A.
Pendahuluan.
Sejalan dengan firman Allah SWT ummat
Islam adalah ummat yang terbaik (kuntum khaeru ummah), ummat yang
dipilih Allah SWT untuk mengemban risalah (khalifah fi rard), agar
mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugasnya dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun dan kapanpun mereka
berada (rahmatan lilalamin). Realita dan kenyataan ummat Islam kini jauh
dari kondisi ideal akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri. Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah SWT kepada ummat Islam
belum dikembangkan dan didayagunakan secara optimal.
Potensi
ummat Islam dapat dilihat dari banyaknya tokoh senteral intelektual dan ulama,
disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah ruah atas
kekayaan alamnya. Jika potensi itu dikembangkan akan diperoleh hasil yang
optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah
Islamiyah makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan dan
kesenjangan ekonomi akan makin dapat dipersempit. Salah satu sisi ajaran Islam
yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara
mengoptimalkan peugumpulan dan pendayagunaan potensi ekonomi ummat melalui
instrumen zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Demikian juga halnya ummat Islam di Indonesia
memiliki potensi dana yang sangat besar.
Sebagai ibadah pokok (fundamental), zakat termasuk
salah satu rukun Islam (ke 3 dan atau ke 4), sehingga eksistensinya dianggap
sebagai “ma’lum min ad diin bi adl dlaurah”, yakni sesuatu hal yang
dianggap diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari ke-Islaman
seseorang. Sehingga Allah SWT mensejajarkan kata shalat dan kewajiban berzakat
dalam berbagai bentuk kata tidak kurang dari 27 ayat dalam Al Quran. Al Quran
menyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama
ketundukan seseorang terhadap ajaran Islam, ciri utama mu’min yang akan
mendapatkan kebahagiaan hidup dan yang akan mendapatkan rahmat Allah SWT.
Kesediaannya berzakat dipandang sebagai orang yang selalu berkeinginan untuk
membersihkan diri dan jiwa dari berbagai sifat bakhil, sekaligus
berkeinginan untuk selalu membersihkan, mensucikan dan mengembangkan harta yang
dimilikinya melalui instrumen zakat.
B.
Pengertian
Zakat.
Menurut
bahasa (lughat) zakat merupakan kata dasar (masdar) dari زكىberarti: tumbuh; berkembang;
kesuburan; bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau
mensucikan, keberkatan, dan kebaikan.
Sebab dinamakan zakat karena
dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkannya
dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: “diri dan harta
orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya berkembang
secara maknawi”.
Sementara
menurut istilah syara' zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu
dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan ditasharufkan kepada golongan tertentu pula (asnaf). Selain itu, ada
istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa
sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq.
Sebagian yang lain mengatakan dinamakan infaq
wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah. Atau dengan
kata lain zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (Pasal 668 angka 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah).
C.
Dasar
Hukum Zakat.
Zakat termasuk salah satu kewajiban dalam Islam yang tidak bisa
dipisahkan dengan shalat, sampai-sampai baginda Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak sempurna shalat bagi seseorang yang tidak membayar zakat”. Di
samping itu Allah SWT menyuruh umat Islam untuk bisa menafkahkan sebagian harta
yang dicintainya sehingga bisa dikatakan kebajikan yang sempurna. Zakat sebagai
rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya (muzakki)
dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Dengan
pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat
dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan ummat. Zakat mempunyai dasar hukum
sebagai berikut:
1.
Al Quran,
diantaranya:
QS. Al Baqarah
ayat 43:
وَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (٤٣)
43. dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.
QS. At Taubah ayat 5:
فَإِنْ
تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٥)
5. jika mereka bertaubat dan mendirikan
sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk
berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS. At Taubah
ayat 103:
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣)
103.
ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
2.
Hadist,
diantaranya:
عن ابى سعيد الخدري رضى الله عنه قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم"لا تحل الصد قة لغنى الا بخمسة: لعا مل
عليها او رجل اشتراهابماله. او غاز فى سبل الله او مسكين تصدق عليه منها فاهدى منها
لغنى. (رواه اخمد وابو دواد و ابن ماجه)
“Dari Abu Said Al-Khudriyyi r.a., katanya: Rasulullah SAW
bersabda: Zakat itu tidak halal bagi orag kaya kecuali untuk lima orang, yaitu
: Amil zakat, seseorang yang membeli barang zakat dengan hartanya, orang yang
berhutang, orang yang berperang dijalan Allah, orang yang miskin yang menerima
zakat yang kemudian zakat tersebut dihadiahkan kepada orang kaya.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud dan Ibnu Majah).
قال النبي صلى الله عليه وسلم: ليس
فيما دون خمس اواق صدقة وليس فيما دون خمس ذود صد قة وليس فيما دون خمس أوسق صد قة.
“Nabi SAW bersabda : tidak ada zakat yang kurang dari lima
auqiyah, dan tidak zakat yang kurang dari lima ekor unta, dan tidak ada zakat
yang kurang dari lima wasaq (1 wasaq = 50 sha’).” (Al-Bukhari 24:45; Muslim 12:
2; Lu’lu wal Marjan 1: 223).
Sementara
di Indonesia agar zakat dapat dikelola dengan baik, Pemerintah dan Dewan
Perkawilan Rakyat telah mengundangkan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, disamping itu juga ada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
D.
Hukum
Zakat.
Zakat
merupakan salah satu rukun Islam (ke 3 dan atau ke 4) dan menjadi salah satu
unsur pokok atau fundamental bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum
zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah maghdah (seperti shalat, puasa
dan haji) yang telah diatur secara rinci dan dipatenkan oleh Al Qur'an dan As
Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat Islam itu sendiri.
E.
Macam-macam
Zakat.
Zakat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Zakat Nafs (jiwa), juga
disebut juga zakat fitrah.
Yaitu, zakat yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadhan bagi setiap muslim,
baik anak kecil, maupun orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, dan baik
orang merdeka maupun hamba sahaya.
2. Zakat Maal (harta).
Yaitu, salah satu rukun Islam yang merupakan ibadah kepada Allah SWT dan
sekaligus merupakan amal sosial kemanusiaan. Zakat mal adalah bagian dari harta
kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang atau
badan hukum tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah
dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.
F.
Syarat-syarat
Wajib Zakat.
Syarat-syarat seorang muslim dibebani kewajiban zakat,
yaitu:
1.
Muslim.
2.
Aqil.
3.
Baligh.
4.
Memiliki
harta yang mencapai nishab.
G.
Syarat-syarat
Harta Kekayaan yang Dizakati.
Syarat-syarat karya kekayaan yang dizakati, yaitu:
1.
Milik
penuh atau milik
sempurna (Almilkuttam au Almiltam).
Yaitu:
harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat
diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses
pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti: usaha, warisan,
pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah atau halal. Sedangkan
apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram seperti hasil korupsi,
maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus
dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli
warisnya atau negara.
2.
Berkembang (Ziyadah).
Yaitu:
harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai
potensi untuk berkembang.
3.
Cukup
Nishab.
Artinya
harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara',
sementara jika harta tersebut tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat.
4.
Lebih
dari kebutuhan pokok (Alhajatul Ashliyah).
Kebutuhan
pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang
menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan
tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum misal, belanja
sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
5.
Bebas
dari hutang.
Orang
yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada
waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas
dari zakat.
6.
Berlalu
satu tahun (Alhaul).
Maksudnya
adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu satu tahun, persyaratan haul
hanya diberlakukan untuk zakat ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang
hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada disyaratkan
adanya ketentuan haul.
H.
Sumber-sumber
Zakat.
Sumber-sumber harta zakat terdiri dari:
1.
Binatang Ternak.
Binatang
ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba)
dan unggas (ayam, itik, burung). Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.
Sapi,
Kerbau dan Kuda.
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu
30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia
telah terkena wajib zakat. Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor,
zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40
ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b.
Kambing
atau Domba.
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang
telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat. Selanjutnya,
setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.
c.
Ternak
Unggas (ayam, bebek, burung, dan lain lain) dan Perikanan.
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan
berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung
berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara
dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas.
Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun
(tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat
sebesar 2,5 %.
d.
Unta.
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah. Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah. Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
2.
Emas Dan Perak.
Emas
dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang, juga sering
dijadikan perhiasan atau assesories. Emas dan perak juga dijadikan mata uang
yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta
yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas
keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang
lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku
pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan
uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya,
termasuk kedalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan
besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Pada emas dan perak atau
lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan
zakat atas barang-barang tersebut. Dengan ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah
200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas
sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena
wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
b.
Demikian
juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat
dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan,
cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan
zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama
dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
c.
Perhiasan
emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah
maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai
perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang
selebihnya dari 60 gram.
d.
Perhitungan
harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.
3.
Harta
Perniagaan.
Harta
perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam
berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan,
perhiasan, dan lain-lainnya. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan
atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, Yayasan, PD dan sebagainya. Dengan
ketentuan zakatnya sebagai berikut:
a.
Harta
perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri,
ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti CV, PT,
Koperasi, Yayasan, PD dan sebagainya) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan
85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup
buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan
85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib
mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %.
b.
Pada
badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah
beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada
pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang
yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah
muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab).
c.
Cara
menghitung zakat, kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari
salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1)
Kekayaan
dalam bentuk barang.
2)
Uang
tunai.
3)
Piutang.
Maka
yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus
dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Pada harta perniagaan, modal investasi yang
berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dan lain-laintidak termasuk harta yang wajib
dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang). Usaha
yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi,
renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dan lain-lain, kemudian
dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:
1)
Pada
perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan
dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dan
lain-lain, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
2)
Pada
Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang
diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%.
Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan
zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga
tanahnya.
4.
Hasil
Pertanian.
Hasil
pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis
seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias,
rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain. Dengan ketentuan zakatnya sebagai
berikut:
a.
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750
kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung,
gandum, kurma, dan lain-lain, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian
tersebut.
b.
Tetapi
jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan,
sayur-sayuran, daun, bunga, dan lain-lain, maka nishabnya disetarakan dengan
harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri)
tersebut (di negeri kita = beras).
c.
Kadar
zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau
sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada
biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
d.
Dari
ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%.
Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni
berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairi dengan air hujan
(sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50:50, maka kadar zakatnya
7,5% (3/4 dari 1/10).
e.
Pada
sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain
seperti pupuk, insektisida, dan lain-lain. Maka untuk mempermudah perhitungan
zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen,
kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5%
(tergantung sistem pengairannya).
5.
Ma’din
dan Kekayaan Laut.
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam
perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga,
marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dan lain-lain. Kekayaan laut adalah
segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dan
lain-lain. Adapun ma’din adalah pemberian bumi
yang terbentuk dari benda lain tetapi berharga, seperti emas, perak, timah,
besi, intan, batu permata, akik, batu bara, dan minyak bumi. Orang yang
menemukan benda-benda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1/5 bagian.
Jumhur ulama berpendapatbahwa
hasil laut, baik berupa mutiara, merjan (manik-manik), zabarjad
(kristal untuk batu permata) maupun ikan, ikan paus dan lain-lainnya, tidak
wajib di zakati. Namun Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) berpendapat bahwa
hasil laut wajib dikeluarkan zakatnya apabila sampai satu nishab.
Pendapat terakhir ini nampaknya sangat sesuai dengan situasi dan kondisi
sekarang ini, karena hasil ikan yang telah digarap oleh perusahaan-perusahaan
besar dengan peralatan modern menghasilkan uang yang sangat banyak. Nishab
ikan senilai 200 dirham 9672 gram perak). Mengenai zakat hasil laut ini memang
tidak ada landasannya yang tegas, sehingga diantara para ulama sendiri terjadi
perbedaan pendapat (ikhtilaf). Namun jika dilihat dari QS. Al-Baqarah
267:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Jelas ketentuan ayat ini menyatakan bahwa setiap usaha yang yang
menghasilkan uang dan memenuhi syarat, baik nisab maupun haulnya, wajib
dikeluarkan zakatnya. Adapun waktu mengeluarkan zakatnya sama seperti tanaman,
yaitu di saat hasil itu diperoleh.
6.
Rikaz.
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut
dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang
mengaku sebagai pemiliknya. Harta rikaz adalah harta-harta yang terpendam atau
tersimpan. Termasuk ke dalam harta rikaz ini antara lain berbagai macam
harta benda yang disimpan oleh orang-orang terdahulu di dalam tanah, seperti
emas, perak, tembaga, dan pundi-pundi berharga. Zakat rikaz wajib tanpa
syarat nishab (ukuran jumlah) dan tanpa haul (ukuran waktu).
7.
Jasa Profesi.
Hasil
profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dan lain-lain)
merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf
(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak
dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan
bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan
dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail.
Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi
tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta
yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan (ditasharufkan)
kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara').
Dengan
demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib
atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan
hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat).
Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau
lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud
adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan
untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam
khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat
dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil
profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib
baginya untuk menunaikan zakat.
Dalam
hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan
atau 2.5 % dari saldo tahunan. Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada
tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan
sendirian maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang
mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab. Contohnya adalah profesi
dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, dan lain-lain.
Zakat
profesi sejalan dengan tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan
dan mengembangkan harta serta menolong para mustahiq. Zakat profesi juga
mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu
kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan. Mengenai nisab, besar,
dan waktu pembayarannya, ada dua pendekatan untuk zakat profesi, yaitu :
a.
setelah
diperhitungkan selama satu tahun. Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun
lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar
2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.
b.
dikeluarkan
langsung saat menerima, pendapat ini dianalogikan pada zakat tanaman. Jika ini
yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg beras dan dikeluarkan
setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong
kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya).
8. Zakat Harta Lainnya.
a.
Saham dan Obligasi.
Pada
hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu
bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke
dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya.
Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang
tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap
tahun.
b.
Undian
dan kuis berhadiah.
Harta
yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab
dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh
sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maka wajib dizakati
sebasar 20% (1/5).
c.
Hasil
penjualan rumah (properti) atau penggusuran.
Harta
yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat
dikategorikan dalam dua macam:
1) Penjualan rumah yang disebabkan
karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa, maka hasil penjualan
(penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya.
Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya
masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan
harta tersebut.
2) Penjualan rumah (properti) yang
tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari
hasil penjualannya.
I.
Hikmah
Zakat.
Zakat
merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh
sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat Islam. Zakat
memiliki banyak hikmah, antara lain:
1. Menolong, membantu, membina dan
membangun kaum dhuafa dari aspek materi memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya
terhadap Allah SWT.
2. Memberantas penyakit iri hati, rasa
benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan yang harta
lebih.
3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari
kotoran dosa, dan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka
terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah.
Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan
Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati
4. Dapat menunjang terwujudnya sistem
kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatan Wahidan
(umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab
bersama) .
5. Menjadi unsur yang urgen dalam
mewujudkan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution),
dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat.
6. Zakat adalah ibadah maaliyah
yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi dan juga merupakan perwujudan
solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian
persaudaraan, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin
antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang
menjadi pemisah antara golongan aghniya dengan yang fakir.
7. Mewujudkan tatanan masyarakat yang
sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai
dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir
bathin.
J.
Mustahik.
Berdasarkan pada surat at Taubah ayat 60 tentang
orang yang berhak menerima zakat, yaitu :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً
مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٦٠)
"... Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Jadi berdasarkan firman Allah Swt tersebut,
terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat :
1. Fakir.
Fakir adalah
golongan yang pertama disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa
sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat
Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang
dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta.
2. Miskin
Miskin adalah orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.
Miskin adalah orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.
3. Amil zakat.
Sasaran ketiga
adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang
melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai
kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada
penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.
4. Golongan
muallaf.
Muallaf dalam berbagai referensi terbagi dalam
beberapa macam golongan, diantaranya :
a.
Golongan yang diharapkan keislamannya baik
kelompok maupun keluarganya.
b.
Golongan orang yang dikuatirkan kelakuan
jahatnya untuk merongrong Islam.
c.
Golongan orang yang baru masuk Islam.
d.
Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah
memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat kafir.
e.
Pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang
berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.
Lamanya masa mualaf yaitu 3 bulan, 6 bulan dan
sampai 1 tahun, dan atau bisa taat melaksanakan hukum-hukum Islam.
5. Memerdekakan
budak belian.
Ada beberapa cara untuk memerdekakan budak,
diantaranya yaitu:
a. Menolong hamba
mukatab, yaitu budak yang memiliki perjanjian dengan tuannya, misalnya : ia
sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka dia
dibebaskan.
b. Seseorang
dengan harta zakatnya membeli seorang budak kemudian membebaskannya.
6. Gharimun.
Gharimun
(orang yang berhutang) adalah termasuk golongan mustahik. Menurut Ibnu
Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang mempunyai piutang
terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat kepadanya karena keadaannya
yang fakir, bukan karena mempunyai piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang
mempunyai utang, yaitu golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri
sendiri, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan
lain adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti
mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial,
seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan
lain-lain.
7. Fi Sabilillah.
Fi Sabilillidin merupakan orang yang berjihad di jalan Allah
SWT.
8. Ibnu Sabil.
Ibnu sabil,
menurut Jumhur Ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang yang
melintas dari suatu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang yang berjalan
di atasnya karena tetap di jalan itu. Menurut pendapat beberapa ulama, ibnu
sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun ia kaya, apabila ia terputus
bekalnya. Ibnu Zaid berkata: "Ibnu sabil adalah musafir, apakah ia kaya
atau miskin, apabila terdapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya samasekali
tidak ada, atau terkena sesuatu musibah atas hartanya, atau ia samasekali tidak
memiliki apa-apa, maka dalam keadaan demikian itu, hanya bersifat pasti.
Sedangkan
fihak-fihak di luar dari 8 golongan (asnaf) ini tidak dibenarkan
menerima uang dari zakat.
K.
Yang Tidak Berhak Menerima Zakat.
Orang-orang
yang tidak berhak menerima zakat, diantaranya adalah:
1.
Orang kaya, yaitu orang yang
berkecukupan atau mempunyai harta yang sampai senisab.
2. Orang yang kuat yang mampu berusaha
untuk mencukupi kebutuhannya dan jika penghasilannya tidak mencukupi, maka
boleh mengambil zakat.
3.
Orang
kafir di bawah perlindungan negara Islam ke-cuali jika diharapkan untuk masuk
Islam.
4.
Bapak
ibu atau kakek nenek hingga ke atas atau anak-anak hingga ke bawah atau isteri
dari orang yang mengeluarkan zakat, karena nafkah mereka di bawah tanggung
jawabnya. Dibolehkan menyalurkan zakat kepada selain mereka seperti saudara
laki-laki, saudara perempuan, paman dan bibi dengan syarat mereka dalam keadaan
membutuhkan.
L.
Tatacara
Pembayaran Zakat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membayar
zakat.
a. Sucikan
niat sebelum menunaikan zakat pastikan bahwa amal perbuatan hanya ditujukan
semata-mata untuk Allah SWT. Niatnya boleh dilafazdkan dan boleh dalam hati.
b.
Telitilah
sasaran zakat apakah dia benar-benar termasuk golongan yang berhak menerima
uang zakat.
c. Utamakanlah
orang-orang yang dekat (dzawil qurba)
boleh melalui amil zakat agar zakat tepat sasaran dan optimal serta merata.
d.
Ketika
memberikan zakat ucapkan kata-kata yang baik dan santun kepada penerima.
e. Tunaikanlah
zakat ketika saatnya tiba. Menunda-nunda pembayaran zakat tidak dikehendaki
oleh Islam dan seluruh ajaran Islam, termasuk zakat, mendidik manusia untuk
disiplin dan tepat waktu.
M.
Peranan
Penguasa Pengelolaan Zakat.
Institusi
zakat tidaklah merupakan institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi
lebih dari pada itu merupakan juga institusi pentadbiran dan
pemerintahan negara. Berasaskan kepada sifatnya ini Al-Quran memerintahkan
supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara sebagai suatu sistem keuangan yang
tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang perseorangan atau kumpulan masyarakat
untuk melaksanakannya. Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau
kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara.
Dari
perspektif ini kewajiban zakat ini tidak boleh difokuskan kepada aspek
kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga kepada aspek pendapatan negara untuk mengentaskan kemiskinan umat.
Berasaskan kepada kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi
para pegawai senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain
mengurus pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara.
Berasaskan kepada kedudukan inilah juga maka paranegara sarjana keuwangan
Islam, seperti Abu Yusuf, al-Mawardi, Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak
lainnya biasanya membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam
bab keuwangan dan percukaian.
N.
Sanksi
Tidak Berzakat.
Ajaran Islam
memberikan peringatan dan ancaman keras terhadap orang-orang yang enggan
mengeluarkan zakat. Di akhirat kelak, harta
benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah
menjadi azab bagi pemiliknya. Allah SWT telah berfirman dalam surat Attaubah
ayat 35 :
يَوْمَ
يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ
وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ
تَكْنِزُونَ (٣٥)
“Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam
neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu”.
Dalam Fiqhus
Sunnah I: 281, Syaikh Sayyid Sabiq menulis, “Zakat adalah salah satu
amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah sangat terkenal
sehingga termasuk dharurriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang
mana andaikata ada seseorang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar
dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada
seseorang yang baru masuk Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti
hukum-hukum Islam.” “Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat,
namun meyakininya sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan
membayarnya, tidak sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang
memungut zakat tersebut darinya dengan paksa”.
Dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah disebut sanksi bagi yang tidak membayar zakat sebagai berikut:
Pasal 691
Barang siapa yang melanggar ketentuan zakat ini maka akan
dikenai sanksi sebagaimana diatur sebagai berikut:
a. Barangsiapa
yang tidak menunaikan zakat maka akan dikenai denda
dengan jumlah tidak melebihi dari besarnya zakat yang wajib dikeluarkan.
b. Denda sebagaimana dimaksud dalam angka (1) didasarkan pada putusan pengadilan.
c. Barangsiapa
yang menghindar dari menunaikan zakat, maka dikenakan denda dengan jumlah tidak
melebihi (20%) dari besarnya zakat yang harus dibayarkan.
d. Zakat
yang harus dibayarkan ditambah dengan denda dapat diambil secara paksa oleh
juru sita untuk diserahkan kepada badan amil zakat daerah kabupaten/kota.
O.
Kesimpulan.
Zakat
adalah peraturan yang menjamin dan memberantas kesenjangan sosial yang tidak
bisa hanya ditanggulangi dengan mengumpulkan sedekah per-orangan yang bersifat
sunnah belaka. Tujuan utama disyari’atkan zakat adalah
untuk mengeluarkan orang-orang fakir dari kesulitan hidup yang melilit mereka
menuju ke kemudahan hidup mereka sehingga mereka bisa mempertahankan
kehidupannya. Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima
dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat
dari sifat bakhil dan kikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini