Pelaksanaan
qurban pada zaman Nabi Adam as yaitu dengan mengeluarkan hasil kerjanya yaitu
yang petani mengeluarkan hasil pertaniannya yang terdiri dari buah-buahan hasil
panen, sementara yang peternak mengeluarkan hasil peternakannya yang baik. Hal
mana dapat dilihat dalam QS. Al-Maidah ayat 27:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ
آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ
يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ
مِنَ الْمُتَّقِينَ (٢٧)
27. Ceritakanlah kepada mereka kisah
kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua
(Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah
hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Pada
zaman Nabi Ibrahim as berbeda lagi yaitu berqurban dengan apa yang paling
dicintainya. Karena pada saat itu yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim as adalah
putranya yang bernama Ismail, maka Allah Swt, memerintahkan untuk menyembeli
Ismail (putranya) tersebut. Walaupun pada akhirnya diganti oleh Allah Swt, dengan
seekor kambing gibas. Sebagaimana yang dikisahkan dalam QS. As-Shaffat ayat 102-107 yang telah kita
sebutkan di atas.
Di
zaman Nabi Muhammad Saw, beda lagi, qurban diperintahkan berupa penyembelian
binatang ternak (onta, sapi, dan kambing) sebagaimana firman Allah surat Al
Hajji ayat 34:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا
مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ
الْمُخْبِتِينَ (٣٤)
34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah
Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).
Sebagaimana yang telah
disebutkan sebelumnya, bahwa pada dasarnya ibadah qurban telah dilakukan ketika
manusia pertama yaitu Nabi Adam as hadir di dunia ini khalifah. Pada
waktu itu Allah Swt memerintahkan kepada dua orang anaknya untuk melakukan
ritual qurban. Oleh karena salah satu anaknya yang bernama Habil, memberikan
persembahan terbaik untuk diqurbankan, sementara anaknya yang bernama Kabil
mendatangkan hasil dari pertaniannya yang sudah rusak dan busuk yang menunjukan
ketidak ikhlasannya dalam melakukan ritual qurban yang diperintahkan Allah Swt,
yang menyebabkan ditolaknya qurban yang dilakukannya, sedangkan yang diterima
adalah ritual qurban yang dilakukan Habil, karena apa yang dilakukannya menunjukan
keikhlasan dalam melaksanakan perintah qurban yang menjadikan qurbannya
diterima disisi Allah Swt.
Namun patutu dicatat
bahwa pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh kedua anak Nabi Adam as tersebut
bukan merupakan landasan disyariatkannya penyembelihan hewan qurban dalam Islam
seperti saat sekarang ini, tapi landasannya adalah sejarah qurban Nabi Ibrahim as.
Melalui sebuah mimpi, Allah Swt, telah memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk
menyembelih anaknya dari isterinya yang bernama Siti Hajar yaitu Ismail.
Peristiwa ini merupakan gambaran potret kecintaan yang tulus ikhlas dan
ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Rabbnya sampai merelakan anaknya
sendiri untuk dikorbankan demi menjalankan perintah Rabbnya, karena ia sendiri
yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Allah Maha
Adil sehingga ia yakin bahwa Allah Swt, tidak akan mencelakakan dan
mendhalimi hamba-Nya meskipun Nabi Ibrahim as antara percaya dan tidak. Dan semua itu terbukti, ketika Nabi Ibrahim as
bersiap-siap untuk menyembelih anaknya, seketika itu Allah Swt, justru
malah mengirimkan seekor qibas dari syurga yang menggantikan Ismail. Kisah ini
diceritakan dalam Alqur’an surat Ash-Shaaffaat ayat 102-109.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as untuk menjalankan
perintah Allah Swt, tersebut bukan berarti tidak ada hambatan. Musuh
terbesar ummat manusia yaitu Syetan dan Iblis la’natullah selalu berusaha
mengodanya, namun beliau tetap tegar dan bersabar, lalu beliau melempari Syetan
dan Iblis dengan batu-batu kerikil, yang akhirnya kisah ini masuk kedalam
rangkaian pelaksanaan ibadah haji disaat Idul Qurban yang terkenal dengan
sebutan melempar jumratul ’ula. jumratul ushtho dan jumratul aqabah.
Itulah kecintaan dan
ketaatan Nabi Ibrahim as kepada Rabbnya yang dibuktikan dengan menjalankan
perintah-perintah Allah Swt, walaupun perintah tersebut sangat berat dan
harus mengorbankan seorang anak yang dicintainya. Itulah ujian yang terberat
yang diberikan Allah Swt, berikan kepada Nabi Ibrahim as untuk
memperlihatkan kepada kita tentang kecintaan dan ketaatannya kepada Allah Swt,
melebihi kecintaannya kepada materi dan keduniaan, baik itu harta, anak ataupun
istri.
Sebelumnya Allah Swt, juga
telah menguji Nabi Ibrahim as yang sudah berusia lanjut namun belum juga
dikaruniai seorang anakpun. Akhirnya sang istri, yaitu Siti Sarah menyarankan
suaminya untuk menikah lagi. Kemudian menikahlah Nabi Ibrahim as dengan Siti Hajar,
seorang wanita shalihah yang dipilihkan oleh Siti Sarah. Tidak lama setelah itu
hajarpun hamil, yang diikuti dengan hamilnya Siti Sarah, istri pertama Nabi
Ibrahim as. Saat-saat yang ditunggu Nabi Ibrahim as pun akhirnya terwujud
dengan lahirnya Nabi Ismail as.
Namun ujian Allah as terhadap hambanya yang shaleh
Nabi Ibrahim as tidak sampai disitu. Setelah kelahiran Nabi Ismail as, Allah
Swt pun menguji Nabi Ibrahim as dengan memerintahkannya untuk pergi
meninggalkan isteri dan anaknya yang masih mungil disebuah daerah yang sangat
gersang, yaitu lembah Bakka (lembah air mata). Lembah tersebut adalah lembah yang terkenal
dengan kegersangannya dan tidak ada sebatang pohonpun yang tumbuh serta tidak
ada air. Sehingga dikatakan bahwa setiap orang yang ada dilembah tersebut pasti
akan menangis. Maka disebutlah lembah tersebut dengan lembah Bakka yang
artinya lembah air mata.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Siti Hajar bertanya kepada Nabi
Ibrahim as sampai tiga kali, perihal ditinggalkannya ia dan anaknya di lembah
tersebut. Siti Hajar berkata,"Wahai Suamiku, apakah yang engkau lakukan
ini perintah Allah ".Nabi Ibrahim menjawab "Benar, ini adalah
perintah Allah". Siti Hajar pun menjawab dengan tegas tanpa keraguan
sedikitpun. "Kalau memang ini perintah Allah , tinggalkanlah kami .
Karena Allah pasti akan menyelamatkan hamba-Nya dan tidak akan menyengsarakannya".
Kemudian berjalanlah Nabi Ibrahim as meninggalkan
orang-orang yang dicintainya. Namun, kecintaan Nabi Ibrahim as terhadap mereka,
menghentikan langkahnya seraya berdo'a dan bermunajat kepada Allah Swt, Sang Khalik
yang lebih mencintai hamba-Nya. Do'a ini diabadikan dalam Al Qur'an Surat Al
Baqarah ayat 126:
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ
كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ (١٢٦)
126.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini,
negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada
penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah
berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara,
kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat
kembali".
Sedangkan tempat berdirinya Nabi Ibrahim as tersebut akhirnya menjadi
maqom Ibrahim dekat Baitullah. Setelah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim as,
Nabi Ismail as kecil mulai menangis di bawah terik matahari karena kehausan dan
kepanasan. Siti Hajar sebagai seorang ibu, berusaha untuk mencarikan air bagi anaknya.
Siti Hajar kemudian berlari-lari kecil antara dua bukit shafa dan marwah.
Perjuangan Siti Hajar ini diabadikan dalam prosesi sa’i. Prosesi sa’i
merupakan simbol kasih sayang dan kecintaan seorang ibu terhadap anaknya.
Itulah kisah keluarga Nabi Ibrahim as yang mendapatkan
berbagai ujian dari Allah Swt, dan mereka mampu bersabar dalam ujian
tersebut. Itulah kesholehan sang Nabi Ibrahim as, yang kesholehan tersebut
tidak hanya dimilikinya sendiri, tapi juga dimiliki oleh anak dan istrinya,
sehingga kesabaran dalam menghadapi ujian tidak hanya dihadapinya
sendiri, tapi dihadapi oleh sekeluarga. Dan ujian yang terberat adalah ujian
penyembelihan Nabi Ismail as yang peristiwa ini diabadikan dengan ritual ibadah
qurban yang dilakukan oleh segenap kaum muslimin diseluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini