
(1) Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian berlangsung dan sesudah perceraian.
(2) Selama proses perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sejak diajukannya surat permohonan izin cerai oleh suami atau istri kepada Kasatker sampai dengan adanya keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(3) Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian, meliputi:
a. memberikan nafkah kepada istri paling sedikit 1/3 dari gaji sampai ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
b. memberikan nafkah kepada anak paling sedikit 1/3 dari gaji jika hak asuh sementara berada pada istri.
(4) Dalam hal suami tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berdasarkan keputusan Kasatker Bendahara Satuan Kerja melakukan pembagian gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 27
Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak setelah perceraian, ditetapkan sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bagian Ketiga
Rujuk
Pasal 28
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan rujuk, wajib mengajukan surat permohonan izin rujuk kepada kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Kasatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera meneruskan permohonan izin rujuk pegawai negeri pada Polri kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 29
(1) Izin rujuk diberikan kepada pegawai negeri pada Polri yang beragama Islam selama masih dalam masa iddah.
(2) Masa iddah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika ditinggal mati suami, lamanya empat bulan sepuluh hari, apabila hamil, sampai melahirkan dan apabila dikarenakan perceraian lamanya tiga kali suci/tiga bulan.
(3) Setelah mendapat izin rujuk dari pejabat yang berwenang, yang bersangkutan meneruskan surat izin rujuk kepada KUA.
(4) Pegawai negeri pada Polri yang telah rujuk menyampaikan fotokopi surat keterangan rujuk dari KUA kepada pejabat personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
(1) Bagi Pegawai Negeri pada Polri yang beragama Islam, apabila setelah melakukan perceraian bermaksud melanjutkan rumah tangga kembali dengan mantan istri, sedangkan masa iddahnya sudah habis diberlakukan ketentuan
pengajuan permohonan perkawinan.
(2) Bagi pegawai negeri pada Polri yang beragama selain Islam, apabila setelah melakukan perceraian bermaksud melanjutkan rumah tangga kembali dengan mantan suami/istri, diberlakukan ketentuan pengajuan permohonan
perkawinan.
Pasal 31
Dalam hal permohonan izin kawin/cerai/rujuk ditolak oleh pejabat yang berwenang, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding kepada pejabat yang lebih tinggi.
Pasal 32
Contoh bentuk surat pengantar permohonan izin kawin dari kesatuan, surat permohonan izin kawin, surat keterangan personalia, surat kesanggupan dari calon suami, surat kesanggupan dari calon istri, surat persetujuan dari orangtua/wali calon suami, surat persetujuan dari orangtua/wali calon istri, surat pernyataan
bersama, berita acara pembinaan perkawinan, surat izin kawin; surat pengantar permohonan izin cerai dari kesatuan, surat permohonan izin cerai, berita acara pembinaan perceraian, surat izin cerai; surat pengantar permohonan rujuk dari kesatuan, surat permohonan izin rujuk, berita acara pembinaan rujuk, surat izin
rujuk, tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.
BAB VI
SANKSI
Pasal 33
Pelanggaran terhadap Peraturan Kapolri ini dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Maret 2010
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2010
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 151
Paraf:
1. Karo Binjah Polri : …….
2. De SDM Polri : ……..
3. Kadivbinkum Polri : …….
4. Kasetum Polri : ……..
5. Wakapolri : ……..
Sumber :
NOMOR 9 TAHUN 2010
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK
BAGI PEGAWAI NEGERI PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, Pegawa Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dibutuhkan kehidupan keluarga yang harmonis dan serasi agar dapat menciptakan suasana tenteram dan bahagia dalam kehidupan rumah tangga guna mendukung pelaksanaan tugasnya;
b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum tentang hak dan kewajibannya dalam berumah tangga perlu pengaturan
tentang perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pengajuan Izin Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3250);
4. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK BAGI PEGAWAI NEGERI PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Polri.
3. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami-istri berdasarkan keputusan Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
5. Rujuk adalah kembalinya kehidupan sebagai suami-istri setelah terjadinya perceraian sebelum berakhirnya masa iddah.
6. Iddah adalah batas waktu menunggu untuk tidak menikah bagi seorang wanita yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suaminya.
7. Pejabat agama adalah pejabat yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan masing-masing agama di lingkungan Polri.
8. Rohaniwan adalah petugas yang melayani fungsi keagamaan (Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu) di lingkungan Polri.
9. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berhak memberikan, menolak atau menangguhkan permohonan izin kawin, cerai dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Polri.
Pasal 2
Prinsip dalam peraturan ini meliputi:
a. legalitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan guna menjamin hak dan kewajiban;
b. akuntabilitas, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara prosedural dan dapat dipertanggungjawabkan;
c. transparansi, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara terbuka;
d. keadilan, yaitu setiap proses pengajuan perkawinan, perceraian, dan rujuk dilakukan secara adil tanpa diskriminasi; dan
Pasal 3
Tujuan peraturan ini:
a. sebagai pedoman dalam pengajuan izin kawin, cerai, dan rujuk bagi Pegawai Negeri pada Polri; dan
b. menjamin terwujudnya tertib administrasi perkawinan, perceraian, dan rujuk di lingkungan Polri.
Pasal 4
Ruang lingkup dalam peraturan ini, meliputi:
a. persyaratan pengajuan perkawinan, perceraian dan rujuk;
b. pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk; dan
c. tata cara pengajuan izin kawin, cerai, dan rujuk.
BAB II
PERSYARATAN
PERKAWINAN, PERCERAIAN, DAN RUJUK
Bagian Kesatu
Perkawinan
Pasal 5
Dalam mengajukan permohonan izin kawin bagi pegawai negeri pada Polri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. umum; dan
b. khusus.
Pasal 6
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
a. surat permohonan pengajuan izin kawin;
b. surat keterangan N1 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai nama, tempat, dan tanggal lahir, agama, pekerjaan, tempat kediaman dan status calon suami/istri;
c. surat keterangan N2 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai asal usul yang meliputi nama, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman orang tua/wali;
d. surat keterangan N4 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai orang tua calon suami/istri;
e. surat pernyataan kesanggupan dari calon suami/istri untuk melaksanakan kehidupan rumah tangga;
f. surat pernyataan persetujuan dari orang tua, apabila kedua orang tua telah meninggal dunia, maka persetujuan diberikan oleh wali calon suami/istri;
g. surat keterangan pejabat personel dari satuan kerja pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perkawinan, mengenai status pegawai yang bersangkutan perjaka/gadis/kawin/duda/janda;
h. surat akta cerai atau keterangan kematian suami/istri, apabila mereka sudah janda/duda;
i. surat keterangan dokter tentang kesehatan calon suami/istri untuk menyatakan sehat, dan khusus bagi calon istri melampirkan tes urine untuk mengetahui kehamilan;
j. pas foto berwarna calon suami/istri ukuran 4 cm x 6 cm, masing-masing 3 (tiga) lembar, dengan ketentuan:
1. bagi perwira berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna merah;
2. bagi Brigadir berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna kuning;
3. bagi PNS Polri berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna biru; dan
4. bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri berpakaian bebas rapi dengan latar belakang disesuaikan dengan pangkat calon suami/istri;
k. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri.
Pasal 7
Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:
a. calon suami/istri yang beragama Katholik, melampirkan surat permandian atau surat keterangan yang sejajar dan tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. calon suami/istri yang beragama Protestan melampirkan surat permandian/baptis dan surat sidi;
c. bagi pegawai negeri pada Polri pria yang kawin dengan WNA wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan bagi Polwan dan PNS wanita bersedia berhenti dari dinas aktif.
Bagian Kedua
Perceraian
Pasal 8
Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin cerai bagi pegawai negeri pada
Polri, sebagai berikut:
a. surat permohonan izin cerai, yang disertai alasan-alasannya;
b. fotokopi akta nikah;
c. fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri/PNS Polri.
Bagian Ketiga
Rujuk
Pasal 9
Persyaratan dalam mengajukan permohonan izin rujuk bagi pegawai negeri pada Polri, sebagai berikut:
a. surat permohonan izin rujuk;
b. masa iddah belum berakhir, bagi yang beragama Islam;
c. fotokopi akta cerai atau putusan cerai dari pengadilan; dan
d. surat persetujuan dari suami-istri untuk rujuk.
BAB III
PEJABAT YANG BERWENANG
MEMBERIKAN IZIN KAWIN, CERAI DAN RUJUK
Pasal 10
(1) Pejabat yang berwenang memberikan izin kawin, cerai dan rujuk adalah:
a. Kapolri, untuk yang berpangkat Pati, PNS golongan IV/d dan IV/e;
b. De SDM Kapolri, untuk yang berpangkat Kombes Pol dan PNS golongan IV/c;
c. Karo Binjah Polri, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b kebawah di lingkungan Mabes Polri;
d. Kalemdiklat Polri, Kasespim Polri, Gubernur PTIK, Gubernur Akpol dan Kakorbrimob Polri untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b ke bawah di lingkungannya;
e. Kapolda, untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b sampai dengan Inspektur dan PNS golongan III di wilayahnya;
f. Karopers, untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah di lingkungan Mapolda; dan
g. Kapolresmetro/Kapolres/Kapolresta dan Ka SPN untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah di wilayahnya.
(2) Kalemdiklat Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Sekolah dan Kapusdik yang ada di bawah jajarannya untuk pangkat Inspektur dan PNS golongan III
kebawah.
(3) Dalam hal di wilayah Polda terdapat laboratorium forensik cabang, pemberian surat izin kawin, cerai dan rujuk untuk yang berpangkat AKBP dan PNS golongan IV/b sampai dengan Inspektur dan PNS golongan III oleh Kapolda
dan untuk yang berpangkat Brigadir dan PNS golongan II kebawah oleh Karopers.
BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN IZIN KAWIN, CERAI, DAN RUJUK
Bagian Kesatu
Perkawinan
Pasal 11
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perkawinan wajib mengajukan surat permohonan izin kawin kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 7.
(2) Pegawai negeri pada Polri yang telah mengajukan permohonan izin kawin sebagaimana dimaksud ayat (1) selanjutnya bersama calon suami/calon istri mendapat pengarahan dari Kasatker yang bersangkutan.
Pasal 12
(1) Kasatker sebagaimana dimaksud Pasal 11 segera meneruskan permohonan izin kawin pegawai negeri pada Polri kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Pejabat yang berwenang meneruskan permohonan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan perkawinan.
(3) Setelah meneliti surat permohonan izin kawin beserta lampiran-lampirannya, pejabat agama/personalia melaksanakan pembinaan perkawinan kepada pemohon dan merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang.
(4) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf d dan huruf g yang tidak memiliki struktur pejabat agama/rohaniwan dapat bekerja sama dengan instansi terkait atau lembaga keagamaan.
Pasal 13
Pejabat agama/personalia hanya melayani dan memproses permohonan izin kawin dari pegawai negeri pada Polri, bila kedua belah pihak menganut agama yang sama.
Pasal 14
Permohonan izin kawin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, harus sudah diterima oleh Pejabat yang berwenang paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sebelum pelaksanaan pernikahan.
Pasal 15
(1) Izin kawin hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, bila perkawinan yang akan dilaksanakan:
a. tidak melanggar hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak;
b. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin kawin hanya berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang bersangkutan.
(3) Apabila izin kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah diberikan dan perkawinan tidak jadi dilaksanakan, maka yang bersangkutan harus segera melaporkan pembatalannya kepada pejabat yang berwenang melalui saluran hirarki disertai dengan alasan tertulis.
Pasal 16
Pemberian izin kawin untuk mempunyai istri lebih dari satu orang dapat dipertimbangkan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianut;
b. istri pertama tidak dapat melahirkan keturunan atau tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai istri yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
c. ada surat pernyataan/persetujuan istri;
d. ada surat pernyataan dari calon istri yang menyatakan tidak keberatan dan sanggup untuk menjadi istri kedua atau ketiga dan atau keempat;
e. ada surat pernyataan dari suami bahwa ia akan berlaku adil.
Pasal 17
(1) Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat izin kawin, melanjutkan proses pelaksanaan perkawinan kepada:
a. Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam;
b. pejabat gereja dan kantor catatan sipil bagi yang beragama Katholik dan Protestan; dan
c. pejabat catatan sipil bagi yang beragama Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
(2) Setelah perkawinan dilangsungkan, fotokopi akta nikah diserahkan kepada pejabat personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
Bagian Kedua
Perceraian
Pasal 18
Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan norma-norma agama yang dianut oleh pegawai negeri pada Polri dan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Pasal 19
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan izin cerai kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Kasatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembinaan untuk mengharmoniskan kembali suami istri yang bermasalah.
(3) Apabila pembinaan yang dilakukan oleh Kasatker tidak membawa hasil, maka permohonan perceraian diteruskan kepada pejabat yang berwenang.
Pasal 20
(1) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meneruskan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan secara intensif terhadap suami istri yang akan melakukan perceraian agar rukun kembali.
(2) Dalam hal pejabat agama/personalia tidak berhasil merukunkan hubungan suami istri, dilaksanakan pengambilan keterangan secara tertulis.
Pasal 21
(1) Setelah melalui proses pembinaan dan pengambilan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pejabat agama/personalia berdasarkan fakta-fakta yang ada melakukan analisa guna memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan surat izin cerai setelah mendapat rekomendasi dari pejabat agama/personalia.
Pasal 22
Izin cerai hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, apabila kehidupan rumah tangga yang telah dilakukan tidak memberikan manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri.
Pasal 23
(1) Surat izin cerai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), berlaku dalam waktu 6 (enam) bulan.
(2) Surat izin cerai yang habis masa berlakunya sebelum perkaranya diajukan ke Pengadilan yang berwenang, dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang
bersangkutan.
(3) Apabila perceraian tidak jadi dilakukan, yang bersangkutan harus segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai alasanalasan melalui saluran hirarki.
Pasal 24
(1) Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat surat izin cerai, meneruskan proses perceraian kepada pengadilan yang berwenang.
(2) Suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri dapat mengajukan gugatan cerai langsung ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pegawai negeri pada Polri yang menerima gugatan cerai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib segera melaporkan kepada Kasatker.
Pasal 25
(1) Perceraian dinyatakan sah apabila telah mendapat keputusan dari Pengadilan yang berwenang dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pegawai negeri pada Polri yang tidak mengetahui adanya gugatan cerai dari suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri sampai keluar akta cerai, dinyatakan sah dan tidak menyalahi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (3).
(3) Fotokopi akta cerai dari pengadilan yang berwenang, diserahkan kepada Pejabat Personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
Pasal 26
(1) Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian berlangsung dan sesudah perceraian.
(2) Selama proses perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sejak diajukannya surat permohonan izin cerai oleh suami atau istri kepada Kasatker sampai dengan adanya keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(3) Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian, meliputi:
a. memberikan nafkah kepada istri paling sedikit 1/3 dari gaji sampai ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
b. memberikan nafkah kepada anak paling sedikit 1/3 dari gaji jika hak asuh sementara berada pada istri.
(4) Dalam hal suami tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berdasarkan keputusan Kasatker Bendahara Satuan Kerja melakukan pembagian gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 27
Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak setelah perceraian, ditetapkan sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bagian Ketiga
Rujuk
Pasal 28
(1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan rujuk, wajib mengajukan surat permohonan izin rujuk kepada kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Kasatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera meneruskan permohonan izin rujuk pegawai negeri pada Polri kepada pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 29
(1) Izin rujuk diberikan kepada pegawai negeri pada Polri yang beragama Islam selama masih dalam masa iddah.
(2) Masa iddah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika ditinggal mati suami, lamanya empat bulan sepuluh hari, apabila hamil, sampai melahirkan dan apabila dikarenakan perceraian lamanya tiga kali suci/tiga bulan.
(3) Setelah mendapat izin rujuk dari pejabat yang berwenang, yang bersangkutan meneruskan surat izin rujuk kepada KUA.
(4) Pegawai negeri pada Polri yang telah rujuk menyampaikan fotokopi surat keterangan rujuk dari KUA kepada pejabat personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
(1) Bagi Pegawai Negeri pada Polri yang beragama Islam, apabila setelah melakukan perceraian bermaksud melanjutkan rumah tangga kembali dengan mantan istri, sedangkan masa iddahnya sudah habis diberlakukan ketentuan
pengajuan permohonan perkawinan.
(2) Bagi pegawai negeri pada Polri yang beragama selain Islam, apabila setelah melakukan perceraian bermaksud melanjutkan rumah tangga kembali dengan mantan suami/istri, diberlakukan ketentuan pengajuan permohonan
perkawinan.
Pasal 31
Dalam hal permohonan izin kawin/cerai/rujuk ditolak oleh pejabat yang berwenang, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding kepada pejabat yang lebih tinggi.
Pasal 32
Contoh bentuk surat pengantar permohonan izin kawin dari kesatuan, surat permohonan izin kawin, surat keterangan personalia, surat kesanggupan dari calon suami, surat kesanggupan dari calon istri, surat persetujuan dari orangtua/wali calon suami, surat persetujuan dari orangtua/wali calon istri, surat pernyataan
bersama, berita acara pembinaan perkawinan, surat izin kawin; surat pengantar permohonan izin cerai dari kesatuan, surat permohonan izin cerai, berita acara pembinaan perceraian, surat izin cerai; surat pengantar permohonan rujuk dari kesatuan, surat permohonan izin rujuk, berita acara pembinaan rujuk, surat izin
rujuk, tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.
BAB VI
SANKSI
Pasal 33
Pelanggaran terhadap Peraturan Kapolri ini dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Kapolri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Maret 2010
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2010
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 151
Paraf:
1. Karo Binjah Polri : …….
2. De SDM Polri : ……..
3. Kadivbinkum Polri : …….
4. Kasetum Polri : ……..
5. Wakapolri : ……..
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini