-
Awal
Kelahiran Gerakan Pemabaruan Islam di Indonesia :
Agama Islam
masuk ke Indonesia pertama kalinya di sekitar abad XIII Masehi[1]
dan perkembangan Islam tidak dicampuri
oleh sesuatu usaha pemerintah manapun juga, dimana daerah dan
pulau-pulau kecil yang lain satu persatu masuk Islam, terutama dengan usaha
saudagar-saudagar Islam. Ketika Islam masuk ke Indonesia, ia bukannya menjumpai
masyarakat yang masih bersih dari berbagai acam ragam keyakinan hidup.
Masyarakat Indonesia pra Islam adalah masyarakat yang telah memiliki
kepercayaan, seperi animisme, dinamisme, Hindu maupun Budha yang diyakini dan
telah menyatu dalam seluruh aspek kehidupannya sedemikian rupa. Dan ketika
mereka dengan kesadarannya sendiri mau menerima seruan dan ajakan Islam,
ternyata sisa-sisa kepercayaan sebelumnya tidak serta-merta ditanggalkan dari
kebiasaan hidupnya. Gejala bercampur-aduknya antara kepercayaan lama dengan
keyakinannya yang baru tidak mungkin dapat dihindari.
Di lain pihak,
Islam yang datang ke Indonesia bukannya dibawa oleh para mubaligh yang langsung
datang dari jazirah Arab, melainkan dibawa oleh para pedagang dan mubligh dari
Gujarat-India. Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia ini adalah hasil
pekerjaan kaum Sufi dan Mistik, sedangkan dalam masalah fiqih yang menguasai
lapangan pendidikan dan pengajaran tradisional Islam di Indonesia –disamping
tasawwuf- muslim Indonesia mengikuti mazhab Syafi’i.
Dari uarain singkat
di atas jelaslah bahwa kondisi keberagaman masyarakat Indonesia sejak semula
memang tidak menggambarkan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah,
yaitu suatu agama yang sangat sederhana sekali, bernalar, dan mudah
dilaksanakan.[2]
Namun kedamaian
umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan kehidupan keagamaan dan dakwahnya
yang berlangsung selama lebih kurang tiga abad, di sekitar awal abad XVI
tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa untuk mennjajah
secara silih berganti antara bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda,
datang ke Indonesia yang dengan 3 motif
utama, yaitu motif ekonomi (gold), motof politik (glory) dan
motif penyebaran agama Kristen (gospel).
Kondisi umat
Islam di Indonesia seperti di atas berjalan-beratus tahun lamanya. Baru pada
sekitar tahun 1803 bersamaan dengan kepulangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji
Piobang dari menunaikan ibadah haji dan untuk sementara waktu bermukim, mereka pulang
kembali ke kampung halamannya di Minangkabau dengan membawa semangat Islam yang
diilhami Gerakan Wahabi yang puritan.[3]
Sementara di
daerah Luhak Agam para tuanku mengadakan kebulatan tekad untuk memperjuangan
tegaknya syara’ sekaligus memberantas segala macam kemaksiatan yang sudah mulai
semarak dikerjakan oleh kaum adat. Mereka teridri dari Tuaku Nan Renceh, Tuanku
Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuaku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar,
Tuaku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Kedelapan-orang inilah yang terkenal
dengan julukan ‘Harimau nan Selapan’,[4]
di samping itu mucul juga tokoh lain dari gerakan Paderi yang namanya cukup
legendaris, yaitu Muhammad Syabab, yang kemdian terkenal dengan nama Tuaku Imam
Bonjol, yang memerangi kaum adat yang penuh dengan kemusyrikan, namun dalam
perjalanannya kaum adat meminta bantuan ke Belanada pada akhirnya perlawanan
bukan melawan kaum adat melainkan melawan kaum kafir Belanda.
Syaik Ahmad
Khatib Al Minangkabawi yang lahir di Bukitttimnggi tahun 1855 ketika berusia 21
tahun pergi ke Makkah untuk belajar memperdalam pengetahuan agama Islam yang
berfahamkan mazhab Syafii. Pada puncak kariernya ia menjadi imam dari mazhab
Syafii di Masjidil Haram. Ia adalah sosok ulama yang cerdas, kritis dan
toleran. Di samping itu ia mengajarkan
berbagai ilmu pengetahuan agama Islam menurut faham mazhab Syafi’i dan mempelajari
kitab-kitab dari para pembaharu Islam seperti kitab tafisir Al Manar
karangan Muhamamd Abduh atau majalah Al Urwatul Wutsqa. Murid-muridnya
yang datang dari Indonesia banyak yang berlajar dengan beliau, diantaranya
Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Abdul Karim Amarullah (Hamka), Abdullah Ahmad,
Ahmad Dahlan dan sebagainya, mereka tertarik dengan ide-ide pembaharuan yang
diajarkan oleh Ahmad Khatib. Namun sebagian muridnya yang lain tetap berpegang
pada mazhab Syafii antara lain, seperti Syaik Sulaiaman Ar Rasuli Candung
Bukiittingi, Hasyim Asy’ari dari Jawa Timur dan sebagainya.[5]
Dari para
muridnya inilah yang membawa gerakan pembahruan Islam pertama kali di
Indonesia, tokoh-tokoh tersebut mayoritas muncul di Minangkabau, tokoh-tokoh
tersebut mencoba memajukan anak-anak bangsa pada agama yang lurus dan
ber’itikad yang betul. Tokoh ini pengetahuannya tentang Islam diakui oleh
ulama-ulama Timur Tengah pada suatu konferensi Khilafat di Kairo tahun 1926.[6]
-
Warna
Gerakan Pemabaruan Islam di Indonesia :
Memasuki abad
XX di Indonesia, terutama di puau Jawa perjuangan menegakkan agama Islam
sehingga kemuliaan Islam sebagai idealita dan kejayaan umat Islam sebagai realita
dapat direalisasikan secara konkrit telah dimulai dengan menggunakan organisasi
sebagai alat perjuangannya. Umat Islam mulai saat ini menyadari bahwa cita-cita
yang demikian besar lagi berat seperti di atas hanya dapat diperjuangan lebih
efektif dan efisien manakala menggunakan alat perjuangan yang namanya “organisasi”.
Maka bermuculanlah berbagai Gerakan
Pembaharuan dalam Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik kenegaraan
seperti Syarikat Islam, Partai Islam Indonesia, Partai Islam Masyumi, Partai
Muslimin Indonesia, maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan
seperti As-Islah wal-Irsyad atau terkenal dengan Al-Irsyad, Persatuan Islam, dan
Muhammadiyah.
Sesungguhnya
dua pola perjuangan pemikiran pembaharuan seperti di atas telah ada ‘blue
print’ atau cetak birunya sebagaimana yang dirintis oleh gerakan salafiyah
yang ditokohi oleh Jamaluddin al-Afghany yang teori perjuanganya lebih dititik
beratkan untuk merebut dan mengasai berbagai lembaga kenegaraan, terutama
legislatif, dengan keyakinan bahwa dengan dikuasainya berbagai lembaga
kenegaraan tersebut maka Islam akan dapat menentukan berbagai
perundang-undangan, aturan, keputusan dan kebijakan negara yang benar-benar
Islamy. Sedangkan pengaruh Muhamamd Abduh yang berpendapat disamping memakai
teori Jamaluddin al-Afghany, ditambah
lewat pendidikan yang benar-benar Islami akan lebih melahirkan
kader-kader yang siap menyebarkan ide-ide pembaharuan ke seluruh penjuru dunia,
dan sekaligus menjadi pendukung yang setia untuk tampil ke depan mengisi
tugas-tugas kenegaraan dan kemasyarakatan.
Dua bidang
garap berupa politik dan bidang sosial kemasyarakatn seperti di atas pula yang
menjadi platform gerakan warna
pembaharuan Islam di Indonesia. Yang kemudian memunculkan pemikir-pemikir
pembaharu Islam di Indonesia. Jika kita gambarkan menjadi bahasan tersendiri,
berikut polanya tersebut, yaitu :
1
Gerakan
Politik Islam :
a.
Partai
Serikat Islam Indonesia.
b.
Partai
Islam Masjumi.
2
Gerakan
Sosial Kemasyarakatan Islam :
a.
Al-Jamiat
al-Khair :
b.
Gerakan
Al-Islah wal Irsyad.
c.
Persatuan
Islam (Persis).
d.
Persarikatan
Muhammadiyah.
3
Gerakan
Pemikiran Modern Islam :
a.
Model
Prof. Dr. H. Nurkolis Madjid.
b.
Model
Prof. Dr. H. Harun Nasution.
c.
Model
Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA.
d.
Model
Prof. Dr. H. Deliar Noer.
e.
Model
Prof. Dr.H.Jalaluddin Rahmat, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini