Selasa, 02 Agustus 2011

UPAYA MENSEJAHTERAHKAN UMMAT MELALUI LEMBAGA WAKAF, SHADAQAH DAN HIBAH

1.    Pengertian Wakaf, Shadaqah dan Hibah.
a.    Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab “Wakafa”. Asal kata wakafa berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau “tetap berdiri”. Kata “Wakafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan.”[1] Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian :
الوقف بمعن التحبيس والتسبيل
Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindah-milikan.
Secara terminologis para ahli fiqh berbeda mendefenisikan wakaf sehingga mereka juga berbeda memandang hakikat wakaf.
a.    Abu Hanifah.
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan defenisi itu maka kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya.[2]
b.    Mazhab Syafi’i dan Ahmad.
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.[3]
c.    Pendapat Lain.
Abd al-Jalil ‘Abd ar-Rahman ‘Asyur menyatakan bahwa wakaf dalam pengertian syara’ adalah :
حبس العين عن أن تملك لأ حد من العباد والتصدق بمنفعتها ابتداء أو انتهاء أو انتها فقط[4]
Sementara itu ekonom Islam Munzer Kahf mendefenisikan wakaf sebagai “the hlding and preservation of a certain property for the confined benefit of a certain philanthropy with the intention of prohibiting any use or disposition of the property outside that specific purpose.[5]
“Pemegangan dan pemeliharaan kekayaan tertentu untuk kepentingan kebajikan yang ditetapkan dengan maksud mencegah penggunaan atau pemakaian kekayaan tersebut di luar maksud khusus yang telah ditetapkan”.
d.    Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan : ”Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimamfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannnya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.”[6] Dengan kata lain wakaf adalah menahan suatu benda untuk tidak dipindahtangankan buat selama-lamanya dan mendonasikan manfaat (hasil)-nya kepada orang-orang miskin atau untuk tujuan-tujuan kebajikan dan atau untuk pentingan  kesejahteraan umum menurut syari’ah.

b.    Shadaqah
Shadaqah berasal dari kata sadaqa yang artinya benar atau pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang akan diiringi pahala dari Allah SWT. Berdasarkan pengertian ini, maka infaq harta untuk kebaikan termasuk dalam kategori shadaqah.[7] Shadaqah dalam konsep Islam mempunyai arti yang luas, tidak hanya terbatas pada pemberian sesuatu yang sifatnya materiil kepada orang-orang miskin, tetapi lebih dari itu, shadaqah mencakup semua perbuatan kebaikan, baik bersifat fisik, maupun nonfisik.[8] Bentuk-bentuk shadaqah dalam ajaran Islam dapat dilihat pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Kalimat (kata) shadaqah, terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 114 dan surat At-Taubah ayat 103, artinya perbuatan baik, yaitu shadaqah berbentuk materiil dan immaterial yang ditujukan kepada diri sendiri atau kepada orang lain.
Shadaqah, ialah harta benda yang diberikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak, dengan tidak mengharapkan imbalan apapun kecuali ridha Allah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).[9] Shadaqah itu mengandung pengertian yang sangat luas yang mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnat.
Shadaqah wajib, ialah zakat maal dan zakat fitri (QS.At-Taubah : 103), serta Infaq. Al Quran menggunakan istilah shadaqah untuk mengganti kata Infaq dan Zakat (QS. At-Taubah:103 dan QS Al-Isra’:100). Shadaqah sunnah, ialah shadaqah yang dianjurkan untuk dilakukan setiap saat tanpa syarat yang dilakukan seseorang. Shadaqah sunnah itu meliputi ihsan atau berbuatan baik (kebajikan), yang dapat berbentuk material, sepereti: wakaf, hibah, wasiat dan berbentuk immaterial, berupa: perkataan yang baik, sopan santun, rmah, senyum, akhlak mulia (karimah), amar ma’ruf nahi munkar, membaca: tasbiah, tahmid, takbir, tahlil, istighfar dan sebagainya.[10] Shadaqah mempunyai cakupan yang sangat luas dan dugunakan dalam Al Quran untuk mencakup segala jenis sumbangan. Shadaqah berarti memberi derma, termasuk memberikan derma untuk mematuhi hukum di mana kata  zakat digunakan di dalam Al Quran dan Sunnah. Zakat telah disebut pula shadaqah karena zakat merupakan jenis derma yang diwajibkan. 

c.    Hibah      
Kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba digunakan dalam Al-Quran beserta kata derivatnya sebanyak 25 kali dalam 13 surat. Wahaba artinya memberi, dan jika subyeknya Allah SWT. berarti memberi karunia, atau menganugrahi (QS. Ali Imran, 3:8,38, QS. Maryam, 19:5, 49, 50, 53).[11] Hibah asal katanya berarti pemberian, seseorang boleh memberikan (menghibahkan) dari hartanya seberapa ia suka kepada siapa saja yang ia kehendaki.[12] Dalam pengertian istilah, hibah adalah pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (aqad) tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup.[13] Dalam rumusan KHI pasal 171 huruf (g) disebutkan hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
Mencermati pengertian di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa hibah dapat dilakukan oleh siapa saja yag memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain. Hibah juga dapat dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Hibah demikian dapat diperhitungkan sebagai warisan.[14] Dalam Al Quran penggunaan kata hibah digunakan dalam konteks pemberian anugrah Allah SWT. kepada utusan-utusan-Nya, doa-doa yang dipanjatkan oleh hamba-hamba-Nya, terutama para nabi, dan menjelaskan sifat Allah Yang Memberi Karunia. Untuk itu mencari dasar hukum tentang hibah seperti yang dimaksud disini secara eksplisit tidak ditemukan. Namun dapat dipergunakan petunjuk dan anjuran secara umum, agar seseorang memberikan sebagian rezkinya kepada orang lain.

2.    Landasan hukumnya .
a.    Wakaf     
Wakaf dibolehkan berdasarkan firman Allah SWT. hadis Nabi SAW. dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, di antaranya :
a.    Al Quran, diantaranya :
1.    QS. Al Baqarah ayat 261 :
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ    [15]
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
                                                                                                                           Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah SWt. meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.[16]
2.  QS. Ali Imran ayat 92 :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ   [17] 
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
3. QS. Al Hajj ayat 77 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [18]
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
b.    Al Hadis, diantaranya :
1. HR. Muslim :
عن ابى هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به اوولد صالح يدعوله ( رواه مسلم ) [19]
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermamfaat dan anak sholeh yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim).
2. HR. An Nasai :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه و سلم : إن مائة سهم التى لى فى خيبر لم أصب مالا قط أعجب إلى منها قد ان اتصدق بها, وقال النيى صلى الله عليه و سلم : احبس اصلها و سبل ثمرتها ( رواه النساء )  [20]
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, Ia berkata Umar ra, berkata kepada Nabi SAW, “Saya mempunyai seratus saham (tanah kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi SAW berkata :”Tahanlah pokoknya dan sedeqahkan buahnya pada jalan Allah.” (HR. An-Nasai).
c.    Ijmak.
Selain ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i juga membolehkan wakaf tunai.
وروى ابو ثور عن الشافعى جواز وقفها اى الدنانير والدراهيم     [21]
“Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’i tentang dibolehkannya wakaf dinar dan dirham (uang)”.
Para ahli hukum Islam telah berendapat atas adanya dan sahnya wakaf dan umat Islam telah mempraktikkannya dari abad ke abad hingga sekarang.
d.    Sedangkan di Indonesia diantaranya :
1.    Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
3.    Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang  Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.

b.    Shadaqah
Perintah shadaqah berdasarkan firman Allah, hadis Nabi dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, diantaranya :
a.    Al Quran, diantaranya terdapat dalam :
1.    QS. An-Nisa’ ayat 114 :
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمً[22]
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
2.    Qs.  At-Taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ[23]
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
b.    Al Hadis, diantaranya terdapat dalam :
1.    HR. Ahmad bin Hambal :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه و سلم : إن مائة سهم التى لى فى خيبر لم أصب مالا قط أعجب إلى منها قد ان اتصدق بها, وقال النيى صلى الله عليه و سلم : احبس اصلها و سبل ثمرتها ( رواه النساء )  [24]
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermamfaat dan anak sholeh yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim).

c.    Hibah      
Dasar dibolehkan pelaksanaan hibah berdasarkan firman Allah, hadis Nabi dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, diantaranya :
1.    Al Quran, diantaranya :
a.    QS. Al Baqarah ayat 262 :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ          [25]

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
b.    QS. Al Munafiqun ayat 10 :
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ [26]

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"
2.    Al Hadis, diantaranya Imam Muslim mengemukakan tidak kurang dari 25 riwayat tentang hibah ini. Antara lain riwayat dari Zaid ibn Aslam dari ayahnya bahwa :
أن عمر ابن الخطاب قال حملت على فرس  عتيق فى سبيل الله فاضاعه صاحبه فظننت انه بائعه برخص فسألت رسول الله صلعم عن ذلك فقال لاتبتعه ولاتعد فى صدقتك فإن العائد فىصدقته كالكلب يعود فى قيئه  [27]
Umar ibn al-Khatthab berkata : “Aku telah memberikan seekor kuda lama untuk tujuan sabilillah, kemudian pemiliknya menyia-nyiakannya. Aku menduga ia telah menjualnya dengan harga murah. Kemudian aku tanyakan kepada Rasulullah SAW. perihal tersebut”. Beliau bersabda : “jangtanlah kamu jual itu, dan jangan kamu tarik kembali shadaqahmu, karena orang yang menarik kembali shadaqahnya adalah ibarat anjing yang memakan kembali muntahnya. (HR. Muslim).

3.    Tata cara mengoperasionalkannya.
a.    Wakaf     
Wakaf sebagimana yang tersebut dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa : ”Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimamfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannnya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.”[28] Maka untuk mengoperasionalkanya diperlukan beberapa rukun sebagai berikut ;
1.    Wakif (orang yang mewakafkan harta);
2.    Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan);
3.    Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf / peruntukan wakaf);
4.    Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).
Sedangkan tata cara perwakafan dalam KHI BAB III pasal 223 ayat (1,2,3 dan 4) dinyatakan :
(1)  Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
(2)  Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama ;
(3)  Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuat akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi ;
(4)  Dalam melaksanakana ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut :
a.    tanda bukti pemilikan harta benda.
b.    jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud.
c.    surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.

b.    Shadaqah
Dalam operasionalnya sadaqah harta benda diberikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak, dengan tidak mengharapkan imbalan apapun kecuali ridha Allah SWT. dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah). Shadaqah itu mengandung pengertian yang sangat luas yang mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnat, dan shadaqah tersebut diberikan selain kepada delapan ashnaf (golongan) sebagaimana yang tersebut dalam QS. At Taubah ayat 60, boleh juga diberikan kepada yang lain.
Untuk mengoperasionalkannya diperlukan beberapa unsur-unsur sebagai berikut :
1.    Orang yang bersedeqah baik mampu ataupun tidak mampu,
2.    Harta yang dishadaqahkan,
3.    Penerima shadaqah.

c.    Hibah      
Tata cara atau operasional hibah dapat dilihat dalam KHI Bab VI pasal 210 dinyatakan sebagai berikut :
1)    Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan  tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
2)    Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah. Ibn Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid mengatakan bahwa dalam operasional hibah harus ada rukun yaitu :[29]
1.    Orang yang menghibahkan (al-wahib),
2.    Orang yang menerima hibah (al-mauhub lah),
3.    Pemberiannya (al-hibah).

4.    Perbedaan dan persamaan wakaf, shadaqah dan hibah.
a.    Perbedaanna    
Dari tata cara transaksinya, wakaf dapat dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip dengan shadaqah. Yang membedakannya adalah dalam shadaqah, baik substansi (assset) maupun hasil / manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya, seluruhnya ditransfer (dipindahtangankan) kepada yang berhak menerimanya, sedangkan pada wakaf, yang ditransfer hanya hasil / manfaatnya, sedangkan substansi / assetnya tetap dipertahankan.[30]
Sementera itu, perbedaan wakaf dengan hibah adalah dalam hibah, substansi / assetnya dapat dipindah-tangankan dari seseorang kepada orang lain tanpa persyaratan, sedangkan pada wakaf ada persyaratan penggunaan yang ditentukan waqif. Tujuannya sama dilandasi semangat keagamaan. Dengan demikian, jelaslah bahwa hasil yang diperoleh dari pengelolaan asset wakaf tidak dapat dianggap sebagai zakat yang hukumnya wajib dengan 8 (delapan) golongan penerimanya yang ditentukan oleh Al Quran.[31] Dengan demikian dapat dilihat perbedaanya sebagai berikut :
1.    Dari segi subyeknya.
Wakaf biasanya hanya dilakukan oleh orang beriman yang mempunyai kelebihan harta, shadaqah orang beriman baik mampu ataupun kurang mampu sedangkan hibah boleh siapa saja orang beriman ataupun tidak.
2.    Dari segi harta.
Wakaf dan hibah  berupa harta (amwal)  sedangkan shadaqah boleh fisik harta ataupun mencakup semua kebaikan.
3.    Pemberian benda wakaf pakai akta ikrar wakaf sedangkan shadaqah dan hibah tidak diperlukan.

b. Persamaannya
1.  Wakaf, shadaqah dan hibah diberikan sama-sama hanya semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan tujuannya sama dilandasi semangat keagamaan.
2. Sama-sama dapat diberikan kepada siapa saja untuk kepentingan keluarga,  ibadah dan umum.


Footnote:

[1] Muhammad al-Khathib, al-Iqba’, Beirut, Darul Ma’rifah, t.tp., hlm. 26. Lihat juga Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam wa ‘Adillatuhu, Damaskus, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.tp,. hlm. 7599
[2] Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, Jakarta, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarat Islam, 2006, hlm. 2
[3] Ibid.
[4] ‘Abd al-Jalil ‘Abd ar-Rahman ‘Asyur, Kitab al-Waqf, Cairo : al-Afaq al Arabiyah, 2000, hlm. 9
[5] Monzer Khf, “Waqf” dalam The Oxford Encylopedia of the Modern Islamic World, Vol. 4, Jhon lL. Esposito et. Al. (eds), New York : Oxford Unversity Press, 1995, hlm. 312-313
[6] Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
[7] Tim Penyusun ZIS Majelis Wakaf dan ZIS PP Muhammadiyah, Pedoman Zakat, Infaq, Shadaqah, MajelisWwakaf dan ZIS PP Muhammadiyah, Jakarta, 2007, hlm. 43
[8] Ibid.
[9] Ibid., hlm. 50
[10] Ibid.
[11]  Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 466
[12] Gurisiani, Hibah Terhadap Anak Angkat dan Permasalahannya, Dalam Makalah Mimbar Hukum, Edisi Nomor 59 Thn XIV 2003, Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Jakarta, hlm. 102
[13] Ahmad Rofiq, Op.,Cit.
[14] Lihat Kompilasi Hukuk Islam, Inpres Nomor 1 Tahun 1991,  pasal 211
[15] Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahannya (Al Qur’an wa Tarjamah Ma’nihi ila Al Lughah al Indonesiyyah), Makkah : Khadim Al Haramain Asy Syarifain Al Malik Fadh bin Abdul Aziz As Su’udi Ath Thaba’ah al Mushah Asy Syarif, 1412 H, hlm.66
[16] Alquran Word.
[17] Departemen Agama RI, Al Quran dan Tarjamahannya, hlm. 91
[18] Ibid., hlm. 523
[19] Lihat dalam buku Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolalaan Wakaf Tunai, 2006, edisi ketiga, hlm.15
[20] Sunan An Nasai, dalam Kitab al-Ahbas, dalam bab al-Habs nomor 3546
[21] Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, Beirut, Dar al-Fikr, Juz IX, 1994, hlm. 379.
[22] Departemen Agama RI, Al Quran dan Tarjamahannya, hlm. 140
[23] Ibid., hlm. 297
[24] Sunan An Nasai, dalam Kitab al-Ahbas, dalam bab al-Habs nomor 3546
[25] Departemen Agama RI, Al Quran dan Tarjamahannya, hlm
[26] Ibid., hlm
[27] Muslim, Sahih Muslim, Jakarta, Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tt., , juz 2. hlm. 5
[28] Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
[29] Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, Semarang, Usaha Keluarga, tt. hlm. 245
[30] M.A. Manan, Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta, Ciber, PKTTTI-UI, tt, hlm. 30
[31] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Coment Anda Disini