Kamis, 11 Agustus 2011

EKSISTENSI ZAKAT DALAM ISLAM




A.    Pendahuluan.
          Sejalan dengan firman Allah SWT ummat Islam adalah ummat yang terbaik (kuntum khaeru ummah), ummat yang dipilih Allah SWT untuk mengemban risalah (khalifah fi rard), agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugasnya dalam rangka mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun dan kapanpun mereka berada (rahmatan lilalamin). Realita dan kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah SWT kepada ummat Islam belum dikembangkan dan didayagunakan secara optimal.
Potensi ummat Islam dapat dilihat dari banyaknya tokoh senteral intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah ruah atas kekayaan alamnya. Jika potensi itu dikembangkan akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan dan kesenjangan ekonomi akan makin dapat dipersempit. Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan peugumpulan dan pendayagunaan potensi ekonomi ummat melalui instrumen zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya.  Demikian juga halnya ummat Islam di Indonesia memiliki potensi dana yang sangat besar. 
Sebagai ibadah pokok (fundamental), zakat termasuk salah satu rukun Islam (ke 3 dan atau ke 4), sehingga eksistensinya dianggap sebagai “ma’lum min ad diin bi adl dlaurah”, yakni sesuatu hal yang dianggap diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari ke-Islaman seseorang. Sehingga Allah SWT mensejajarkan kata shalat dan kewajiban berzakat dalam berbagai bentuk kata tidak kurang dari 27 ayat dalam Al Quran. Al Quran menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran Islam, ciri utama mu’min yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup dan yang akan mendapatkan rahmat Allah SWT. Kesediaannya berzakat dipandang sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwa dari berbagai sifat bakhil, sekaligus berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan dan mengembangkan harta yang dimilikinya melalui instrumen zakat.


B.     Pengertian Zakat.
Menurut bahasa (lughat) zakat merupakan kata dasar (masdar) dari  زكىberarti: tumbuh; berkembang; kesuburan; bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan,  keberkatan, dan kebaikan. Sebab dinamakan zakat karena dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkannya dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: “diri dan harta orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya berkembang secara maknawi”.
Sementara menurut istilah syara' zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan ditasharufkan kepada golongan tertentu pula (asnaf).  Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan dinamakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah. Atau dengan kata lain zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (Pasal 668 angka 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).


C.    Dasar Hukum Zakat.
Zakat termasuk salah satu kewajiban dalam Islam yang tidak bisa dipisahkan dengan shalat, sampai-sampai baginda Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna shalat bagi seseorang yang tidak membayar zakat”. Di samping itu Allah SWT menyuruh umat Islam untuk bisa menafkahkan sebagian harta yang dicintainya sehingga bisa dikatakan kebajikan yang sempurna. Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya (muzakki) dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan ummat. Zakat mempunyai dasar hukum sebagai berikut:
1.   Al Quran, diantaranya:
QS. Al Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (٤٣)
43. dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.

QS. At Taubah ayat 5:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٥)
5. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS. At Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣)
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
2.      Hadist, diantaranya:
عن ابى سعيد الخدري رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم"لا تحل الصد قة لغنى الا بخمسة: لعا مل عليها او رجل اشتراهابماله. او غاز فى سبل الله او مسكين تصدق عليه منها فاهدى منها لغنى. (رواه اخمد وابو دواد و ابن ماجه)
“Dari Abu Said Al-Khudriyyi r.a., katanya: Rasulullah SAW bersabda: Zakat itu tidak halal bagi orag kaya kecuali untuk lima orang, yaitu : Amil zakat, seseorang yang membeli barang zakat dengan hartanya, orang yang berhutang, orang yang berperang dijalan Allah, orang yang miskin yang menerima zakat yang kemudian zakat tersebut dihadiahkan kepada orang kaya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
قال النبي صلى الله عليه وسلم: ليس فيما دون خمس اواق صدقة وليس فيما دون خمس ذود صد قة وليس فيما دون خمس أوسق صد قة.
“Nabi SAW bersabda : tidak ada zakat yang kurang dari lima auqiyah, dan tidak zakat yang kurang dari lima ekor unta, dan tidak ada zakat yang kurang dari lima wasaq (1 wasaq = 50 sha’).” (Al-Bukhari 24:45; Muslim 12: 2; Lu’lu wal Marjan 1: 223).
Sementara di Indonesia agar zakat dapat dikelola dengan baik, Pemerintah dan Dewan Perkawilan Rakyat telah mengundangkan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, disamping itu juga ada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

D.    Hukum Zakat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam (ke 3 dan atau ke 4) dan menjadi salah satu unsur pokok atau fundamental bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah maghdah (seperti shalat, puasa dan haji) yang telah diatur secara rinci dan dipatenkan oleh Al Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal  sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat Islam itu sendiri.


E.     Macam-macam Zakat.
Zakat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Zakat Nafs (jiwa), juga disebut juga zakat fitrah.
Yaitu, zakat yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadhan bagi setiap muslim, baik anak kecil, maupun orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, dan baik orang merdeka maupun hamba sahaya.
2.      Zakat Maal (harta).
Yaitu, salah satu rukun Islam yang merupakan ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus merupakan amal sosial kemanusiaan. Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang atau badan hukum tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.


F.     Syarat-syarat Wajib Zakat.
Syarat-syarat seorang muslim dibebani kewajiban zakat, yaitu:
1.      Muslim.
2.      Aqil.
3.      Baligh.
4.      Memiliki harta yang mencapai nishab.


G.    Syarat-syarat Harta Kekayaan yang Dizakati.
Syarat-syarat karya kekayaan yang dizakati, yaitu:
1.      Milik penuh atau milik sempurna (Almilkuttam au Almiltam).
Yaitu: harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah atau halal. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram seperti hasil korupsi, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya atau negara.
2.      Berkembang (Ziyadah).
Yaitu: harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
3.      Cukup Nishab.
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara', sementara jika harta tersebut tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat.
4.      Lebih dari kebutuhan pokok (Alhajatul Ashliyah).
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
5.      Bebas dari hutang.
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
6.      Berlalu satu tahun (Alhaul).
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu satu tahun, persyaratan haul hanya diberlakukan untuk zakat ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada disyaratkan adanya ketentuan haul.


H.    Sumber-sumber Zakat.
Sumber-sumber harta zakat terdiri dari:
1.      Binatang Ternak.
Binatang ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.       Sapi, Kerbau dan Kuda.
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat. Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b.      Kambing atau Domba.
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat. Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.
c.       Ternak Unggas (ayam, bebek, burung, dan lain lain) dan Perikanan.
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %.
d.      Unta.
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah. Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
2.      Emas Dan Perak.
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang, juga sering dijadikan perhiasan atau assesories. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.       Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
b.      Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
c.       Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
d.      Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.
3.      Harta Perniagaan.
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lainnya. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, Yayasan, PD dan sebagainya. Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.       Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti CV, PT, Koperasi, Yayasan, PD dan sebagainya) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %.
b.      Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab).
c.       Cara menghitung zakat, kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1)      Kekayaan dalam bentuk barang.
2)      Uang tunai.
3)      Piutang.
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko,  dan lain-laintidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang). Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dan lain-lain, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:
1)      Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dan lain-lain, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
2)      Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
4.      Hasil Pertanian.
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain. Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.       Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
b.      Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dan lain-lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).
c.       Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
d.      Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50:50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
e.       Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dan lain-lain. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
5.      Ma’din dan Kekayaan Laut.
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dan lain-lain. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dan lain-lain. Adapun ma’din adalah pemberian bumi yang terbentuk dari benda lain tetapi berharga, seperti emas, perak, timah, besi, intan, batu permata, akik, batu bara, dan minyak bumi. Orang yang menemukan benda-benda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1/5 bagian.
Jumhur ulama berpendapatbahwa hasil laut, baik berupa mutiara, merjan (manik-manik), zabarjad (kristal untuk batu permata) maupun ikan, ikan paus dan lain-lainnya, tidak wajib di zakati. Namun Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) berpendapat bahwa hasil laut wajib dikeluarkan zakatnya apabila sampai satu nishab. Pendapat terakhir ini nampaknya sangat sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang ini, karena hasil ikan yang telah digarap oleh perusahaan-perusahaan besar dengan peralatan modern menghasilkan uang yang sangat banyak. Nishab ikan senilai 200 dirham 9672 gram perak). Mengenai zakat hasil laut ini memang tidak ada landasannya yang tegas, sehingga diantara para ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat (ikhtilaf). Namun jika dilihat dari QS. Al-Baqarah 267:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Jelas ketentuan ayat ini menyatakan bahwa setiap usaha yang yang menghasilkan uang dan memenuhi syarat, baik nisab maupun haulnya, wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun waktu mengeluarkan zakatnya sama seperti tanaman, yaitu di saat hasil itu diperoleh.
6.      Rikaz.
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Harta rikaz adalah harta-harta yang terpendam atau tersimpan. Termasuk ke dalam harta rikaz ini antara lain berbagai macam harta benda yang disimpan oleh orang-orang terdahulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, dan pundi-pundi berharga. Zakat rikaz wajib tanpa syarat nishab (ukuran jumlah) dan tanpa haul (ukuran waktu).
7.      Jasa Profesi.
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan (ditasharufkan) kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara').
Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
 Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan. Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab. Contohnya adalah profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, dan lain-lain.
Zakat profesi sejalan dengan tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahiq. Zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan. Mengenai nisab, besar, dan waktu pembayarannya, ada dua pendekatan untuk zakat profesi, yaitu :
a.       setelah diperhitungkan selama satu tahun. Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.
b.      dikeluarkan langsung saat menerima, pendapat ini dianalogikan pada zakat tanaman. Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya). 
 8.     Zakat Harta Lainnya.
a.      Saham dan Obligasi.
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
b.      Undian dan kuis berhadiah.
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maka wajib dizakati sebasar 20% (1/5).
c.       Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran.
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:
1)      Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa, maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.
2)      Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.


I.       Hikmah Zakat.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, antara lain:
1.    Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa dari aspek materi memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT.
2.   Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan yang harta lebih.
3.      Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, dan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati
4.      Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatan Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama) .
5.      Menjadi unsur yang urgen dalam mewujudkan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat.
6.     Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan aghniya dengan yang fakir.
7.     Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin.


J.      Mustahik.
Berdasarkan pada surat at Taubah ayat 60 tentang orang yang berhak menerima zakat, yaitu :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٦٠)

"... Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Jadi berdasarkan firman Allah Swt tersebut, terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat :
1.      Fakir.
Fakir adalah golongan yang pertama disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta.
2.      Miskin
Miskin adalah orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.
3.      Amil zakat.
Sasaran ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.
4.      Golongan muallaf.
Muallaf dalam berbagai referensi terbagi dalam beberapa macam golongan, diantaranya :
a.       Golongan yang diharapkan keislamannya baik kelompok maupun keluarganya.
b.      Golongan orang yang dikuatirkan kelakuan jahatnya untuk merongrong Islam.
c.       Golongan orang yang baru masuk Islam.
d.      Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat kafir.
e.       Pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.
Lamanya masa mualaf yaitu 3 bulan, 6 bulan dan sampai 1 tahun, dan atau bisa taat melaksanakan hukum-hukum Islam.
5.      Memerdekakan budak belian.
Ada beberapa cara untuk memerdekakan budak, diantaranya yaitu:
a.       Menolong hamba mukatab, yaitu budak yang memiliki perjanjian dengan tuannya, misalnya : ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka dia dibebaskan.
b.      Seseorang dengan harta zakatnya membeli seorang budak kemudian membebaskannya.
6.      Gharimun.
Gharimun (orang yang berhutang) adalah termasuk golongan mustahik. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.
7.      Fi Sabilillah.
Fi Sabilillidin merupakan orang yang berjihad di jalan Allah SWT.
8.      Ibnu Sabil.
Ibnu sabil, menurut Jumhur Ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas dari suatu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang yang berjalan di atasnya karena tetap di jalan itu. Menurut pendapat beberapa ulama, ibnu sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun ia kaya, apabila ia terputus bekalnya. Ibnu Zaid berkata: "Ibnu sabil adalah musafir, apakah ia kaya atau miskin, apabila terdapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya samasekali tidak ada, atau terkena sesuatu musibah atas hartanya, atau ia samasekali tidak memiliki apa-apa, maka dalam keadaan demikian itu, hanya bersifat pasti.
Sedangkan fihak-fihak di luar dari 8 golongan (asnaf) ini tidak dibenarkan menerima uang dari zakat.


K.    Yang Tidak Berhak Menerima Zakat.
Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat, diantaranya adalah:
1.     Orang kaya, yaitu orang yang berkecukupan atau mempunyai harta yang sampai senisab.
2.  Orang yang kuat yang mampu berusaha untuk mencukupi kebutuhannya dan jika penghasilannya tidak mencukupi, maka boleh mengambil zakat.
3.      Orang kafir di bawah perlindungan negara Islam ke-cuali jika diharapkan untuk masuk Islam.
4.     Bapak ibu atau kakek nenek hingga ke atas atau anak-anak hingga ke bawah atau isteri dari orang yang mengeluarkan zakat, karena nafkah mereka di bawah tanggung jawabnya. Dibolehkan menyalurkan zakat kepada selain mereka seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dan bibi dengan syarat mereka dalam keadaan membutuhkan.


L.     Tatacara Pembayaran Zakat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membayar zakat.
a.   Sucikan niat sebelum menunaikan zakat pastikan bahwa amal perbuatan hanya ditujukan semata-mata untuk Allah SWT. Niatnya boleh dilafazdkan dan boleh dalam hati.
b.      Telitilah sasaran zakat apakah dia benar-benar termasuk golongan yang berhak menerima uang zakat.
c.     Utamakanlah orang-orang yang dekat  (dzawil qurba) boleh melalui amil zakat agar zakat tepat sasaran dan optimal serta merata.
d.      Ketika memberikan zakat ucapkan kata-kata yang baik dan santun kepada penerima.
e.     Tunaikanlah zakat ketika saatnya tiba. Menunda-nunda pembayaran zakat tidak dikehendaki oleh Islam dan seluruh ajaran Islam, termasuk zakat, mendidik manusia untuk disiplin dan tepat waktu.


M.   Peranan Penguasa Pengelolaan Zakat.
Institusi zakat tidaklah merupakan institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi lebih dari pada itu merupakan juga institusi pentadbiran dan pemerintahan negara. Berasaskan kepada sifatnya ini Al-Quran memerintahkan supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara sebagai suatu sistem keuangan yang tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang perseorangan atau kumpulan masyarakat untuk melaksanakannya. Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara.
Dari perspektif ini kewajiban zakat ini tidak boleh difokuskan kepada aspek kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga kepada aspek pendapatan  negara untuk mengentaskan kemiskinan umat. Berasaskan kepada kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi para pegawai senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain mengurus pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara. Berasaskan kepada kedudukan inilah juga maka paranegara sarjana keuwangan Islam, seperti Abu Yusuf, al-Mawardi,  Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak lainnya biasanya membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam bab keuwangan dan percukaian.

N.    Sanksi Tidak Berzakat.
Ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman keras terhadap orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah menjadi azab bagi pemiliknya. Allah SWT telah berfirman dalam surat Attaubah ayat 35 :

يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (٣٥)
 “Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.

Dalam Fiqhus Sunnah I: 281, Syaikh Sayyid Sabiq menulis, “Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah sangat terkenal sehingga termasuk dharurriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang mana andaikata ada seseorang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada seseorang yang baru masuk Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti hukum-hukum Islam.”Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat, namun meyakininya sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan membayarnya, tidak sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang memungut zakat tersebut darinya dengan paksa”.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebut sanksi bagi yang tidak membayar zakat sebagai berikut:
Pasal 691

Barang siapa yang melanggar ketentuan zakat ini maka akan dikenai sanksi sebagaimana diatur sebagai berikut:
a.   Barangsiapa yang tidak menunaikan zakat maka akan dikenai denda dengan jumlah tidak melebihi dari besarnya zakat yang wajib dikeluarkan.
b.     Denda sebagaimana dimaksud dalam angka (1) didasarkan pada putusan pengadilan.
c.    Barangsiapa yang menghindar dari menunaikan zakat, maka dikenakan denda dengan jumlah tidak melebihi (20%) dari besarnya zakat yang harus dibayarkan.
d.  Zakat yang harus dibayarkan ditambah dengan denda dapat diambil secara paksa oleh juru sita untuk diserahkan kepada badan amil zakat daerah kabupaten/kota.


O.    Kesimpulan.
Zakat adalah peraturan yang menjamin dan memberantas kesenjangan sosial yang tidak bisa hanya ditanggulangi dengan mengumpulkan sedekah per-orangan yang bersifat sunnah belaka.  Tujuan utama disyari’atkan zakat adalah untuk mengeluarkan orang-orang fakir dari kesulitan hidup yang melilit mereka menuju ke kemudahan hidup mereka sehingga mereka bisa mempertahankan kehidupannya. Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Coment Anda Disini