1. Pengertian Wakaf, Shadaqah
dan Hibah.
a. Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab “Wakafa”.
Asal kata wakafa berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat”
atau “tetap berdiri”. Kata “Wakafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan.”[1]
Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian :
الوقف
بمعن التحبيس والتسبيل
Menahan, menahan
harta untuk diwakafkan, tidak dipindah-milikan.
Secara terminologis para ahli fiqh berbeda
mendefenisikan wakaf sehingga mereka juga berbeda memandang hakikat wakaf.
a. Abu Hanifah.
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut
hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk
kebajikan. Berdasarkan defenisi itu maka kepemilikan harta wakaf tidak lepas
dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya.[2]
b. Mazhab Syafi’i dan Ahmad.
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan
dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak
boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.[3]
c. Pendapat Lain.
Abd al-Jalil ‘Abd ar-Rahman ‘Asyur menyatakan
bahwa wakaf dalam pengertian syara’ adalah :
حبس العين عن أن تملك لأ حد من العباد والتصدق بمنفعتها
ابتداء أو انتهاء أو انتها فقط[4]
Sementara itu ekonom Islam Munzer Kahf
mendefenisikan wakaf sebagai “the hlding and preservation of a certain
property for the confined benefit of a certain philanthropy with the intention
of prohibiting any use or disposition of the property outside that specific
purpose.[5]
“Pemegangan dan pemeliharaan kekayaan tertentu untuk
kepentingan kebajikan yang ditetapkan dengan maksud mencegah penggunaan atau
pemakaian kekayaan tersebut di luar maksud khusus yang telah ditetapkan”.
d. Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf menyebutkan : ”Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimamfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannnya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah.”[6]
Dengan kata lain wakaf adalah menahan suatu benda untuk tidak dipindahtangankan
buat selama-lamanya dan mendonasikan manfaat (hasil)-nya kepada orang-orang
miskin atau untuk tujuan-tujuan kebajikan dan atau untuk pentingan kesejahteraan umum menurut syari’ah.
b. Shadaqah
Shadaqah berasal dari kata sadaqa yang artinya benar atau
pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang akan
diiringi pahala dari Allah SWT. Berdasarkan pengertian ini, maka infaq
harta untuk kebaikan termasuk dalam kategori shadaqah.[7] Shadaqah
dalam konsep Islam mempunyai arti yang luas, tidak hanya terbatas pada
pemberian sesuatu yang sifatnya materiil kepada orang-orang miskin, tetapi
lebih dari itu, shadaqah mencakup semua perbuatan kebaikan, baik bersifat
fisik, maupun nonfisik.[8]
Bentuk-bentuk shadaqah dalam ajaran Islam dapat dilihat pada beberapa hadis
Nabi Muhammad SAW. Kalimat (kata) shadaqah, terdapat dalam surat
An-Nisa’ ayat 114 dan surat At-Taubah ayat 103, artinya perbuatan baik,
yaitu shadaqah berbentuk materiil dan immaterial yang ditujukan
kepada diri sendiri atau kepada orang lain.
Shadaqah, ialah
harta benda yang diberikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak,
dengan tidak mengharapkan imbalan apapun kecuali ridha Allah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).[9]
Shadaqah itu mengandung pengertian yang sangat luas yang mencakup shadaqah
wajib dan shadaqah sunnat.
Shadaqah wajib, ialah zakat maal dan zakat fitri (QS.At-Taubah :
103), serta Infaq. Al Quran menggunakan istilah shadaqah untuk mengganti
kata Infaq dan Zakat (QS. At-Taubah:103 dan QS Al-Isra’:100). Shadaqah
sunnah, ialah shadaqah yang dianjurkan untuk dilakukan setiap saat tanpa
syarat yang dilakukan seseorang. Shadaqah sunnah itu meliputi ihsan atau
berbuatan baik (kebajikan), yang dapat berbentuk material, sepereti:
wakaf, hibah, wasiat dan berbentuk immaterial, berupa: perkataan
yang baik, sopan santun, rmah, senyum, akhlak mulia (karimah), amar ma’ruf nahi
munkar, membaca: tasbiah, tahmid, takbir, tahlil, istighfar dan
sebagainya.[10]
Shadaqah mempunyai cakupan yang sangat luas dan dugunakan dalam Al Quran untuk
mencakup segala jenis sumbangan. Shadaqah berarti memberi derma, termasuk
memberikan derma untuk mematuhi hukum di mana kata zakat digunakan di dalam Al Quran dan Sunnah.
Zakat telah disebut pula shadaqah karena zakat merupakan jenis derma yang
diwajibkan.
c. Hibah
Kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba
digunakan dalam Al-Quran beserta kata derivatnya sebanyak 25 kali dalam 13
surat. Wahaba artinya memberi, dan jika subyeknya Allah SWT. berarti
memberi karunia, atau menganugrahi (QS. Ali Imran, 3:8,38, QS. Maryam, 19:5,
49, 50, 53).[11]
Hibah asal katanya berarti pemberian, seseorang boleh memberikan (menghibahkan)
dari hartanya seberapa ia suka kepada siapa saja yang ia kehendaki.[12]
Dalam pengertian istilah, hibah adalah pemilikan sesuatu benda melalui
transaksi (aqad) tanpa mengharapkan imbalan yang telah diketahui dengan
jelas ketika pemberi masih hidup.[13]
Dalam rumusan KHI pasal 171 huruf (g) disebutkan hibah adalah pemberian suatu
benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang
masih hidup untuk dimiliki.
Mencermati pengertian di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa
hibah dapat dilakukan oleh siapa saja yag memiliki kecakapan dalam melakukan
perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain. Hibah juga dapat dilakukan
oleh orang tua kepada anaknya. Hibah demikian dapat diperhitungkan sebagai
warisan.[14]
Dalam Al Quran penggunaan kata hibah digunakan dalam konteks pemberian anugrah
Allah SWT. kepada utusan-utusan-Nya, doa-doa yang dipanjatkan oleh
hamba-hamba-Nya, terutama para nabi, dan menjelaskan sifat Allah Yang Memberi
Karunia. Untuk itu mencari dasar hukum tentang hibah seperti yang dimaksud
disini secara eksplisit tidak ditemukan. Namun dapat dipergunakan petunjuk dan
anjuran secara umum, agar seseorang memberikan sebagian rezkinya kepada orang
lain.
2.
Landasan hukumnya .
a. Wakaf
Wakaf dibolehkan berdasarkan firman Allah SWT.
hadis Nabi SAW. dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, di antaranya :
a. Al Quran, diantaranya :
1. QS. Al Baqarah ayat 261 :
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ
مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [15]
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
Pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah SWt. meliputi belanja untuk kepentingan jihad,
pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.[16]
2.
QS. Ali Imran ayat 92 :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ
بِهِ عَلِيمٌ [17]
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
3. QS. Al
Hajj ayat 77 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا
وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [18]
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
b. Al Hadis, diantaranya :
1. HR. Muslim :
عن ابى هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا
مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به اوولد صالح يدعوله
( رواه مسلم )
[19]
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda : “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya,
kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermamfaat dan anak sholeh
yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim).
2. HR. An Nasai :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه و سلم : إن
مائة سهم التى لى فى خيبر لم أصب مالا قط أعجب إلى منها قد ان اتصدق بها, وقال
النيى صلى الله عليه و سلم : احبس اصلها و سبل ثمرتها ( رواه النساء ) [20]
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, Ia berkata Umar ra,
berkata kepada Nabi SAW, “Saya mempunyai seratus saham (tanah kebun) di
Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi
tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi SAW berkata :”Tahanlah
pokoknya dan sedeqahkan buahnya pada jalan Allah.” (HR. An-Nasai).
c. Ijmak.
Selain ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama
mazhab Syafi’i juga membolehkan wakaf tunai.
وروى ابو ثور عن الشافعى جواز وقفها اى الدنانير والدراهيم [21]
“Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’i tentang
dibolehkannya wakaf dinar dan dirham (uang)”.
Para ahli hukum Islam telah berendapat atas
adanya dan sahnya wakaf dan umat Islam telah mempraktikkannya dari abad ke abad
hingga sekarang.
d. Sedangkan di Indonesia diantaranya :
1. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
3. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
b. Shadaqah
Perintah shadaqah berdasarkan firman Allah,
hadis Nabi dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, diantaranya :
a. Al Quran, diantaranya terdapat dalam :
1. QS. An-Nisa’ ayat 114 :
لا
خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ
إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ
نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمً[22]
Tidak ada kebaikan
pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan
perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.
2. Qs. At-Taubah ayat
103 :
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ[23]
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
b. Al Hadis, diantaranya terdapat dalam :
1. HR. Ahmad bin Hambal :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه و سلم : إن
مائة سهم التى لى فى خيبر لم أصب مالا قط أعجب إلى منها قد ان اتصدق بها, وقال
النيى صلى الله عليه و سلم : احبس اصلها و سبل ثمرتها ( رواه النساء ) [24]
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda : “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya,
kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermamfaat dan anak sholeh
yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim).
c. Hibah
Dasar dibolehkan pelaksanaan hibah berdasarkan firman
Allah, hadis Nabi dan pendapat ulama dan atau hasil ijtihad, diantaranya :
1. Al Quran, diantaranya :
a. QS. Al Baqarah ayat 262 :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ [25]
Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
b. QS. Al Munafiqun ayat 10 :
وَأَنْفِقُوا
مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ [26]
Dan belanjakanlah
sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"
2. Al Hadis, diantaranya Imam Muslim mengemukakan tidak
kurang dari 25 riwayat tentang hibah ini. Antara lain riwayat dari Zaid ibn
Aslam dari ayahnya bahwa :
أن عمر ابن الخطاب قال حملت على فرس عتيق فى سبيل الله فاضاعه صاحبه فظننت انه
بائعه برخص فسألت رسول الله صلعم عن ذلك فقال لاتبتعه ولاتعد فى صدقتك فإن العائد
فىصدقته كالكلب يعود فى قيئه [27]
Umar ibn al-Khatthab
berkata : “Aku telah memberikan seekor kuda lama untuk tujuan sabilillah,
kemudian pemiliknya menyia-nyiakannya. Aku menduga ia telah menjualnya dengan
harga murah. Kemudian aku tanyakan kepada Rasulullah SAW. perihal tersebut”.
Beliau bersabda : “jangtanlah kamu jual itu, dan jangan kamu tarik kembali
shadaqahmu, karena orang yang menarik kembali shadaqahnya adalah ibarat anjing
yang memakan kembali muntahnya. (HR. Muslim).
3. Tata cara mengoperasionalkannya.
a. Wakaf
Wakaf sebagimana yang tersebut dalam pasal 1
ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa :
”Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimamfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannnya guna keperluan ibadah dan / atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.”[28]
Maka untuk mengoperasionalkanya diperlukan beberapa rukun sebagai berikut ;
1. Wakif (orang yang mewakafkan harta);
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan);
3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf
/ peruntukan wakaf);
4. Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak
untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).
Sedangkan tata cara perwakafan dalam KHI BAB
III pasal 223 ayat (1,2,3 dan 4) dinyatakan :
(1) Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
(2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama
;
(3) Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuat akta Ikrar
Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang saksi ;
(4) Dalam melaksanakana ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak
yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal
215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut :
a. tanda bukti pemilikan harta benda.
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak,
maka harus disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh
camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud.
c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan
dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.
b. Shadaqah
Dalam operasionalnya sadaqah harta benda
diberikan kepada seseorang, lembaga atau badan yang berhak, dengan tidak
mengharapkan imbalan apapun kecuali ridha Allah SWT. dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah (taqarrub ilallah). Shadaqah itu mengandung pengertian
yang sangat luas yang mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnat, dan shadaqah
tersebut diberikan selain kepada delapan ashnaf (golongan) sebagaimana
yang tersebut dalam QS. At Taubah ayat 60, boleh juga diberikan kepada yang
lain.
Untuk mengoperasionalkannya diperlukan
beberapa unsur-unsur sebagai berikut :
1. Orang yang bersedeqah baik mampu ataupun tidak mampu,
2. Harta yang dishadaqahkan,
3. Penerima shadaqah.
c. Hibah
Tata cara atau operasional hibah dapat dilihat
dalam KHI Bab VI pasal 210 dinyatakan sebagai berikut :
1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun,
berakal sehat dan tanpa adanya paksaan
dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari
penghibah. Ibn Rusyd dalam Bidayah
al-Mujtahid mengatakan bahwa dalam operasional hibah harus ada rukun yaitu
:[29]
1. Orang yang menghibahkan (al-wahib),
2. Orang yang menerima hibah (al-mauhub lah),
3. Pemberiannya (al-hibah).
4. Perbedaan dan persamaan wakaf, shadaqah dan hibah.
a. Perbedaanna
Dari tata cara transaksinya, wakaf dapat
dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip dengan shadaqah.
Yang membedakannya adalah dalam shadaqah, baik substansi (assset) maupun
hasil / manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya, seluruhnya ditransfer
(dipindahtangankan) kepada yang berhak menerimanya, sedangkan pada wakaf, yang
ditransfer hanya hasil / manfaatnya, sedangkan substansi / assetnya tetap
dipertahankan.[30]
Sementera itu, perbedaan wakaf dengan hibah
adalah dalam hibah, substansi / assetnya dapat dipindah-tangankan dari
seseorang kepada orang lain tanpa persyaratan, sedangkan pada wakaf ada
persyaratan penggunaan yang ditentukan waqif. Tujuannya sama dilandasi
semangat keagamaan. Dengan demikian, jelaslah bahwa hasil yang diperoleh dari
pengelolaan asset wakaf tidak dapat dianggap sebagai zakat yang hukumnya wajib
dengan 8 (delapan) golongan penerimanya yang ditentukan oleh Al Quran.[31]
Dengan demikian dapat dilihat perbedaanya sebagai berikut :
1. Dari segi subyeknya.
Wakaf biasanya hanya dilakukan oleh orang
beriman yang mempunyai kelebihan harta, shadaqah orang beriman baik mampu
ataupun kurang mampu sedangkan hibah boleh siapa saja orang beriman ataupun
tidak.
2. Dari segi harta.
Wakaf dan hibah berupa harta (amwal) sedangkan shadaqah boleh fisik harta ataupun
mencakup semua kebaikan.
3. Pemberian benda wakaf pakai akta ikrar wakaf sedangkan
shadaqah dan hibah tidak diperlukan.
b. Persamaannya
1. Wakaf, shadaqah dan hibah diberikan sama-sama
hanya semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan tujuannya sama
dilandasi semangat keagamaan.
2. Sama-sama dapat
diberikan kepada siapa saja untuk kepentingan keluarga, ibadah dan umum.
Footnote:
[1] Muhammad al-Khathib, al-Iqba’, Beirut, Darul Ma’rifah, t.tp.,
hlm. 26. Lihat juga Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam wa ‘Adillatuhu,
Damaskus, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.tp,. hlm. 7599
[2] Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, Jakarta, Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarat Islam, 2006, hlm. 2
[5] Monzer Khf, “Waqf” dalam The Oxford Encylopedia of the Modern
Islamic World, Vol. 4, Jhon lL. Esposito et. Al. (eds), New York : Oxford
Unversity Press, 1995, hlm. 312-313
[7] Tim Penyusun
ZIS Majelis Wakaf dan ZIS PP Muhammadiyah, Pedoman Zakat, Infaq, Shadaqah,
MajelisWwakaf dan ZIS PP Muhammadiyah, Jakarta, 2007, hlm. 43
[8] Ibid.
[9] Ibid.,
hlm. 50
[10] Ibid.
[11] Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 466
[12] Gurisiani, Hibah
Terhadap Anak Angkat dan Permasalahannya, Dalam Makalah Mimbar Hukum, Edisi
Nomor 59 Thn XIV 2003, Al Hikmah & DITBINPERA Islam, Jakarta, hlm. 102
[13] Ahmad Rofiq, Op.,Cit.
[14] Lihat
Kompilasi Hukuk Islam, Inpres Nomor 1 Tahun 1991, pasal 211
[15] Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahannya (Al Qur’an wa Tarjamah
Ma’nihi ila Al Lughah al Indonesiyyah), Makkah : Khadim Al Haramain Asy
Syarifain Al Malik Fadh bin Abdul Aziz As Su’udi Ath Thaba’ah al Mushah Asy
Syarif, 1412 H, hlm.66
[16] Alquran Word.
[18] Ibid.,
hlm. 523
[19] Lihat dalam
buku Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam, Pedoman Pengelolalaan Wakaf Tunai, 2006, edisi ketiga, hlm.15
[20] Sunan An
Nasai, dalam Kitab al-Ahbas, dalam bab al-Habs nomor 3546
[21] Al-Mawardi, al-Hawi
al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, Beirut, Dar al-Fikr, Juz IX, 1994,
hlm. 379.
[23] Ibid.,
hlm. 297
[24] Sunan An
Nasai, dalam Kitab al-Ahbas, dalam bab al-Habs nomor 3546
[26] Ibid.,
hlm
[27] Muslim, Sahih
Muslim, Jakarta, Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tt., , juz 2. hlm. 5
[29] Ibn Rusyd, Bidayah
al-Mujtahid, juz 2, Semarang, Usaha Keluarga, tt. hlm. 245
[30] M.A. Manan, Sertifikat
Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta, Ciber,
PKTTTI-UI, tt, hlm. 30
[31] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Coment Anda Disini