Kamis, 05 Januari 2012

Hukum Aborsi

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI (MENGGUGURKAN KANDUNGAN)

A.    Pengertian
Berita tentang kehamilan bagi pasangan suami isteri yang memang mendambakannya,  hal tersebut adalah merupakan kabar yang paling membahagiakan, karena dengan adanya kehamilan tersebut akan mempererat hubungan perkawinan pasangan suami isteri tersebut. Kelahiran seorang bayi akan disambut dengan hati yang berbunga, sebagai pertanda bahwa garis keturunannya akan berlanjut. Kehadiran seorang anak akan memberi nuansa keriahan dan keriuhan dalam rumah tangga, siisteri akan bertambah tugasnya yaitu memelihara, mendidik dan membesarkan anak tersebut, kini dia bukan hanya sebagai seorang isteri, tapi juga sebagai seorang ibu. Demikian halnya dengan suami, dia juga telah menjadi seorang ayah yang secara otomatis akan berbagi dan bersinergi dengan isterinya dalam membesarkan dan mendidik anak tersebut.(Uddin, et all, 2007 :1).

Namun tidak semua berita kehamilan disambut dengan suka cita, bahkan diinginkan sekalipun tidak, berdasarkan penelitian Berer M. (2000 : 588) menyebutkan bahwa menurut WHO dari 210 juta kehamilan pertahun di dunia, ada sekitar 38 juta    (18 %) adalah merupakan kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak  diinginkan. Dan dalam penelitian lain disebutkan bahwa 4 dari 10 kehamilan adalam merupakan kehamilan yang tidak direncanakan (The Alan Guttmecher Institutte, 1999).

Ada banyak alasan mengapa kehamilan itu tidak diinginkan bahkan tidak mau dilanjutkan, diantaranya pertama karena KB gagal, (WHO, 2003) walaupun cara berKB telah dikonsultasikan dengan dokter secara intens, kedua karena siisteri menderita penyakit yang berat, sehingga menurut dokter bila kehamilannya dilanjutkan akan membahayakan nyawanya, ketiga hamil karena perkosaan, keempat karena incest dimana seorang ayah menghamili anak kandungnya, seorang kakak menghamili adik kandungnya, kelima karena janin yang dikandungnya mempunyai  cacat genetik, (Series, 2002), keenam  karena si isteri hamil dalam usia yang sudah tua atau masih terlalu muda, sehingga bila kehamilan itu dilanjutkan akan mengakibatkan kelainan kehamilan atau kelainan persalinan (Eastman and Hellman, 1961). Ketujuh karena   si isteri belum mau hamil karena sedang dalam terikat masa pendidikan atau terikat dengan kontrak kerja yang sedang dijalaninya.(Udin, et all, 2007 :1) Dan banyak alasan lain yang menyebabkan kehamilan tidak ingin dilanjutkan, dan alasan yang paling  faktor mengapa kehamilan tidak mau dilanjutkan adalah karena kehamilan itu akibat dari hubungan sek pra-nikah, akibat dari pergaulan bebas, kurang kontrol dari orang tua dan keluarga, disamping itu sianak gadis juga selalu diserang habis-habisan oleh media cetak dan elektronik yang sering menayangkan acara yang tidak sehat  bagi pertumbuhan anak, terutama adegan-adegan senetron yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
Kalau kehamilan itu sudah tidak direncanakan dan tidak dikehendaki oleh seorang wanita, maka yang akan terjadi adalah permintaan untuk mengugurkan kehamilannya (aborsi), lalu timbul pertanyaan, dari sudut pandang agama Islam, bolehkah aborsi itu dilakukan ? Lalu kalau boleh, faktor apa sajakah yang dapat membolehkan aborsi itu dilakukan, dalam makalah yang sangat sederhana ini penulis akan mencoba membahas tentang Aborsi dalam Persepsi Hukum Islam, yang meliputi Pengertian Aborsi, Macam-macam Aborsi, Hukum Melakukan Aborsi.

B.     Pengertian Aborsi
Kata aborsi adalah diambil dari bahasa Inggris yaitu kata “abortion” yang artinya pengguguran kandungan, kluron, abortus. (Echols dan Shadily, 1984 : 2),  Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1998 : 2) kata aborsi berarti (1) menggugurkan kandungan, (2) abortus yaitu diartikan terpecahnya embrio yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan. Sedangkan dalam literatur  fiqh islam, aborsi dikenal dengan sebutan al-jahdhu atau al-ijhadh dan isqat al-haml, yang berarti wanita yang melahirkan kandungannya secara paksa yang belum sempurna penciptaannya, atau lahirnya janin karena dipaksa atau dengan sendirinya sebelum waktunya.(Jurnalis, (et al) 2007 : 130, Dahlan (et al), 2006 : 8).
Sementara pengertian aborsi dikalangan medis berbeda-beda, antara lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Wingjosastro bahwa aborsi adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilannya sebelum usia 20 minggu (dihitung dari haid terahir) atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm. (Dewi, 1997 : 89). Sedangkan menurut Ginapura, aborsi adalah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Menurut Suma’mur aborsi adalah keluarnya kehamilan sebelum anak mampu melangsungkan hidup secara mandiri, dan menurut tim FK UNPAD Aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan ketika masih sedemikian kecilnya sehingga tidak bisa hidup diluar rahim (Zuhdi, 1989 : 74-80).

Demikian juga menurut fuqoha diantaranya seperti Al-Ghazali menurutnya aborsi adalah pelenyapan nyawa yang ada dijanin atau merusakkan sesuatu yang sudah terkonsepsi (maujud al-hasil), lebih lanjut dikatakan bahwa pelenyapan nyawa didalam rahim adalah termasuk perbuatan jinayah karena fase kehidupan janin telah dimulai sejak terpancarnya sperma dalam vagina sehingga terjadi konsepsi. Sedangkan Abdul Qadir Audah mengatakan Aborsi adalah pengguguran kandungan  dan perampasan hak hidup janin, yang dapat memisahkan janin dari rahim ibu (Jurnalis, et al, 2007 : 131-132).
  
C.    Macam-macam Aborsi
Dilihat dari segi kejadiannya aborsi dapat dibedakan dalam dua macam   yaitu : (1) aborsi yang terjadi dengan sendirinya (abortus spontanea) dan (2) aborsi yang terjadi karena perbuatan atau tindakan manusia (abortus provacatus). Mengenai aborsi yang terjadi dengan sendirinya ini, maka baik ulama klasik ataupun ulama kontemporer tidak ada yang mempermasalahkan hukumnya, karena kejadian itu terjadi dengan sendirinya tanpa ada unsur kesengajaan dari pelakunya.  Dan yang menjadi permalasalan dikalangan para ulama adalah hukum aborsi yang dilakukan secara sengaja melalui tindakan yang penuh perencanaan dan kesadaran. (Jurnalis, at al, 2007 : 75).
Dilihat dari sisi peniupan ruh kedalam janin manusia yang ada di rahim ibunya, maka aborsi atau pengguguran kandungan ini juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh dan (2) aborsi yang dilakukan setelah peniupan ruh.(Syaltut, 1966 : 211, Dahlan, 2006 : 9).

D.    Dalil Larangan Melakukan Aborsi
Terdapat beberapa dalil yang normatif melarang dilakukannya praktek aborsi dalam Islam sebagai berikut :
Q.S. Al-An’am : 151, yang berbunyi :
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (١٥١)

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar, demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahaminya.” (QS. Al An’am:151).

Q.S. Al-Isra’ ayat : 31 yang berbunyi :

وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا (٣١)
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besa. (QS. Al Isra:31).

E.      Hukum Melakukan Aborsi
1.      Aborsi sebelum Nafkh al-Ruh.
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukum terhadap aborsi yang dilakukan sebelum peniupan ruh ini, yaitu sebelum usia kehamilan mencapai 120 hari, kelompok pertama yang pendukungnya Fuqoha Zaidiah, sebagian Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi’i, mengatakan bahwa aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan ruh hukumnya mubah secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur atau alasan-alasan tertentu. Kelompok kedua yang didukung oleh sebagian Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Syafi’i, mengatakan hukumnya mubah kalau ada alasan-alasan tertentu yang mengharuskannya, dan makruh tanpa ada alasan yang mendesak. Kelompok ketiga mengatakan bahwa hukum aborsi ini adalah makruh secara mutlak baik karena ada alasan yang mendesak atau tidak ada alasan, pendukung kelompok ini adalah sebagian ulama Mazhab Maliki. Kelompok keempat  mengatakan haram hukumnya melakukan aborsi sekalipun ruh belum ditiupkan, karena apabila air mani telah terpancar dan menetap di dalam rahim meskipun belum 40 hari. Pendapat ini didukung oleh Jumhur Ulama, Mazhab Maliki dan Mazhab Az-Zahiri. (Jurnalis, (et all) 2007 : 132, Dahlan (et all),  2006: 9).

Dalam hal ini para ulama mengemukakan pandangan mereka diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Mazhab Syafi’i menyatakan bahwa sebelum terjadi penyawaan terhadap janin maka hukumnya terbagi dua, yaitu :
1)      Membolehkan, karena sebelum usia tersebut janin belum berbentuk manusia.
2)      Mengharamkan, karena proses pertumbuhan manusia telah dimulai sejak terjadinya konsepsi.
b.     Mazhab Hanafi mengatakan aborsi sebelum terjadinya penyawaan maka makruh hukumnya, apa lagi kalau tidak ada alasan yang jelas, yaitu bukan karena berkaitan dengan kemaslahatan baik bagi si ibu ataupun janin itu sendiri.
c.    Mazhab Maliki menyatakan bahwa hukum aborsi adalah haram walaupun belum ditiupkan ruh, karena dianggap merampas hak kehidupan anak manusia.
d.   Mazhab Hambali, mengatakan hukum aborsi sebelum 40 hari atau belum ditiupkan ruh adalah halal, tapi apa bila dilakukan setelah usia tersebut maka hukumnya haram. (Zuhdi, 1989 : 74-80).
e.  Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi (2000 : 207-211) mengatakan bahwa aborsi dirangkaikan dengan pembunuhan anak perempuan sebagaimana kejadian pada masa Jahiliyah, oleh karena itu menurutnya baik pembunuhan ataukan aborsi maka berdampak sama-sama menghilangkan nyawa yang telah siap atau berpotensi untuk berpartisifasi dalam tugas kekhilafahan, menurutnya aborsi tidak hanya berkenaan dengan masalah sangsi dan hukuman bagi pelakunya, tapi aborsi juga terkait dengan maslah etika, oleh karena nya menurutnya baik janin itu sudah ditiupkan ruh ataukan belum maka hukumnya tetap dilarang, kecuali ada alasan-alasan medis.
f.     Menurut Alwi Shihab (1997 : 211) menyatakan bahwa Islam tidak pernah memberikan peluang kepada pertimbangan hak perempuan untuk menentukan nasib janinnya, atau pertimbangan kesehatan yang tidak fatal. Dan menurutnya bahwa bagaimana kita mengesampingkan hukum agama Islam, sedangkan Amerika yang sekuler saja sangat memperhatikan aspek keagamaan dalam membahas masalah aborsi ini. Agama-agama besar dunia sepakat untuk membatasi aborsi dalam kondisi-kondisi tertentu yang memang membahayakan nyawa ibu.

Dari beberapa uraian diatas nyata bagi kita bahwa para ulama memang berbeda pendapat mengenai hal ini karena titik tolaknya adalah kapan janin mulai konsepsi, walau pun mereka sama-sama mengambil keumuman dalil QS. As-Sajadah ayat 7-9 :
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ (٧)ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (٨)ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (٩)

Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS.Sajadah:7-9).

Dan QS. Al-Mu’minun  ayat 12-14  :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.13.  Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling Baik. (QS. Al Mukminun:12-14).


2.      Aborsi setelah Nafkh al-Ruh.
Para Fuqoha berbeda pendapat tentang penafsiran Nafkh al-Ruh, kapan ruh tersebut ditiupkan, ada yang mengatakan setelah usia kandungan di atas 120 dan ada pula yang mengatakan  bahwa peniupan ruh itu setelah janin berusia diatas 42 hari. Mufassir yang mengatakan bahwa peniupan ruh itu setelah usia kandungan 120 hari adalah berpegang pada Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang yang dikutip oleh Imam Al-Nawawi dalam kitabnya Matan al-arbain,        ( tt : 18) yang artinya sebagai berikut :

”Penciptaan kamu didalam rahim ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian alaqoh dalam waktu yang sama, kebudian mudghoh juga dalam waktu yang sama, sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan ruh kedalamnya, dan diutus untuk melakukan pencatatan empat kalimat yaitu mencatat rezkinya, usianya, amal perbuatannya, serta bahagia atau celakanya(HR. Bukhari dan Muslim).

Sedangkan sebagian yang berpendapat bahwa ruh itu ditiupkan pada waktu usia janin diatas 42 hari adalah berpegang pada Hadist Rarulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shohih Muslim ( tt : 452) yang artinya :

”Apabila nutfah telah melewati usia 42 hari, maka Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya serta tulangnya, kemudian malaikat bertanya : Wahai Tuhan apakah janin ini dijadikan laki-laki atau perempuan? Maka Allah menjadikan sesuai yang Ia kehendaki”. (HR. Muslim).

Kendati para fuqoha khusunya dari mazhab empat berbeda tentang penafsiran kapan ruh itu ditiupkan, namun mereka sepakat tidak membolehkan aborsi setelah ditiupkan ruh, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai bentuk kejahatan atas makhluk yang sudah bernyawa, oleh karena itu aborsi pada tahap perkembangan itu diharamkan. Dalam Syari’at Islam janin memiliki hak untuk dimulyakan sebagaimana manusia, meskipun ia belum menghirup kehidupan yang nyata, oleh karena itu sangat tercela dan diharamkan pengguguran kandungan setelah ditiupkan ruh terhadap janin tersebut. (Jurnalis, at all, 2007 : 89).

Mahmud Syaltuth dalam kitab Al-Fatawa  (tt : 289) mengatakan bahwa aborsi yang dilakukan setelah ditiupkan ruh yaitu setelah janin berusia 4 bulan apapun bentuknya maka hukumnya haram dan merupakan bentuk kejahatan yang ada sanksi pidananya, yang tidak dibenarkan dalam Islam, bahkan sebagian ulama ada yang mengutuknya. Pada Komite Konsultasi Fatwa al-Azhar Kairo, mengindikasikan bahwa Islam mengkategorikan aborsi sebagai kejahatan yang terkutuk, tak perduli apakah kandungan tersebut hasil dari sebuah perkawinan yang sah ataukah hasil dari hubungan gelap (zina) kecuali jika aborsi tersebut ditujukan untuk menyelamatkan jiwa siibu yang sedang mengandungnya. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Mahmud Syaltuth (tt : 290) bahwa telah merupakan kesepakatan dan bagian dari konsensus yang diambil para fuqoha bahwa apabila secara medis diketahui eksistensi bayi yang berada dalam kandungan akan mengancam keselamatan hidup ibunya atau bila lahir akan membawa penyakit cacat genetic, maka boleh untuk menggugurkan kandungan tersebut. Para fuqoha menggunakan Qaidah Fiqh yang berbunyi :

”Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan”.

“Keadaan darurat memperbolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)”.  

Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi, maka diputuskan bahwa hukum aborsi adalah sebagai berikut :
  1. Haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
  2. Mubah apabila ada uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
a.       Uzur yang bersifat darurat adalah meliputi :
1)      Perempuan hamil yang menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter (Tim Ahli).
2)      Kehamilan tersebut mengancam nyawa si ibu hamil.
b.      Uzur yang bersifat hajat adalah meliputi :
1)  Janin yang dikandung itu dideteksi menderita cacat genetic yang kalau dilahirkan kelak penyakit tersebut sulit disembuhkan.
2) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang terdapat didalamnya antara lain keluarga kurban, dokter dan ulama.
Dan kebolehan aborsi pada kedua jenis kehamilan tersebut diatas adalah sebelum janin berusia 40 hari.
3.      Haram hukumnya aborsi yang dilakukan terhadap kehamilan akibat zina.

    Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, penulis berpendapat  bahwa hukum melakukan aborsi boleh  selama belum ditiupkan ruh dan memang benar-benar ada uzur atau alasan yang kuat yang mengharuskan untuk menggugurkan kandungan tersebut. Seperti telah diketahui oleh Tim Ahli bahwa kehamilan tersebut akan mengakibatkan kematian bagi siibu hamil, atau telah diketahui bahwa bayi yang dikandung akan lahir dalam keadaan cacat genetic, maka tidak ada jalan lain kecuali menggugurkan kandungan tersebut.

F.     Motivasi Aborsi
Dalam Kitab Fiqh Klasik, motivasi aborsi dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu :
1.      Aborsi yang dilakukan secara sengaja dan tertentu, seperti seorang ibu hamil yang sengaja meminum obat dengan maksud agar kandungannya menjadi gugur.
2.    Aborsi yang dilakukan menyerupai kesengajaan, misalnya  seorang suami menyerang secara brutal isterinya yang sedang hamil muda, sehingga menyebabkan isterinya keguguran.
3.  Aborsi yang dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang polisi yang sedang menjalankan tugas untuk menangkap seorang penjahat yang berada ditempat yang sedang ramai pengunjung, lalu sipenjahat berlari, dan oleh karena  polisi tersebut takut kehilangan jejaknya maka ditembaklah penjahat itu, dan ternyata pelurunya nyasar kepada seorang ibu yang sedang hamil, sehingga ibu tersebut keguguran.
4.     Aborsi yang dilakukan karena darurat atau karena alasan medis yang menyatakan bahwa nyawa ibu tersebut terancam bila melangsungkan kehamilannya.
5.      Aborsi Spontanitas, yaitu aborsi yang terjadi dengan sendirinya.
Dari kelima macam motivasi ini menurut fuqoha klasik hanya dua jenis aborsi terahir yang diperbolehkan melakukannya. (Ikhsanuddin, 2002 : 237-260).

Sementara kasus dilapangan yang banyak dijumpai saat ini indikasi-indikasi pengguguran kandungan adalah dapat disebabkan beberapa faktor, dan ditolerir oleh kalangan ulama kontemporer, diantaranya sebagai berikut :
  1. Faktor  ekonomi, yaitu vaktor yang timbul karena rasa kehawatiran terhadap kemiskinan, sehingga tidak ingin mempunyai keluarga yang besar karena penghasilan yang diperoleh tidak mencukupi.
  2. Faktor fisik, maksudnya karena si ibu seorang wanita karier yang senantiasa dipenuhi kesibukan, yang apabila dia hamil maka akan menyita waktu dan perhatiannya.
  3. Faktor psikologis, misalnya seorang ibu mempunyai penyakit kelainan jiwa baik akibat trauma pada kehamilan sebelumnya, atau karena kehamilan itu akibat dari perkosaan, atau karena kehamilan itu hasil dari hubungan gelap, atau  incest, yang apabila kehamilannya diteruskan akan menambah berat beban kejiwaan yang telah dideritanya.
  4. Faktor usia, baik karena terlalu tua atau terlalu muda untuk melahirkan, sehingga apabila kehamilannya dilanjutkan akan mengancam keselamatannya pada saat melahirkan.
  5. Faktor kesehatan, seperti adanya prediksi medis  bahwa janin yang dikandungnya tidak sempurna, sehingga akan lahir dalam keadaan cacat. Atau karena siibu menderita suatu penyakit berat  seperti darah tinggi, kanker, sakit jantung, cacat genetik dan sebagainya.
  6. Faktor lingkungan, yaitu karena adanya kemudahan fasilitas dan penolong, seperti dokter, bidan dan dukun serta obat-obatan lainnya.

G.    Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa para ulama fiqh baik ulama klasik maupun kontemporer sepakat bahwa hukum menggugurkan kandungan adalah haram, kacuali dalam kondisi tertentu yang darurat, yaitu mengancam jiwa dan keselamatan si ibu yang sedang mengandung. Dalam artian bahwa dibalik pengharaman pembunuhan janin tersebut ada alasan-alasan tertentu yang memberikan kemungkinan berlakunya hukum sebaliknya, yaitu boleh atau makruh, tetapi tidak sampai pada tarap haram.
Dalam kalangan ulama kontemporer kondisi-kondisi tertentu itu  mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman, tidak hanya sebatas mengancam jiwa dan keselamatn ibu hamil saja, tetapi masuk didalamnya beberapa faktor penyebab, seperti karena pemerkosaan (rape) incest, kesehatan fisik yang walaupun tidak mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu hamil, kesehatan mental, kesulitan ekonomi dan adanya prediksi bahwa janin cacat. Beberapa faktor ini sesuai dengan sosiologis manusia yang berdampak sangat besar bagi kehidupan anak yang akan lahir atau ibu yang melahirkan. Dengan demikian menurut penulis alasan-alasan ini dapat dimungkinkan menjadi faktor penyebab aborsi yang diperbolehkan.
(Artikel: Syarifah Aini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Coment Anda Disini