TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI (MENGGUGURKAN KANDUNGAN)
A. Pengertian
Berita tentang kehamilan bagi pasangan suami isteri yang memang
mendambakannya, hal tersebut adalah merupakan kabar yang paling
membahagiakan, karena dengan adanya kehamilan tersebut akan mempererat hubungan
perkawinan pasangan suami isteri tersebut. Kelahiran seorang bayi akan disambut
dengan hati yang berbunga, sebagai pertanda bahwa garis keturunannya akan
berlanjut. Kehadiran seorang anak akan memberi nuansa keriahan dan keriuhan
dalam rumah tangga, siisteri akan bertambah tugasnya yaitu memelihara, mendidik
dan membesarkan anak tersebut, kini dia bukan hanya sebagai seorang isteri,
tapi juga sebagai seorang ibu. Demikian halnya dengan suami, dia juga telah
menjadi seorang ayah yang secara otomatis akan berbagi dan bersinergi dengan
isterinya dalam membesarkan dan mendidik anak tersebut.(Uddin, et all, 2007
:1).
Namun tidak semua berita kehamilan disambut dengan suka cita, bahkan
diinginkan sekalipun tidak, berdasarkan penelitian Berer M. (2000 : 588)
menyebutkan bahwa menurut WHO dari 210 juta kehamilan pertahun di dunia, ada
sekitar 38 juta (18 %) adalah merupakan kehamilan yang tidak
direncanakan dan tidak diinginkan. Dan dalam penelitian lain disebutkan
bahwa 4 dari 10 kehamilan adalam merupakan kehamilan yang tidak direncanakan
(The Alan Guttmecher Institutte, 1999).
Ada banyak alasan mengapa kehamilan itu tidak diinginkan bahkan tidak mau dilanjutkan, diantaranya pertama karena KB gagal, (WHO, 2003) walaupun cara berKB telah dikonsultasikan dengan dokter secara intens, kedua karena siisteri menderita penyakit yang berat, sehingga menurut dokter bila kehamilannya dilanjutkan akan membahayakan nyawanya, ketiga hamil karena perkosaan, keempat karena incest dimana seorang ayah menghamili anak kandungnya, seorang kakak menghamili adik kandungnya, kelima karena janin yang dikandungnya mempunyai cacat genetik, (Series, 2002), keenam karena si isteri hamil dalam usia yang sudah tua atau masih terlalu muda, sehingga bila kehamilan itu dilanjutkan akan mengakibatkan kelainan kehamilan atau kelainan persalinan (Eastman and Hellman, 1961). Ketujuh karena si isteri belum mau hamil karena sedang dalam terikat masa pendidikan atau terikat dengan kontrak kerja yang sedang dijalaninya.(Udin, et all, 2007 :1) Dan banyak alasan lain yang menyebabkan kehamilan tidak ingin dilanjutkan, dan alasan yang paling faktor mengapa kehamilan tidak mau dilanjutkan adalah karena kehamilan itu akibat dari hubungan sek pra-nikah, akibat dari pergaulan bebas, kurang kontrol dari orang tua dan keluarga, disamping itu sianak gadis juga selalu diserang habis-habisan oleh media cetak dan elektronik yang sering menayangkan acara yang tidak sehat bagi pertumbuhan anak, terutama adegan-adegan senetron yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
Kalau kehamilan itu sudah tidak direncanakan dan tidak dikehendaki oleh seorang wanita, maka yang akan terjadi adalah permintaan untuk mengugurkan kehamilannya (aborsi), lalu timbul pertanyaan, dari sudut pandang agama Islam, bolehkah aborsi itu dilakukan ? Lalu kalau boleh, faktor apa sajakah yang dapat membolehkan aborsi itu dilakukan, dalam makalah yang sangat sederhana ini penulis akan mencoba membahas tentang Aborsi dalam Persepsi Hukum Islam, yang meliputi Pengertian Aborsi, Macam-macam Aborsi, Hukum Melakukan Aborsi.
B. Pengertian Aborsi
Kata aborsi adalah diambil dari bahasa Inggris yaitu kata “abortion” yang
artinya pengguguran kandungan, kluron, abortus. (Echols dan Shadily, 1984 :
2), Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1998 : 2) kata aborsi berarti (1)
menggugurkan kandungan, (2) abortus yaitu diartikan terpecahnya embrio yang tak
mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan. Sedangkan dalam
literatur fiqh islam, aborsi dikenal dengan sebutan al-jahdhu atau
al-ijhadh dan isqat al-haml, yang berarti wanita yang melahirkan kandungannya
secara paksa yang belum sempurna penciptaannya, atau lahirnya janin karena
dipaksa atau dengan sendirinya sebelum waktunya.(Jurnalis, (et al) 2007 : 130,
Dahlan (et al), 2006 : 8).
Sementara pengertian aborsi dikalangan medis berbeda-beda, antara lain
sebagaimana yang dikemukakan oleh Wingjosastro bahwa aborsi adalah berhentinya
(mati) dan dikeluarkannya kehamilannya sebelum usia 20 minggu (dihitung dari
haid terahir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang
dari 25 cm. (Dewi, 1997 : 89). Sedangkan menurut Ginapura, aborsi adalah
pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Menurut Suma’mur aborsi adalah keluarnya kehamilan sebelum anak
mampu melangsungkan hidup secara mandiri, dan menurut tim FK UNPAD Aborsi
adalah pengeluaran buah kehamilan ketika masih sedemikian kecilnya sehingga
tidak bisa hidup diluar rahim (Zuhdi, 1989 : 74-80).
Demikian juga menurut fuqoha diantaranya seperti Al-Ghazali menurutnya
aborsi adalah pelenyapan nyawa yang ada dijanin atau merusakkan sesuatu yang
sudah terkonsepsi (maujud al-hasil), lebih lanjut dikatakan bahwa pelenyapan
nyawa didalam rahim adalah termasuk perbuatan jinayah karena fase kehidupan
janin telah dimulai sejak terpancarnya sperma dalam vagina sehingga terjadi
konsepsi. Sedangkan Abdul Qadir Audah mengatakan Aborsi adalah pengguguran
kandungan dan perampasan hak hidup janin, yang dapat memisahkan janin
dari rahim ibu (Jurnalis, et al, 2007 : 131-132).
C.
Macam-macam
Aborsi
Dilihat dari segi kejadiannya aborsi dapat dibedakan dalam dua
macam yaitu : (1) aborsi yang terjadi dengan sendirinya (abortus
spontanea) dan (2) aborsi yang terjadi karena perbuatan atau tindakan manusia
(abortus provacatus). Mengenai aborsi yang terjadi dengan sendirinya ini, maka
baik ulama klasik ataupun ulama kontemporer tidak ada yang mempermasalahkan
hukumnya, karena kejadian itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada unsur
kesengajaan dari pelakunya. Dan yang menjadi permalasalan dikalangan para
ulama adalah hukum aborsi yang dilakukan secara sengaja melalui tindakan yang
penuh perencanaan dan kesadaran. (Jurnalis, at al, 2007 : 75).
Dilihat dari sisi peniupan ruh kedalam janin manusia yang ada di rahim
ibunya, maka aborsi atau pengguguran kandungan ini juga dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh dan (2) aborsi yang
dilakukan setelah peniupan ruh.(Syaltut, 1966 : 211, Dahlan, 2006 : 9).
D.
Dalil Larangan
Melakukan Aborsi
Terdapat beberapa dalil yang
normatif melarang dilakukannya praktek aborsi dalam Islam sebagai berikut :
Q.S. Al-An’am : 151, yang berbunyi :
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (١٥١)
Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut
kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar, demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya.” (QS. Al An’am:151).
Q.S. Al-Isra’
ayat : 31 yang berbunyi :
وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ
إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا
كَبِيرًا (٣١)
Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan
memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah suatu dosa yang besa. (QS. Al Isra:31).
E.
Hukum Melakukan Aborsi
1.
Aborsi sebelum Nafkh al-Ruh.
Para
ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukum terhadap aborsi yang dilakukan
sebelum peniupan ruh ini, yaitu sebelum usia kehamilan mencapai 120 hari,
kelompok pertama yang pendukungnya Fuqoha Zaidiah, sebagian Mazhab Hanafi dan
sebagian Mazhab Syafi’i, mengatakan bahwa aborsi yang dilakukan sebelum
ditiupkan ruh hukumnya mubah secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur atau
alasan-alasan tertentu. Kelompok kedua yang didukung oleh sebagian Mazhab
Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi’i, mengatakan hukumnya mubah kalau ada
alasan-alasan tertentu yang mengharuskannya, dan makruh tanpa ada alasan yang
mendesak. Kelompok ketiga mengatakan bahwa hukum aborsi ini adalah makruh
secara mutlak baik karena ada alasan yang mendesak atau tidak ada alasan,
pendukung kelompok ini adalah sebagian ulama Mazhab Maliki. Kelompok
keempat mengatakan haram hukumnya melakukan aborsi sekalipun ruh belum
ditiupkan, karena apabila air mani telah terpancar dan menetap di dalam rahim
meskipun belum 40 hari. Pendapat ini didukung oleh Jumhur Ulama, Mazhab Maliki
dan Mazhab Az-Zahiri. (Jurnalis, (et all) 2007 : 132, Dahlan (et
all), 2006: 9).
Dalam hal ini para ulama mengemukakan pandangan mereka diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa
sebelum terjadi penyawaan terhadap janin maka hukumnya terbagi dua, yaitu :
1)
Membolehkan, karena sebelum usia
tersebut janin belum berbentuk manusia.
2)
Mengharamkan, karena proses
pertumbuhan manusia telah dimulai sejak terjadinya konsepsi.
b.
Mazhab Hanafi mengatakan aborsi
sebelum terjadinya penyawaan maka makruh hukumnya, apa lagi kalau tidak ada
alasan yang jelas, yaitu bukan karena berkaitan dengan kemaslahatan baik bagi
si ibu ataupun janin itu sendiri.
c. Mazhab Maliki menyatakan bahwa
hukum aborsi adalah haram walaupun belum ditiupkan ruh, karena dianggap
merampas hak kehidupan anak manusia.
d. Mazhab Hambali, mengatakan hukum
aborsi sebelum 40 hari atau belum ditiupkan ruh adalah halal, tapi apa bila
dilakukan setelah usia tersebut maka hukumnya haram. (Zuhdi, 1989 : 74-80).
e. Quraish Shihab dalam bukunya
Secercah Cahaya Ilahi (2000 : 207-211) mengatakan bahwa aborsi dirangkaikan
dengan pembunuhan anak perempuan sebagaimana kejadian pada masa Jahiliyah, oleh
karena itu menurutnya baik pembunuhan ataukan aborsi maka berdampak sama-sama
menghilangkan nyawa yang telah siap atau berpotensi untuk berpartisifasi dalam
tugas kekhilafahan, menurutnya aborsi tidak hanya berkenaan dengan masalah
sangsi dan hukuman bagi pelakunya, tapi aborsi juga terkait dengan maslah
etika, oleh karena nya menurutnya baik janin itu sudah ditiupkan ruh ataukan
belum maka hukumnya tetap dilarang, kecuali ada alasan-alasan medis.
f.
Menurut Alwi Shihab (1997 : 211)
menyatakan bahwa Islam tidak pernah memberikan peluang kepada pertimbangan hak
perempuan untuk menentukan nasib janinnya, atau pertimbangan kesehatan yang
tidak fatal. Dan menurutnya bahwa bagaimana kita mengesampingkan hukum agama
Islam, sedangkan Amerika yang sekuler saja sangat memperhatikan aspek keagamaan
dalam membahas masalah aborsi ini. Agama-agama besar dunia sepakat untuk
membatasi aborsi dalam kondisi-kondisi tertentu yang memang membahayakan nyawa
ibu.
Dari beberapa uraian diatas nyata bagi kita bahwa para ulama memang berbeda pendapat mengenai hal ini karena titik tolaknya adalah kapan janin mulai konsepsi, walau pun mereka sama-sama mengambil keumuman dalil QS. As-Sajadah ayat 7-9 :
الَّذِي
أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ (٧)ثُمَّ
جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (٨)ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ
فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا
مَا تَشْكُرُونَ (٩)
Yang membuat
segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya
dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur. (QS.Sajadah:7-9).
Dan QS. Al-Mu’minun ayat 12-14 :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ
سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا
آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling Baik. (QS. Al Mukminun:12-14).
2.
Aborsi setelah Nafkh al-Ruh.
Para
Fuqoha berbeda pendapat tentang penafsiran Nafkh al-Ruh, kapan ruh tersebut
ditiupkan, ada yang mengatakan setelah usia kandungan di atas 120 dan ada pula
yang mengatakan bahwa peniupan ruh itu setelah janin berusia diatas 42
hari. Mufassir yang mengatakan bahwa peniupan ruh itu setelah usia kandungan
120 hari adalah berpegang pada Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim yang yang dikutip oleh Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Matan
al-arbain, ( tt : 18) yang artinya
sebagai berikut :
”Penciptaan kamu didalam rahim ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian alaqoh dalam waktu yang sama, kebudian mudghoh juga dalam waktu yang sama, sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan ruh kedalamnya, dan diutus untuk melakukan pencatatan empat kalimat yaitu mencatat rezkinya, usianya, amal perbuatannya, serta bahagia atau celakanya(HR. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan sebagian yang berpendapat bahwa ruh itu ditiupkan pada waktu usia janin diatas 42 hari adalah berpegang pada Hadist Rarulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim ( tt : 452) yang artinya :
”Apabila
nutfah telah melewati usia 42 hari, maka Allah mengutus malaikat untuk
membentuk rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,
dagingnya serta tulangnya, kemudian malaikat bertanya : Wahai Tuhan apakah
janin ini dijadikan laki-laki atau perempuan? Maka Allah menjadikan sesuai yang
Ia kehendaki”. (HR. Muslim).
Kendati para fuqoha khusunya dari mazhab empat berbeda tentang penafsiran kapan ruh itu ditiupkan, namun mereka sepakat tidak membolehkan aborsi setelah ditiupkan ruh, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai bentuk kejahatan atas makhluk yang sudah bernyawa, oleh karena itu aborsi pada tahap perkembangan itu diharamkan. Dalam Syari’at Islam janin memiliki hak untuk dimulyakan sebagaimana manusia, meskipun ia belum menghirup kehidupan yang nyata, oleh karena itu sangat tercela dan diharamkan pengguguran kandungan setelah ditiupkan ruh terhadap janin tersebut. (Jurnalis, at all, 2007 : 89).
Mahmud
Syaltuth dalam kitab Al-Fatawa (tt : 289) mengatakan bahwa aborsi yang
dilakukan setelah ditiupkan ruh yaitu setelah janin berusia 4 bulan apapun
bentuknya maka hukumnya haram dan merupakan bentuk kejahatan yang ada sanksi
pidananya, yang tidak dibenarkan dalam Islam, bahkan sebagian ulama ada yang
mengutuknya. Pada Komite Konsultasi Fatwa al-Azhar Kairo, mengindikasikan bahwa
Islam mengkategorikan aborsi sebagai kejahatan yang terkutuk, tak perduli
apakah kandungan tersebut hasil dari sebuah perkawinan yang sah ataukah hasil
dari hubungan gelap (zina) kecuali jika aborsi tersebut ditujukan untuk
menyelamatkan jiwa siibu yang sedang mengandungnya. Hal ini senada dengan apa
yang dikemukakan oleh Mahmud Syaltuth (tt : 290) bahwa telah merupakan
kesepakatan dan bagian dari konsensus yang diambil para fuqoha bahwa apabila
secara medis diketahui eksistensi bayi yang berada dalam kandungan akan
mengancam keselamatan hidup ibunya atau bila lahir akan membawa penyakit cacat
genetic, maka boleh untuk menggugurkan kandungan tersebut. Para
fuqoha menggunakan Qaidah Fiqh yang berbunyi :
”Menghindarkan
kerusakan (hal-hal negatif) lebih diutamakan daripada mendatangkan
kemaslahatan”.
“Keadaan darurat memperbolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)”.
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi,
maka diputuskan bahwa hukum aborsi adalah sebagai berikut :
- Haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
- Mubah apabila ada uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
a.
Uzur yang bersifat darurat adalah
meliputi :
1)
Perempuan hamil yang menderita
sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan
penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter
(Tim Ahli).
2)
Kehamilan tersebut mengancam nyawa
si ibu hamil.
b.
Uzur yang bersifat hajat adalah
meliputi :
1) Janin yang dikandung itu dideteksi
menderita cacat genetic yang kalau dilahirkan kelak penyakit tersebut sulit
disembuhkan.
2) Kehamilan akibat perkosaan yang
ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang terdapat didalamnya antara lain
keluarga kurban, dokter dan ulama.
Dan kebolehan aborsi pada kedua jenis kehamilan tersebut diatas adalah sebelum janin berusia 40 hari.
Dan kebolehan aborsi pada kedua jenis kehamilan tersebut diatas adalah sebelum janin berusia 40 hari.
3.
Haram hukumnya aborsi yang
dilakukan terhadap kehamilan akibat zina.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa hukum melakukan aborsi boleh selama belum ditiupkan ruh dan memang benar-benar ada uzur atau alasan yang kuat yang mengharuskan untuk menggugurkan kandungan tersebut. Seperti telah diketahui oleh Tim Ahli bahwa kehamilan tersebut akan mengakibatkan kematian bagi siibu hamil, atau telah diketahui bahwa bayi yang dikandung akan lahir dalam keadaan cacat genetic, maka tidak ada jalan lain kecuali menggugurkan kandungan tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa hukum melakukan aborsi boleh selama belum ditiupkan ruh dan memang benar-benar ada uzur atau alasan yang kuat yang mengharuskan untuk menggugurkan kandungan tersebut. Seperti telah diketahui oleh Tim Ahli bahwa kehamilan tersebut akan mengakibatkan kematian bagi siibu hamil, atau telah diketahui bahwa bayi yang dikandung akan lahir dalam keadaan cacat genetic, maka tidak ada jalan lain kecuali menggugurkan kandungan tersebut.
F.
Motivasi Aborsi
Dalam Kitab Fiqh Klasik, motivasi aborsi dapat digolongkan menjadi 5
macam, yaitu :
1.
Aborsi yang dilakukan secara
sengaja dan tertentu, seperti seorang ibu hamil yang sengaja meminum obat
dengan maksud agar kandungannya menjadi gugur.
2. Aborsi yang dilakukan menyerupai
kesengajaan, misalnya seorang suami menyerang secara brutal isterinya
yang sedang hamil muda, sehingga menyebabkan isterinya keguguran.
3. Aborsi yang dilakukan karena
khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang polisi yang sedang menjalankan
tugas untuk menangkap seorang penjahat yang berada ditempat yang sedang ramai
pengunjung, lalu sipenjahat berlari, dan oleh karena polisi tersebut
takut kehilangan jejaknya maka ditembaklah penjahat itu, dan ternyata pelurunya
nyasar kepada seorang ibu yang sedang hamil, sehingga ibu tersebut keguguran.
4. Aborsi yang dilakukan karena
darurat atau karena alasan medis yang menyatakan bahwa nyawa ibu tersebut
terancam bila melangsungkan kehamilannya.
5.
Aborsi Spontanitas, yaitu aborsi
yang terjadi dengan sendirinya.
Dari kelima macam motivasi ini menurut fuqoha klasik hanya dua jenis
aborsi terahir yang diperbolehkan melakukannya. (Ikhsanuddin, 2002 : 237-260).
Sementara kasus dilapangan yang banyak dijumpai saat ini indikasi-indikasi pengguguran kandungan adalah dapat disebabkan beberapa faktor, dan ditolerir oleh kalangan ulama kontemporer, diantaranya sebagai berikut :
- Faktor ekonomi, yaitu vaktor yang timbul karena rasa kehawatiran terhadap kemiskinan, sehingga tidak ingin mempunyai keluarga yang besar karena penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi.
- Faktor fisik, maksudnya karena si ibu seorang wanita karier yang senantiasa dipenuhi kesibukan, yang apabila dia hamil maka akan menyita waktu dan perhatiannya.
- Faktor psikologis, misalnya seorang ibu mempunyai penyakit kelainan jiwa baik akibat trauma pada kehamilan sebelumnya, atau karena kehamilan itu akibat dari perkosaan, atau karena kehamilan itu hasil dari hubungan gelap, atau incest, yang apabila kehamilannya diteruskan akan menambah berat beban kejiwaan yang telah dideritanya.
- Faktor usia, baik karena terlalu tua atau terlalu muda untuk melahirkan, sehingga apabila kehamilannya dilanjutkan akan mengancam keselamatannya pada saat melahirkan.
- Faktor kesehatan, seperti adanya prediksi medis bahwa janin yang dikandungnya tidak sempurna, sehingga akan lahir dalam keadaan cacat. Atau karena siibu menderita suatu penyakit berat seperti darah tinggi, kanker, sakit jantung, cacat genetik dan sebagainya.
- Faktor lingkungan, yaitu karena adanya kemudahan fasilitas dan penolong, seperti dokter, bidan dan dukun serta obat-obatan lainnya.
G.
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa
para ulama fiqh baik ulama klasik maupun kontemporer sepakat bahwa hukum
menggugurkan kandungan adalah haram, kacuali dalam kondisi tertentu yang
darurat, yaitu mengancam jiwa dan keselamatan si ibu yang sedang mengandung.
Dalam artian bahwa dibalik pengharaman pembunuhan janin tersebut ada
alasan-alasan tertentu yang memberikan kemungkinan berlakunya hukum sebaliknya,
yaitu boleh atau makruh, tetapi tidak sampai pada tarap haram.
Dalam kalangan ulama kontemporer kondisi-kondisi tertentu itu
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman, tidak hanya sebatas
mengancam jiwa dan keselamatn ibu hamil saja, tetapi masuk didalamnya beberapa
faktor penyebab, seperti karena pemerkosaan (rape) incest, kesehatan
fisik yang walaupun tidak mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu hamil, kesehatan
mental, kesulitan ekonomi dan adanya prediksi bahwa janin cacat. Beberapa
faktor ini sesuai dengan sosiologis manusia yang berdampak sangat besar bagi
kehidupan anak yang akan lahir atau ibu yang melahirkan. Dengan demikian
menurut penulis alasan-alasan ini dapat dimungkinkan menjadi faktor penyebab
aborsi yang diperbolehkan.
(Artikel: Syarifah Aini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini